Menurutnya, tindakan anggota Polri, meskipun atas nama penegakan hukum, hal itu bertentangan dengan kebijakan Jaksa Agung, Kapolri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kebijakan dimaksud adalah menunda seluruh proses hukum terhadap pejabat sebagai peserta pemilu demi menjaga netralitas aparatur penegak hukum agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang atau menarik penegak hukum ke politik praktis yang juga dilarang dalam UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Menurut Petrus Salestinus, kegiatan oknum anggota Polri di beberapa wilayah di Sulut masuk keluar desa yang dilakukan secara terbuka, diduga bertujuan mempengaruhi para pemilih agar mendukung paslon tertentu yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.
Hal itu, tambahnya, merupakan pembangkangan atau insubordinasi dari aparatur Polri di tingkat Polda, Polres dan Polsek terhadap Kapolri.
Padahal, lanjutnya, tindakan tersebut bertentangan dengan UU Polri, Peraturan Pemerintah (PP) No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Juga bertentangan Instruksi Kapolri melalui Surat Telegram Nomor: ST/1160/V/RES.1.24.2023 yang ditujukan kepada seluruh Kapolda di Indonesia.
"Namun hal itu dibiarkan oleh Kapolri dan Kapolda Sulut, sehingga dibaca oleh publik Sulut bahwa Polri tetap tidak netral, memihak paslon tertentu yang dekat dengan kekuasaan, dan tanpa tedeng aling-aling masuk ke politik praktis," ujarnya.
Ketidaknetralan oknum Polri dinilai Petrus juga mencoreng wajah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di awal minggu pertama pemerintahannya.
"Oleh karena itu, Kapolri tidak hanya harus segera menghentikan langkah Kapolda Sulut, tetapi juga wajib memerintahkan Kadiv Propam Polri untuk melakukan tindakan kepolisian dan proses etik berdasarkan Peraturan Kode Etik Profesi Kepolisian RI. "
Mereka meminta Kapolri agar segera menindak Kapolda Sulut dan jajaran di bawahnya (Polres dan Polsek) dan memerintahkan Kadiv Propam untuk melakukan tindakan kepolisian dan penegakan kode etik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam tempo selambat-lambatnya 7 hari setelah somasi diterima.
Pilkada Sulut 2024 akan diikuti tiga paslon cagub-cawagub yakni nomor urut 1 Yulius Selvanus Lumbaa-Victor Mailangkay yang diusung Gerindra, Golkar, Nasdem, PKS dan beberapa partai lainnya.
Nomor urut 2 adalah pasalon Elly Engelbert Lasut - Hanny Joost Pajouw diusung Partai Demokrat.
Sementara nomor urut 3 adalah paslon Steven Kandouw-Alfred Denny Djoike Tuejeh diusung PDIP, Hanura dan Gelora.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Baca Berita Lainnya di: Google News
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya