Kasus Teddy Minahasa

Teddy Minahasa Lolos dari Hukuman Mati, Ternyata Ini yang Jadi Pertimbangan Majelis Hakim

Editor: Ventrico Nonutu
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Irjen Pol Teddy Minahasa melambaikan tangan kepada awak media usai mengikuti agenda sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (2/2/2023). Irjen Pol Teddy Minahasa lolos dari hukuman mati.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Irjen Pol Teddy Minahasa lolos dari hukuman mati.

Majelis Hakim menjatuhkan hukuman lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Irjen Pol Teddy Minahasa dituntut hukuman seumur hidup.

Ternyata ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan majelis hakim untuk meringankan hukuman Irjen Pol Teddy Minahasa.

Hukuman tersebut berbeda dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut bahwa tidak ada satupun hal meringankan buat Teddy.

Baca juga: Kebakaran di RSUD Abepura Jayapura, Si Jago Merah Lahap Gedung IGD

Vonis tersebut dijatuhkan Hakim Jon setelah mendengarkan keterangan saksi, ahli, dan pihak-pihak terkait.

Tak lupa juga, Hakim Jon memertimbangkan penjelasan dan argumen terdakwa, bukti-bukti, tuntutan terhadap terdakwa, serta pendapat penasihat hukum selama persidangan.

Hakim Ketua Jon Sarman Saragih menilai tidak ada satu hal pun yang dapat menghapuskan kesalahan eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa dalam perkara narkoba yang menjeratnya.

Hal itu disampaikan Hakim Jon saat memaparkan amar tuntutan dalam sidang pembacaan putusan atau vonis terhadap Teddy Minahasa, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa (9/5/2023).

"Selama pemeriksaan terdakwa, Majelis Hakim tidak melihat adanya hal yang dapat menghapuskan kesalahan, sehingga terdakwa dipandang sebagai orang yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatan yang telah didakwakan sebagaimana dalam surat dakwaan tim penuntut umum dalam perkara ini," ujar Hakim Jon.

"Menimbang bahwa dengan demikian cukup beralasan bagi Majelis Hakim menyatakan unsur ini telah terpenuhi dan terbukti secara sah melawan hukum," imbuhnya.

Menurut Hakim Jon, Teddy memiliki peran yang secara sadar dan bersama-sama dengan terdakwa Dody Prawiranegara dan Linda Pujiastuti menyerahkan, menjual, dan menawarkan sabu tanpa izin atau melawan hukum.

Jon melanjutkan, terdakwa Teddy juga menikmati keuntungan berupa uang sebab mengajak dan meminta Dody untuk menukar barang bukti sabu dengan tawas.

"Terdakwa adalah orang yang berperan menggerakkan saksi Dody untuk mengantarakan langsung sabu ke Linda di Jakarta," ucap Jon.

Jon juga menyebut, Teddy terlibat komunikasi dengan Dody dan menyerahkan uang hasil pejulan narkoba jenis sabu kurang lebih 1.000 gram dengan jumlah Rp 300 juta.

"Terdakwa memimta Dody untuk tarik sabu 4.019 gram yang belum terjual. Namun terdakwa meminta untuk dijual dengan kesepakatan harga komisi yang baru," kata Jon.

Sehingga menurut Jon, alasan tersebut cukup bagi Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur-unsur melawan hukum telah terbukti secara sah dan meyakinkan.

Adapun beberapa hal yang meringankan Teddy yang disampaikan Hakim Ketua Jon Sarman Saragih saat vonis di PN Jakarta Barat, Selasa (9/5/2023), di antaranya:

1. Terdakwa belum pernah dihukum

2. Terdakwa telah mengabdi kepada negara di institusi Polri selama lebih kurang 30 tahun

3. Terdakwa banyak mendapat penghargaan dari negara.

Sementara itu, Hakim Jon mengatakan, ada tujuh hal yang memberatkan Teddy dalam perkara narkoba yang menjeratnya.

Di antaranya:

1. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya;

2. Terdakwa menyangkal perbuatannya dan berbelit dalam memberikan keterangan selama persidangan;

3. Terdakwa menikmati keuntungan dalam penjualan narkotika jenis sabu;

4. Terdakwa tidak mencerminkan aparat penegak hukum dengan baik;

"Terlebih dengan jabatan Kapolda (Kepolisian Daerah) yang seharusnya terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika," ujar Hakim Jon saat membacakan amar putusan.

5. Terdakwa merusak nama baik institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri);

6. Perbuatan terdakwa telah mengkhianati perintah presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkoba;

7. Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkoba.

Hakim Jon menerangkkan bahwa perbuatan Teddy sangatlah kontradiksi dengan tugas aparat penegak hukum seharusnya.

"Terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika," kata Hakim Jon.

"Sehingga sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggung jawab sebagai Kapolda," tandas Hakim Jon.

Sosok Hakim Jon

Di sisi lain, Banjarmasin Post membeberkan informasi terkait Hakim Jon Sarman Saragih.

Dikutip dari Banjarmasin Post bahwa Hakim Jon merupakan salah satu hakim yang berasal dari Sirpang Sigodang, Sumatera Utara.

Ia dilahirkan 54 tahun lalu oleh ibunya boru Sinaga dan ayahnya bermarga Saragih di Sirpang Sigodang Batu XX Kecamatan Pane Tongah Kabupaten Simalungun.

Ia merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.

Hakim Jon yang dahulunya adalah anak seorang petani memulai pendidikannya dengan mengejar gelar sarjana hukum dari Universitas Darma Agung.

Kegigihannya untuk menjadi seorang hakim pun membuatnya kembali mengejar gelar magister di Universitas Sumatera Utara.

Perjuangannya hingga menjadi seorang hakim pun tidaklah mudah.

Kariernya di dunia perhakiman pun sudah malang melintang.

Ia pertama kali masuk ke dunia perhakiman tahun 1992 saat dirinya terdaftar sebagai Calon Hakim PN Binjai tahun 1992.

Jon Sarman sudah malang melintang di sejumlah pengadilan negeri yakni PN Jogyakarta, Mataram, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, PN Simalungun dan dalam waktu dekat akan dilantik menjadi Wakil Ketua PN Lubuk Pakam Kelas IA Khusus.

Hakim Jon juga pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan di Lubuk Pakam dan Bengkulu, sebelum akhirnya diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Selama menjadi hakim, Jon Sarman mendapat perkara kepemilikan narkotika sejenis heroin 1,5 kg yang ia vonis dengan hukuman seumur hidup di PN Mataram.

Terdakwanya satu warga negara Jerman dan satu lagi Afrika. Semula jaksa menuntut pidana mati.

Ia menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tenggarong pada 30 November 2016.

Dua tahun kemudian, Jon menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Simalungun pada 18 September 2018.

Lalu Jon menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Lubuk Pakam pada 19 Juni 2019.

Setahun kemudian, ia menduduki posisi Ketua Pengadilan Negeri Lubuk Pakam pada 19 Juni 2020.

Jon menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Bengkulu pada 12 Juli 2021.

Lulusan Magister Hukum ini menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 3 Januari 2023.

Telah tayang di WartaKotalive.com

Baca Berita Lainnya di Google News

Baca Berita Terbaru Tribun Manado KLIK INI

Berita Terkini