TRIBUNMANADO.CO.ID - Pemerintah menerapkan kebijakan baru untuk memastikan pendistribusian subsidi energi lebih tepat sasaran mulai Sabtu (1/2/2025).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa agen resmi Pertamina tidak lagi diperbolehkan menjual elpiji 3 kilogram (kg) kepada pengecer.
Kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki sistem distribusi elpiji 3 kg agar lebih terkontrol dan tepat guna.
Dengan aturan baru ini, pemerintah berharap harga yang diterima masyarakat tetap sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan serta mencegah lonjakan harga akibat distribusi yang tidak sesuai prosedur.
Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, memberikan dukungan terhadap kebijakan pemerintah yang melarang penjualan elpiji 3 kilogram di warung atau pengecer, asalkan kebijakan tersebut berdampak positif bagi masyarakat.
Namun, Ketua Hiswana Migas Cianjur, Hedi Permadi Boy, mengingatkan bahwa penerapan aturan tersebut tidak bisa dilakukan secara langsung.
Ia menekankan pentingnya pelaksanaan bertahap untuk menghindari polemik dan gejolak sosial di masyarakat.
"Jangan sampai aturan atau regulasi yang baru ini justru membuat masyarakat kesulitan mendapatkan elpiji bersubsidi," kata Hedi melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Senin (3/1/2025) malam.
Hedi menjelaskan bahwa meskipun aturan tersebut mulai berlaku pada 1 Februari 2025, implementasinya di wilayah Cianjur belum sepenuhnya berjalan.
"Saat ini, pengecer atau warung masih menjual elpiji 3 kilogram karena, berdasarkan informasi, mereka masih mendapat pasokan dari pihak pangkalan atau mungkin sedang menghabiskan stok yang ada," ujarnya.
Kebijakan ini, menurut Hedi, masih menimbulkan pro dan kontra.
Pihaknya baru saja menggelar pertemuan dengan Pertamina untuk membahas regulasi serta teknis implementasi kebijakan tersebut.
"Pada prinsipnya, kami mendukung kebijakan ini. Namun, pelaksanaannya harus dilakukan secara bertahap, sambil terus berupaya mengajak pemilik warung atau pengecer untuk beralih menjadi pangkalan resmi," ungkap Hedi.
Hedi juga menegaskan bahwa hingga saat ini, ketersediaan elpiji 3 kilogram di Kabupaten Cianjur masih terpantau aman.
"Tidak ada kelangkaan, apalagi antrean panjang seperti di daerah lain. Semuanya masih dalam kondisi normal," imbuhnya.
Dorong Warung Pengecer Elpiji Daftar Jadi Pangkalan agar Tetap Bisa Jualan, Berikut Syaratnya
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah, Beodyo Dharmawan, mengakui pentingnya peran pengecer dalam rantai distribusi elpiji, meskipun selama ini mereka tidak terdaftar secara resmi di Pertamina Patra Niaga.
Menanggapi kebijakan baru pemerintah yang melarang penjualan elpiji 3 kilogram atau gas melon oleh pengecer, Beodyo mendorong agar para pengecer mau beralih status menjadi pangkalan yang terdaftar secara resmi di Pertamina Patra Niaga.
"Para pengecer dipastikan tetap dapat berjualan sembako atau produk lainnya kendati nanti terdaftar sebagai pangkalan. Hanya dibutuhkan KTP, Nomor Induk Berusaha (NIB), dan foto usaha untuk mendaftar," ujarnya saat ditemui di kantornya, Senin (3/2/2025).
"Pengecer saat ini didorong jadi pangkalan, karena memberi pelayanan lebih dekat. Kemarin sampai September 2024 sudah ada sekitar 400 pengecer jadi pangkalan," lanjutnya.
Tujuan larangan penjualan elpiji 3 kg di pengecer
Beodyo menjelaskan bahwa saat ini terdapat 757 agen yang secara resmi terdaftar di Pertamina Patra Niaga, yang mendistribusikan gas ke lebih dari 55.715 pangkalan yang tersebar di 8.564 desa.
Diperkirakan terdapat 5-6 pangkalan di setiap kelurahan atau desa, namun jumlah tersebut masih dinilai belum merata.
Akibatnya, pengecer hadir untuk membeli elpiji di pangkalan dan menjualnya di warung atau toko dengan harga yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).
"Harusnya masyarakat mendapat elpiji sesuai HET. Apa yang terjadi di lapangan, masyarakat butuh pembelian lebih dekat yang membuka ruang tumbuh pengecer," kata dia.
"Pengecer mengambil dari pangkalan untuk mendekat ke pembeli, cuma ada margin keuntungan. Kadang pembeli juga minta gas diantar. Di lapangan, harga lebih dari HET karena faktor itu," beber Beodyo.
Dia menambahkan bahwa dengan pengecer yang beralih menjadi pangkalan, distribusi elpiji subsidi dapat lebih tepat sasaran dan sesuai dengan HET.
Beodyo juga menegaskan bahwa tidak ada kelangkaan gas karena pemerintah telah mengalokasikan stok gas melon di Jawa Tengah selama tahun 2025 sebanyak 1.213.906 metrik ton.
"Disparitas harga sampai Rp 20.000-Rp 25.000 per tabung. Pemerintah pusat ingin tidak ada pengecer, maka dibatasi pembelian di pangkalan agar pengecer jadi pangkalan. Untuk itu, di Jateng, pangkalan digenjot supaya lebih banyak, agar masyarakat dalam akses mendapat elpiji mudah," lanjutnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
-
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Baca berita lainnya di: Google News
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini