TRIBUNMANADO.CO.ID - Perekonomian Indonesia sedang tak baik-baik saja.
Terbukti dengan mata uang Indonesia yang terus merosot posisinya dari mata uang negara lain.
Satu di antaranya dari mata uang dollar AS.
Baca juga: Sosok Fransiskus Xaverius Soedanto Disapa Dokter Seribu Rupiah, Ini Kisahnya di Tanah Papua
Belakangan mata uang rupiah terus tertekan, hingga saat ini Rp16.400 per dollar AS.
Belum diketahui kapan kondisi tersebut akan pulih.
Sebab selama inin nilai mata uang rupih berkisar Rp15 ribu per dollar AS.
bahkan diperkirakan bisa akan lebih tertekan lagi.
Nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS semakin tertekan.
Rencana Presiden terpilih, Prabowo Subianto menggerek rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) jadi satu di antara penyebabnya.
Rupiah semakin tertekan dan telah menembus level Rp16.400 per dollar AS.
Berdasarkan sumber informasi yang namanya enggan disebutkan, Prabowo disebut berencana meningkatkan rasio utang sebesar 2 persen setiap tahunnya, hingga mendekati 50 persen.
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, kabar tersebut tentu berpengaruh terhadap pergerakan kurs rupiah.
Pasalnya, kabar itu berpengaruh terhadap kepercayaan investor dengan kondisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) RI.
"Bagaimanapun juga peningkatan utang yang akan direncanakan oleh pemerintah mendatang tentu akan berdampak terhadap berbagai hal," kata dia, kepada Kompas.com, Selasa (18/6/2024).
Yusuf menjelaskan, kekhawatiran itu kemudian membuat investor berbondong-bondong untuk menarik modalnya di pasar keuangan RI. Hal ini yang kemudian membuat rupiah tertekan
"Ada kekhawatiran terkait bagaimana pengelolaan fiskal ke depannya, apakah kemudian kesehatan fiskal yang kerap kali diukur dari rasio atau batas devisa anggaran itu akan terpenuhi," tutur dia.
Sementara itu Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan, kenaikan rasio utang bakal berdampak terhadap rasio pembayara utang (debt to service ratio) yang meningkat.
Semakin besarnya kebutuhan pemerintah untuk membayar bunga serta pokok utang diyakini dapat membuat rupiah terperosok kian dalam.
"Pelemahan rupiah akan cukup dalam bisa menembus 18.000-19.400 per dollar AS karena kenaikan utang memicu pelebaran DSR," ucap dia.
Sebagai informasi, berdasarkan data Bloomberg, kurs rupiah terhadap dollar AS melemah 0,87 persen ke level Rp 16.412 pada Jumat (14/6/2024). Ini menjadi posisi terlemah rupiah sejak April 2020.
Sementara itu Departemen Komunikasi, Bank Indonesia, Erwin Haryono dalam siaran persnya pada 14 Juni 2024 lalu mengabarkan kondisi utang luar negeri Indonesaia saat ini.
Dalam rilisnya, ia menyatakan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada April 2024 menurun.
Posisi ULN Indonesia pada April 2024 tercatat sebesar 398,3 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada Maret 2024 yang sebesar 404,8 miliar dolar AS.
Secara tahunan, ULN Indonesia mencatat kontraksi pertumbuhan sebesar 1,5 persen (yoy), setelah tumbuh sebesar 0,2 persen (yoy) pada Maret 2024.
Penurunan tersebut bersumber dari ULN sektor publik dan swasta.
ULN pemerintah melanjutkan tren penurunan. Posisi ULN pemerintah pada April 2024 tercatat sebesar 189,1 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi pada bulan Maret 2024 sebesar 192,2 miliar dolar AS.
Secara tahunan, ULN pemerintah mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,6 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi 0,9 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
(*/ Tribun-medan.com)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com