TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Sidang korupsi PT Air Manado kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Manado.
Pada sidang kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan saksi fakta dari BPKP Sulawesi Utara.
Saksi tersebut bernama Samsul Arifin.
Namun dalam keterangannya, Samsul Arifin tampak kebingungan menjelaskan tentang kerugian negara yang ada dalam kasus korupsi PT Air Manado tahun 2005.
Menurut Samsul Arifin, pengalihan aset dari PDAM Manado ke PT Air Manado menimbulkan kerugian negara.
Tetapi, ketika ditanyakan hakim anggota, Futtoni, terkait kontribusi dari PT Air Manado ke Pemkot Manado senilai Rp 11 miliar, Samsul Arifin tampak kebingungan.
"Jadi kalau ada kontribusi dari PT Air ke Pemkot ini, apakah dinilai naif?" tanya hakim Futtoni.
"Iya pak hakim," kata saksi dalam sidang tersebut.
Samsul Arifin juga mengatakan jika tidak sepantasnya ada aset dari PDAM Manado kemudian beralih ke PT Air Manado.
Akan tetapi, pada saat ditanya mengenai IMB yang masih atas nama PDAM Manado, dirinya mengatakan tidak tahu.
Baca juga: PPP Sebut Koalisi Ide dan Gagasan KIB Tetap Berjalan, Sepakat Tidak Mencampuri Internal Partai
Baca juga: Wali Kota Bitung Maurits Mantiri Bertemu Rektor Unsrat Oktovian Sompie, Ini yang Dibahas
Begitu pula saat Ketua Majelis Hakim, Agus Dharmanto, menanyakan tentang fakta bahwa Pemkot Manado yang tak mengeluarkan uang sepeser pun dalam kerja sama.
Samsul Arifin juga tampak kebingungan menjawabnya.
"Dalam kerja sama ini kan tidak ada APBD atau APBN yang digunakan, lalu bagaimana BPKP menghitung kerugian negaranya?" tanya Agus Dharmanto.
"Kami tetap berpatokan pada aset yang mulia," sahut Samsul Arifin.
Fakta sidang lain yang terungkap adalah ketika hakim Futtoni menanyakan audit hutang yang dilakukan BPKP pada tahun 2017, dan itu murni hutang.
Tapi pada tahun 2020, BPKP kembali melakukan audit namun kali ini muncul kerugian negara.
"Tahun 2017 kan yang diaudit adalah hutang. Tapi kenapa tahun 2020 malah dilakukan audit lagi tapi ada kerugian negara?" tanya hakim.
Untuk pertanyaan ini, Samsul Arifin tampak kebingungan dan bahkan meminta bantuan ke beberapa stafnya yang ada di belakang.
Menanggapi pernyataan Samsul Arifin tersebut, kuasa hukum terdakwa Jan Wawo bernama Alfian Ratu mengatakan, perjanjian kerja sama yang tak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang bukanlah ranah BPKP untuk menilai.
Ia juga menegaskan pernyataan saksi dari BPKP soal pengalihan fisik dalam aset PDAM Manado ke PT Air Manado.
Baca juga: Tips Memutihkan Gigi Akibat Kopi
Baca juga: Pemkab Bolmong Sabet 2 Penghargaan di Pertengahan Tahun 2023
"Katanya ada pengalihan fisik dalam kasus ini. Tapi dari IMB aset-aset ini masih atas nama PDAM Manado, artinya tidak ada pengalihan," ujarnya saat ditemui Tribunmanado.co.id, Selasa (30/5/2023) di PN Manado.
Alfian Ratu mengatakan jika dalam kesaksiannya, saksi dari BPKP tidak bisa membuktikan adanya kerugian negara yang real atau faktual.
"Yang dinilai hanya potensi kerugian negara. Padahal menurut Undang-Undang Korupsi potensi ini tidak lagi berlaku," tegasnya.
Selain itu, Alfian Ratu mengatakan proses perhitungan BPKP hanya melakukan analisis yang punya relevansi terhadap keuangan negara.
"BPKP sama sekali tidak menganalisa dokumen yang ada, seperti tahun 2005-2006 ada hutang dari PDAM Manado ke WMD Belanda," ujarnya.
"Bukan cuma itu, BPKP tidak pernah masukkan saham dalam perhitungan mereka, kontribusi dari PT Air ke Pemkot Manado juga dinilai naif. Ini kan tak masuk akal," tegas dia.
Ia juga yakin dari penjelasan BPKP, hakim bisa menilai kalau kasus ini kerugian negaranya fiktif.
"Karena ini bukan korupsi melainkan perdata yang dipaksakan," tegas dia.(*)
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.