TRIBUNMANADO.CO.ID - Viral sosok Wei Sihao.
Wei Sihao adalah seorang guru matematika tetapi juga sangat mahir dalam bahasa Mandarin, Fisika, dan Kimia.
Pada tahun 1980-an, ia juga ikut serta dalam penyusunan buku "Kamus Cina" sebagai anggota tim penulis Universitas Hangzhou.
Pada tahun 1999, Bapak Wei Sihao pensiun setelah lebih dari 40 tahun mengajar.
Pensiun bulanannya mencapai 5.600 yuan (Rp 12 juta). Baginya itu sudah cukup untuk mendapatkan kehidupan hari tua yang nyaman.
Istrinya sudah lama meninggal dan ketiga putrinya sudah menikah dan menetap di tempat lain.
Wei Sihao sendirian tetapi bertekad untuk tidak menerima pengasuhan anak-anaknya.
Anak-anaknya semua tahu bahwa ayah mereka keras kepala, tetapi tidak tahu bahwa setelah pensiun, ayah berubah dari seorang guru terkenal menjadi seorang lelaki tua yang mengais sampah.
Pria tua lain suka hidup bahagia di rumah bersama anak dan cucunya dan dihormati oleh orang lain, tapi Wei Sihao tidak peduli sama sekali.
Dia bahkan mengesampingkan ponselnya untuk menghemat tagihan telepon.
Wei Sihao rela menggunakan uang pensiunnya untuk membiayai siswa tidak mampu.
Ya, dilansir TribunStyle.com dari eva.vn pada Rabu, 17 April 2024, Wei Sihao lahir pada tahun 1938 di Zhejiang, Tiongkok.
Dia menunjukkan semangatnya untuk belajar sejak usia muda kemudian masuk ke Jurusan Cina di Universitas Normal Zhejiang.
Hobi terbesar Wei Sihao adalah membaca buku. Ia kerap menghabiskan seluruh waktunya untuk membaca, bahkan lupa makan dan tidur.
Yang paling dia sukai adalah buku sastra. Begitu dia menemukan buku yang bagus, dia akan senang dan kebiasaan ini berlanjut hingga tahun-tahun terakhirnya.
Setelah lulus pada tahun 1958, Wei Sihao menjadi guru matematika sekolah menengah.
Ia terus-menerus merangkum pengalamannya dan mencari metode pengajaran baru untuk membantu siswa menyerap pengetahuan dengan lebih baik.
Seiring berjalannya waktu, semua orang mulai menyukai guru yang mudah didekati dan menarik ini.
Semua anak perempuan merasa sulit untuk menghubungi ayah mereka sekarang.
Mereka tidak mengerti mengapa Wei Sihao berubah seperti itu setelah pensiun.
Wei Sihao rutin pergi ke perpustakaan untuk membaca buku pada siang hari dan pada malam hari dia membawa sebatang bambu dan dua tas, lalu memungut sampah di jalanan Hangzhou.
Ia tidak akan bersaing dengan tunawisma lainnya saat memungut sampah.
Dia mengerti bahwa orang-orang itu perlu mengandalkan ini untuk mencari nafkah sementara tidak ada yang mengerti mengapa orang seperti Wei Sihao harus bekerja begitu keras setiap malam.
Di zaman yang berkembang pesat ini, tidak banyak orang yang bisa tenang dan membaca buku secara perlahan.
Namun, begitu Wei Sihao duduk, dia akan benar-benar tenggelam dalam membaca, seolah-olah dia berada di surga.
Pria ini juga membuat staf perpustakaan Hangzhou terkesan ketika dia mencuci tangannya dengan bersih sebelum membaca buku.
Pada tanggal 18 Oktober 2015, terjadi peristiwa yang sangat menyedihkan.
Malam itu, seorang sopir taksi, menghindari rintangan di jalan, menabrak Wei Sihao yang sedang menyeberang jalan.
Meski segera dilarikan ke rumah sakit, pada akhirnya ia tidak selamat.
Pada 13 Desember 2015, Wei Sihao meninggal dunia pada usia 77 tahun.
Kematian mendadak sang ayah membuat ketiga putri Wei Sihao sangat sedih.
Saat mengemasi barang-barang ayahnya, mereka melihat kotak besi yang selalu disayangi ayahnya semasa hidup.
Setelah membuka kotak besi itu, ketiga saudara perempuan itu menangis.
Di dalam kotak besi tersebut terdapat catatan sumbangan uang yang bertumpuk, dari tahun 1999 hingga 2015.
Wei Sihao menggunakan julukan Wei Dingzhao saat berdonasi.
Selama bertahun-tahun mengajar, ia menyaksikan banyak siswa harus putus sekolah di tengah jalan karena kondisi keuangan.
Dia tidak ingin menyaksikan hal seperti itu sehingga dia bertekad untuk melakukan sesuatu.
Setelah pensiun, Wei Sihao mengusulkan kepada sekolah untuk membuka proyek dukungan keuangan bagi siswa miskin.
Namun pihak sekolah sendiri juga sedang menghadapi kesulitan saat itu, sehingga rencana tersebut tidak terlaksana.
Wei Sihao memutuskan untuk memulai rencana yang sulit ini sendirian.
Itu sebabnya ia pensiun dengan gaji tinggi tetapi hidup sangat hemat, bahkan memungut sampah di malam hari untuk mendapatkan uang tambahan.
Selama tahun-tahun tersebut, ia menyumbangkan total lebih dari 500.000 yuan (Rp1,1 miliar).
Para siswa sangat berterima kasih padanya, surat terima kasih yang mereka tulis kepadanya bisa memenuhi sebuah kotak besar.
Baru setelah Wei Sihao meninggal dunia, kejadian ini diketahui semua orang.
Seorang guru tidak memilih untuk menikmati kehidupan nyaman yang layak diterimanya, melainkan memungut sampah untuk membantu lebih banyak siswa bersekolah.
Pada bulan Desember 2015, kampanye pembangunan patung Wei Sihao diluncurkan dan menerima sejumlah uang yang diperlukan dalam waktu kurang dari 2 jam.
Setelah 2 tahun, patung itu selesai dibangun dan dikembalikan ke perpustakaan Hangzhou, tempat yang sering dia kunjungi di tahun-tahun terakhir hidupnya.
(TribunStyle.com/Febriana)
Sumber: TribunStyle.com
Artikel ini telah tayang di TribunStyle.com
Baca Berita Lainnya di: Google News
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya