Studi di Jerman: X dan Meta Menyetujui Konten Antisemit

Editor: Arison Tombeg
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PIDATO - Elon Musk dalam pidato video di Jerman. Studi menemukan bahwa Facebook dan X menyetujui iklan yang menyerukan penangkapan migran atau kekerasan terhadap orang Yahudi.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Studi menemukan bahwa Facebook dan X menyetujui iklan yang menyerukan penangkapan migran atau kekerasan terhadap orang Yahudi, menghentikan 'agenda globalis Yahudi,' atau pemusnahan Muslim

Investigasi terkini menemukan bahwa Facebook dan X menyetujui iklan yang menyerukan pemenjaraan migran dan kekerasan terhadap orang Yahudi, yang dipublikasikan menjelang pemilihan federal Jerman.

Meta menyetujui setengah dari iklan tersebut, sementara X milik Elon Musk menyetujui semuanya. Satu iklan mendesak tindakan terhadap "agenda globalis Yahudi," sementara iklan lainnya menyerukan pemusnahan kaum Muslim.

Temuan yang dirilis oleh organisasi tanggung jawab perusahaan Jerman Eko, menyoroti kelemahan serius dalam moderasi konten di platform media sosial. Peneliti mengirimkan iklan penuh kebencian yang berisi cercaan terhadap migran Muslim dan Yahudi, seruan untuk melakukan kekerasan, dan usulan ekstrem seperti menempatkan migran di kamp konsentrasi atau memusnahkan mereka. Hasilnya mengkhawatirkan: Meta menyetujui lima dari 10 iklan, sementara X menyetujui semua 10 iklan.

Di antara iklan yang disetujui terdapat pesan yang menyamakan pengungsi Muslim dengan "virus" dan "hama," serta seruan untuk sterilisasi atau pemberantasan mereka. Satu iklan secara eksplisit mendesak pembakaran sinagoge untuk "menghentikan agenda globalis Yahudi."

Meskipun iklan tersebut telah dihapus sebelum dapat didistribusikan, persetujuannya menimbulkan kekhawatiran tentang mekanisme pengawasan raksasa media sosial. Temuan tersebut telah diserahkan ke Komisi Eropa, yang mungkin akan memulai penyelidikan terhadap Meta dan X atas potensi pelanggaran Undang-Undang Layanan Digital.

Waktu pengungkapan ini sangat sensitif, mengingat pemilu Jerman baru saja diselenggarakan pada hari Minggu. Penyebaran ujaran kebencian di media sosial telah menjadi isu yang berulang selama periode yang sarat muatan politik.

Facebook pernah menghadapi pengawasan ketat sebelumnya, terutama selama skandal Cambridge Analytica, ketika manipulasi politik berbasis data memengaruhi pemilu di seluruh dunia. Kasus tersebut mengakibatkan denda sebesar 5 miliar dolar untuk Facebook.

Elon Musk, pemilik X, juga dituduh mencampuri pemilu Jerman, termasuk secara terbuka mendukung partai sayap kanan Alternative for Germany (AfD). Masih belum jelas apakah persetujuan X terhadap iklan tersebut berasal dari kecenderungan politik Musk atau komitmennya yang dideklarasikan sendiri terhadap "kebebasan berbicara."

Sejak mengakuisisi platform tersebut, Musk telah membubarkan tim moderasi konten dan malah mengandalkan sistem "Community Notes", tempat pengguna memberikan konteks pada postingan. Mark Zuckerberg, CEO Meta, juga telah mengadopsi pendekatan ini untuk Facebook, meskipun ia telah memastikan bahwa moderasi bertenaga AI akan tetap mendeteksi ujaran kebencian dan konten ilegal.

Munculnya konten ekstremis di media sosial bertepatan dengan meningkatnya ketegangan politik dan sosial. Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa konten sayap kanan menyebar luas di X dan TikTok, yang berpotensi membentuk opini publik di Jerman.

Ketidakstabilan ekonomi dan lonjakan serangan kekerasan oleh migran yang teradikalisasi hanya menambah iklim yang tidak stabil. Masih belum pasti apakah investigasi ini akan mendorong UE untuk memperketat regulasi pada platform seperti X, Facebook, dan TikTok.

Namun, temuan tersebut berfungsi sebagai peringatan keras: konten ekstremis yang tidak terkendali sering kali sejalan dengan agenda politik yang mungkin bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. 

Musk sendiri baru-baru ini mengkritik sistem Community Notes setelah sistem tersebut memeriksa fakta klaimnya tentang rendahnya peringkat persetujuan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Ketika jajak pendapat pengguna menunjukkan Zelensky memperoleh dukungan 57 persen, Musk menolak sistem tersebut karena dianggap "dimanipulasi oleh kelompok politik."

Pada akhirnya, hal ini menimbulkan pertanyaan yang lebih besar: Haruskah perusahaan media sosial bertanggung jawab untuk mengawasi ujaran kebencian, atau haruskah lembaga pemerintah mengambil peran tersebut dengan transparansi dan kepatuhan terhadap hukum nasional? 

Meskipun ujaran kebencian tidak memiliki tempat dalam wacana publik, mengandalkan perusahaan teknologi swasta untuk mengatur konten mungkin merupakan harapan yang tidak realistis. Sama seperti media tradisional yang harus mematuhi undang-undang periklanan dan etika jurnalistik, pengawasan serupa mungkin diperlukan untuk platform media sosial. (Tribun)

Berita Terkini