TRIBUNMANADO.CO.ID - Lima orang dilaporkan oleh Joko Widodo ke Polda Metro Jaya, Rabu (30/4/2025).
Mereka dilaporkan terkait kasus ijazah palsu yang dituduhkan kepada Presiden ke 7 RI Jokowi.
Mereka berlima berinisial RS, ES, RS, T, dan K.
Baca juga: Diutus Presiden Prabowo ke Vatikan, Jokowi Tak Hadiri Sidang Dugaan Ijazah Palsu di PN Solo Hari Ini
Selama ini terlihat Jokowi hanya diam saja terhadap banyak tudingan miring yang diarahkan kepadanya.
Namun siapa sangka, ia kemudian menempuh jalur hukum terhadap kasus yang sudah lama ditudingkan kepadanya.
Ada lima pasal yang digunakan Jokowi dalam laporannya.
Seperti ciri khasnya, Jokowi tetap tenang saat membuat laporan tersebut.
Adapun pasal yang digunakan berbeda ketika adanya pelaporan dari relawan Pemuda Patriot Nusantara terhadap pakar telematika Roy Suryo (Eks Menpora), ahli digital forensik Rismon Sianipar, dan pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma atau dokter Tifa ke Polda Metro Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Mereka dilaporkan dengan menggunakan Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan.
Sementara pasal yang digunakan Jokowi adalah Pasal 310 dan 311 KUHP dan Pasal 27A, 32, dan 35 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Pasal yang kita duga dilakukan itu ada 310, 311 KUHP, ada juga beberapa pasal di UU ITE, antara lain Pasal 27A, 32, dan 35 Undang-Undang ITE. Iteu semua sudah disampaikan," ujar kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan.
Yakup juga menuturkan pihaknya telah menyerahkan beberapa barang bukti dan video kepada penyidik.
Dia mengatakan Jokowi akan menghormati segala proses hukum yang dilakukan oleh penyidik.
"Kami sudah menyerahkan ini kepada para penyidik dan penyelidikan masih sekarang tahapannya, sehingga kami hormati dan kami akan menyerahkan kepada pihak kepolisian untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pokok perkaranya," tuturnya.
Setelah diperiksa, Jokowi mengungkapkan laporannya ke Polda Metro Jaya terkait ijazah palsu yang ditudingkan terhadapnya demi memperjelas persoalan yang sedang bergulir.
"Ini sebetulnya masalah ringan, urusan tuduhan ijazah palsu, tapi perlu dibawa ke ranah hukum agar semua jelas dan gamblang," kata Jokowi.
Meski kasus ini terkesan ringan, Jokowi menganggap perlu mengambil langkah hukum.
Saat ditanya pihak yang dilaporkan, Jokowi menyerahkan detailnya kepada tim kuasa hukum.
Mantan Wali Kota Solo itu juga mengungkapkan perlunya dirinya langsung melaporkan lantaran dikira olehnya sudah selesai setelah tidak lagi menjadi presiden.
Namun, karena kasus terus bergulir, ia merasa perlu menyelesaikannya secara tuntas.
"Dulu masih menjabat, tak pikir sudah selesai, ternyata masih berlarut-larut, jadi lebih baik biar menjadi jelas dan gamblang," ucapnya.
Ketika ditanya apakah tuduhan tersebut bermuatan politis, Jokowi menjawab santai sambil tertawa.
"Nggak tahu," jawabnya singkat.
Ketika ditanya alasan sampai langsung melapor, Jokowi mengatakan bahwa tuduhan yang dialamatkan kepadanya adalah delik aduan.
Soal apakah menunjukkan ijazah saat pemeriksaan, Jokowi kembali meminta wartawan menanyakan ke kuasa hukum.
"Detailnya tanya ke kuasa hukum," kata Jokowi.
Dia juga mengatakan telah menjawab 35 pertanyaan dari penyidik saat melapor.
"Ditanya banyak, 35 pertanyaan," ujarnya.
Terkait kemungkinan dilakukan digital forensik terhadap ijazahnya, Jokowi menyatakan siap jika memang dibutuhkan.
"Kalau diperlukan, silakan, yang jelas sudah (dipenuhi)," kata Jokowi.
Lima pasal yang digunakan
Lima pasal dijeratkan dalam pelaporan Presiden RI ke-7 Joko Widodo atau Jokowi untuk melaporkan lima orang dalam kasus tudingan ijazah palsu.
Kelima pasal tersebut adalah Pasal 310 dan 311 KUHP dan Pasal 27A, 32, dan 35 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dari seluruh pasal yang diusung tersebut, satu di antaranya bisa menjerat terlapor dengan pidana maksimal 12 tahun penjara.
Berikut uraian jerat hukum penjara berdasarkan pasal-pasal yang dibawa Jokowi untuk melaporkan lima terlapor dirangkum dari berbagai sumber pada KUHP dan UU ITE terbaru, yaitu UU Nomor 1 Tahun 2024 (perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008).
1. Pasal 310 KUHP (Penghinaan Lisan/Tertulis)
-Pasal 310 ayat (1): Barang siapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu hal secara lisan (fitnah ringan) dapat dikenakan:
Pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak Rp4.500.
-Pasal 310 ayat (2): Jika penghinaan dilakukan secara tertulis atau dengan gambar (fitnah tertulis),
Pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp4.500.
2. Pasal 311 KUHP (Fitnah/Pengaduan Palsu)
Jika pelaku penghinaan (seperti di Pasal 310) dapat membuktikan tuduhan itu tidak benar, maka bisa dijatuhi:
Pidana penjara paling lama 4 tahun.
3. Pasal 27A UU Nomor 1 Tahun 2024 (Penghinaan/Doktrin Baru Penghinaan Daring)
Pasal ini merupakan pasal baru pengganti pasal 27 ayat (3) UU ITE sebelumnya.
Berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduh sesuatu hal dengan maksud yang nyata supaya hal itu diketahui umum melalui Sistem Elektronik...”
Pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp200 juta.
4. Pasal 32 UU Nomor 1 Tahun 2024 (Akses/Pengubahan Dokumen Elektronik)
-Pasal 32 ayat (1): Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengubah, menambah, mengurangi, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan informasi elektronik.
Pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.
-Pasal 32 ayat (2): Jika hal tersebut menyebabkan informasi elektronik tidak bisa diakses.
Pidana penjara paling lama 9 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
-Pasal 32 ayat (3): Jika dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar.
5. Pasal 35 UU Nomor 1 Tahun 2024 (Pemalsuan Informasi Elektronik/Dokumen Elektronik)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak membuat informasi atau dokumen elektronik seolah-olah data itu otentik, padahal palsu.
Pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com