TRIBUNMANADO.CO.ID - Ketegangan di Timur Tengah semakin memanas setelah Amerika Serikat melancarkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir Iran Fordow, Natanz, dan Isfahan pada Minggu, 22 Juni 2025.
Serangan ini dilakukan sebagai bentuk dukungan AS terhadap sekutunya, Israel.
Sebagai respons, Parlemen Iran menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz, jalur penting perdagangan minyak dunia.
Mayor Jenderal Esmaeil Kowsari dari Komisi Keamanan Nasional Iran menyatakan bahwa langkah ini dianggap perlu untuk melindungi kedaulatan negara.
Baca juga: Langkah Cepat Iran: Menlu Araghchi Bertolak ke Rusia Temui Vladimir Putin Usai Serangan AS
Namun, keputusan akhir akan ditentukan oleh Dewan Keamanan Tertinggi Nasional.
Jika Selat Hormuz benar-benar ditutup, dunia diprediksi akan menghadapi krisis energi dan guncangan ekonomi global, mengingat jalur ini digunakan untuk mengangkut sekitar 20 persen pasokan minyak dunia.
Serangan AS terjadi setelah Israel lebih dulu menyerang Iran pada 13 Juni, yang kemudian memicu balasan dari Teheran.
Kementerian Kesehatan Iran melaporkan sedikitnya 430 warga Iran tewas dan lebih dari 3.500 terluka akibat serangan Israel.
Sementara pihak Israel menyebut 25 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat serangan rudal balasan Iran.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran global akan kemungkinan pecahnya konflik skala besar di kawasan, bahkan memicu peringatan akan potensi Perang Dunia III.
Dengan padatnya lalu lintas di perairan tersebut, berikut dampak yang ditimbulkan apabila Iran benar-benar menutup Selat Hormuz:
1. Harga minyak melonjak
Jika Selat Hormuz benar-benar ditutup, dampaknya akan langsung terasa pada lonjakan harga minyak dunia dan berisiko memicu gangguan besar terhadap perekonomian global.
Situasi ini akan memperburuk kondisi pasar energi yang sebelumnya sudah terguncang akibat serangan Israel terhadap Iran.
Menurut laporan Middle East Forum, Sabtu (21/6/2025), setiap gangguan di Selat Hormuz berpotensi mengguncang pasokan energi global dan mendorong harga minyak melonjak tajam, bahkan bisa melewati angka 100 dollar AS (sekitar 1,6 juta) per barel.
Lonjakan ini akan memperburuk inflasi dan memperdalam ketidakstabilan ekonomi dunia.
Selain itu, logistik pelayaran di kawasan tersebut akan semakin rumit akibat kenaikan biaya asuransi dan meningkatnya risiko pengiriman.
2. Memicu negara-negara Teluk bertindak
Jika Iran benar-benar memblokade Selat Hormuz, negara-negara Teluk Arab yang selama ini berselisih dengan Iran dan merupakan sekutu Amerika Serikat, kemungkinan besar akan terdorong untuk mengambil tindakan.
Hal ini karena ekonomi mereka sangat bergantung pada ekspor minyak dan gas alam, dua komoditas yang akan terdampak langsung.
Tekanan ekonomi tersebut bisa memaksa mereka mendukung intervensi atau mencari jalur alternatif untuk menyalurkan energi ke pasar global.
3. Memicu krisis dan inflasi di berbagai negara
Dilansir dari Arab News, Minggu (15/6/2025), jika Iran menutup Selat Hormuz, hal itu akan mengganggu jalur utama pengiriman minyak dan gas alam dunia, yang pada akhirnya memicu krisis pasokan energi.
Terganggunya arus distribusi ini dapat menyebabkan harga energi melonjak tajam, disertai peningkatan biaya tambahan seperti pengiriman dan asuransi.
Efek domino dari krisis ini diperkirakan akan menyebar ke seluruh dunia, mendorong lonjakan inflasi dan kenaikan harga barang di berbagai negara, dari Amerika Serikat hingga Jepang.
Meski negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk telah berupaya mengurangi risiko dengan berbagai investasi, langkah tersebut hanya memberikan perlindungan terbatas.
Kerentanan jalur ini, ditambah kemungkinan sabotase terhadap infrastruktur minyak Arab Saudi atau instalasi di wilayah Emirat dekat Fujairah, dapat memperpanjang gangguan pasokan energi secara signifikan.
Jika perang berkecamuk dan Iran benar-benar menutup Selat Hormuz, dampaknya akan terasa jauh melampaui Timur Tengah.
Dunia pun akan menghadapi ancaman krisis energi besar-besaran yang dapat merambat ke sektor-sektor penting lainnya.
Jalur penting
Langkah penutupan jalur pelayaran penting di Teluk Persia tersebut secara luas dipandang sebagai ancaman Iran yang paling efektif untuk menyakiti Barat, sebagaimana dilansir Reuters.
Hampir seperempat pengiriman minyak global melewati Selat Hormuz, perairan sempit yang berbatasan atara Iran dengan Oman dan Uni Emirat Arab (UEA).
Iran Press TV melaporkan, kini penutupan selat secara resmi memerlukan persetujuan dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi.
Dewan tersebut merupakan badan yang dipimpin oleh orang yang ditunjuk oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Upaya untuk menghentikan pasokan minyak dari Teluk dengan menutup selat tersebut dapat menyebabkan harga minyak global meroket.
Selain itu, penutupan selat itu juga akan menggebuk perekonomian dunia serta mengundang konflik dengan Armada Kelima Angkatan Laut AS yang besar yang bermarkas di Teluk.
Harga minyak kemungkinan akan naik antara 3 sampai 5 dollar AS per barel saat perdagangan dilanjutkan setelah AS menyerang Iran pada akhir pekan, kata sejumlah ahli.
Kenaikan minyak diperkirakan semakin meningkat jika Iran membalas dengan keras dan menyebabkan gangguan pasokan minyak yang besar.
Pakar keamanan telah lama memperingatkan bahwa Iran yang melemah juga dapat menemukan cara-cara tidak konvensional lainnya untuk membalas, seperti pengeboman atau serangan siber.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
-
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Baca berita lainnya di: Google News
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini