Longsor Tambang Emas Gorontalo

Sutrima Bawa Jenazah Aditya Pulang Bolmong Sulawesi Utara, 23 Korban Meninggal di Tambang Gorontalo

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Update data korban longsor tambang emas di Gorontalo.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Update data hingga Rabu 10 Juli 2024. Sejumlah warga asal Sulawesi Utara turut menjadi korban longsor di tambang emas Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Ada yang selamat, ada pula yang meninggal. Mereka dievakuasi ke posko utama di Suwawa Timur sejak Senin (8/7/2024).

Berdasar data Basarnas, hingga Selasa (9/7) tercatat tim gabungan mengevakuasi 23 korban meninggal. Masih ada 33 orang yang dicari. Mereka diduga tertimbun saat longsor menutup areal pertambangan itu pada Minggu (7/7) sekitar pukul 03.00 Wita. Selain itu, ada 81 korban selamat.

Satu di antara korban meninggal bernama Aditya Pobela. Pemuda 17 tahun itu asal Dumoga, Kabupaten Bolaang Mogondow. Keluarga menjemput jenazah Aditya untuk dipulangkan ke Dumoga.

Sutrima, tante Aditya, mengaku kaget mendengar peristiwa longsor di tambang Suwawa. "Saya itu dapat infonya kemarin, cuma dapat dari Facebook," ujar dia kepada TribunGorontalo.com, Senin (8/7).

Ia mengatakan, ponakannya itu baru pertama kali bekerja di tambang. Aditya dikenal sebagai pribadi pendiam dan murah senyum. Ia sangat patuh pada orangtuanya. "Termasuk saya tantenya, dia sangat penurut," kata dia.

Aditya tak melanjutkan pendidikannya dan lebih memilih langsung bekerja. "Kabar longsor itu membuat kami keluarga syok," ujarnya.

Kondisi keluarga makin terpukul pasca mengetahui Aditya telah dievakuasi ke RS Bhayangkara Gorontalo. "Saya, omnya sama ibunya langsung datang ke sini sewa mobil," kata dia.

Korban meninggal asal Sulut lainnya bernama Bobi Dama. Jenazahnya dipulangkan ke Pontodon, Kotamobagu, dan tiba Selasa (9/7) sekitar pukul 05.00. Setelah itu dimakamkan pada pukul 07.00.

Sudianto, kerabat korban, mengatakan bahwa Bobi memang bekerja sebagai penambang di Suwawa. Ia awalnya ikut kenalannya ke Suwawa.

Dari orang yang mengantar jenazah Bobi, Sudianto mendengar cerita bahwa saat peristiwa itu almarhum tidur. “Waktu jam tidur kejadian, malam. Almarhum terbangun memeriksa keadaan. Langsung tertimpa longsor,” ucapnya.

Lanjut dia, Bobi masih hidup saat ditemukan. Namun, ia mengembuskan napas terakhir dalam proses evakuasi.
“Katanya waktu ditemukan masih hidup, masih bernafas. Saat mau dilarikan ke RS, sudah tidak tahan, akhirnya meninggal,” katanya.

Almarhum Bobi meninggalkan dua orang putri dan cucunya yang saat ini tinggal bersama sang ayah Subrata Dama.
Kepala Basarnas RI Kusworo mengatakan, pihaknya mengerahkan helikopter jenis AW-169 untuk membantu mengevakuasi para korban. "Tadi kami berhasil mengevakuasi sebanyak 12 korban jiwa menggunakan helikopter," ungkap Kusworo saat meninjau lokasi helipad, Selasa (9/7) sore.

Ada tambahan 30 personel Basarnas Jakarta turut membantu mengevakuasi korban yang masih berada di titik longsor. Mereka adalah Basarnas Spesialis Grup (BSG), tim spesialis untuk mengevakuasi korban yang tertimbun longsor. "Personel BSG itu merupakan tim yang spesialis untuk pencarian orang dengan skala yang sulit," tuturnya.

Proses evakuasi di lokasi tambang Suwawa mengalami berbagai kendala, termasuk kondisi medan yang sulit dan cuaca yang tidak menentu. Meskipun demikian, tim SAR terdiri dari berbagai instansi tetap bekerja keras untuk menemukan korban masih tertimbun.

Syamsul Kalangi (42), korban selamat asal Desa Modayag, Bolaang Mongondow Timur, mengaku baru sekitar dua minggu menambang di Suwawa, tepatnya di titik bor satu. Saat kejadian, Syamsul bersama 11 teman kerjanya sedang tertidur. "Jadi sudah capek seharian, makanya pulas tertidur," ujarnya.

Syamsul tidur dalam ruangan bersama satu rekannya. Longsor terjadi sekira pukul 04.00 Wita. "Karena posisi setengah sadar, makanya tidak siap," terangnya.

Ketika terjadi guncangan, Syamsul segera berlari menyelamatkan diri. Kondisi gelap dan becek membuatnya jatuh bangun mencari area untuk menyelamatkan diri. "Pokoknya baku cakar, tidak tahu mau kemana, yang jelas saya harus keluar dari situ," ungkapnya.

Saat berusaha menyelamatkan diri, Syamsul tersandung hingga akhirnya tertimpa timbunan tanah dan bebatuan. Di tengah timbunan tanah itu, ia mengaku beberapa saat tak sadarkan diri. "Mungkin ada sekitar beberapa detik tidak sadar," timpalnya.

Tak lama berselang, kesadarannya kembali pulih, dan hanya melihat kegelapan. "Saya berusaha bongkar tanah yang menimpa saya," kata dia.

Usahanya itu membuahkan hasil, ia berhasil keluar dari reruntuhan. Syamsul mengenang suasana begitu mencekam. Ada banyak teriakan meminta pertolongan, ada pula suara orang-orang menangis. "Namun saat itu semua sibuk mencari tempat yang aman dulu," ujarnya.

Setelah longsor selesai, baru kemudian Syamsul mencari 11 rekan-rekannya yang lain. "Satu-persatu mereka datang," ujarnya. Dari total 11 rekannya itu, satu orang tak selamat. Yakni Alfian Mamonto yang juga berasal dari Modayag. (gob/pin/max/tribungorontalo.com)

8 Jam Terjebak di Lubang

NOFRIANTO Suleman (27) dan Zulpin Radjalawo (27), dua di antara korban selamat longsor di pertambangan emas Suwawa, Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Keduanya bertahan hidup hanya bermodalkan air setengah botol dan kekuatan doa.

Dua warga Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, itu awalnya masuk ke dalam lubang untuk menambang pada Sabtu (6/7/2024) sekira pukul 21.00 Wita. Dua jam setelahnya longsor pun terjadi.

Mereka lantas terjebak di dalam lubang tambang karena pintu masuk tertimbun material longsor. "Saat kami ingin keluar dari lubang tambang di malam hari, tiba-tiba longsor menutup jalan keluar. Jadi kami pasrah, tinggal menunggu bantuan," kata Nofrianto saat ditemui di kediaman Kepala Desa Tulabolo, Senin (8/7/2024).

Selama 8 jam itu, Nofrianto dan Zulpin harus bertahan hidup di dalam kegelapan dan kesempitan. Mereka berbagi air kemasan. “Kami hanya punya setengah botol air. Kami harus menghematnya, minum sedikit demi sedikit agar tidak kehabisan tenaga,” lanjut Nofrianto.

Mereka berteriak minta tolong. Namun suara hanya menggema. Situasi penuh ketidakpastian dan ketakutan itu, kedua remaja ini memutuskan untuk berwudhu. “Kami berwudhu dengan air yang mengalir dari luar dan masuk ke dalam lubang. Kami pasrahkan semuanya kepada Allah,” tutur Nofrianto.

Setelahnya mereka sempat tertidur dengan posisi duduk di dalam lubang tambang berukuran 1 x 1 meter tersebut. Namun tidur mereka tak nyenyak. Sesekali terdengar gemuruh guntur dan longsor dari dalam lubang.

Saat mereka tertidur, kedua pemuda itu juga sempat mendengar suara teriakan dari luar lubang. Teriakan itu memberikan semangat keduanya untuk bertahan hidup. Sebab, mereka optimistis pertolongan akan datang.

"Ada sempat terdengar suara dari luar memanggil nama kita berdua. Tadinya tenaga kita sudah lemah, jadi bangkit lagi karena suara panggilan itu," kenang Nofrianto.

Sebelum Nofrianto dan Zulpin masuk ke dalam lubang tambang tepatnya di titik bor 19, paman Nofrianto sebagai penjaga lubang mengetahui hal itu. Paman Nofrianto akhirnya berhasil menemukan dan mengevakuasi keduanya dari reruntuhan.

Namun evakuasi butuh waktu sejam karena paman Nofrianto menggali material longsor menggunakan alat seadanya. Masyarakat penambang lainnya juga turut membantu proses evakuasi. "Dari jam 11 malam kami tertimbun, bisa keluar dalam lubang nanti jam 7 pagi keesokan harinya," kata Nofrianto. (Tribungorontalo.com)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Berita Terkini