Hal ini dikarenakan menjaga agar ibu dan anak ini tetap sehat dan selamat lebih diutamakan daripada harus mengambil resiko dengan berpuasa.
Walaupun diketahui bahwa pahala berpuasa pada bulan Ramadan sungguh sangat besar, akan tetapi lebih baik menghindari suatu kemudaratan dibanding memperoleh suatu kemaslahatan.
Sebelum masuk pada bagian besaran fidyah dan ke mana fidyah ini harus disalurkan, alangkah lebih baiknya jika dijelaskan terlebih dahulu pengertian fidyah itu sendiri.
Secara bahasa, fidyah berasal dari kata “faada” artinya mengganti atau menebus.
(Dikutip dari laman resmi Badan Amil Zakat Nasional atau BAZNAS, baznas.go.id).
Secara luas, makna fidyah berarti memberi makanan pokok atau uang tunai kepada orang miskin sebanyak puasa yang ditinggalkan diperuntukkan bagi mereka yang berada dalam kondisi sangat berat, misalnya: lanjut usia, wanita hamil atau menyusui dan lain-lain.
(Dikutip dari Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah, muhammadiyah.or.id)
Adapun mengenai sasaran kepada siapa fidyah ini diberikan, telah jelas bahwa diberikan kepada orang miskin sesuai sebanyak puasa yang ditinggalkan.
Boleh kepada satu orang miskin dan boleh juga dibagi kepada beberapa orang miskin sesuai jumlah puasa yang ditinggalkan.
Maka selain orang miskin, tidak diperkenankan untuk diberi atau menerima fidyah.
Kemudian mengenai besaran makanan pokok yang wajib diberikan dalam fidyah, para ulama berbeda pendapat. Akan tetapi jumhur ulama atau kebanyakan ulama berpendapat bahwa besaran atau banyaknya makanan yang diberikan ialah, 1 Mud. Al Qodhi ‘iyad mengatakan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa 1 Mud untuk setiap hari yang ditinggalkan.
( Kitab Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/21).
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa, besaran atau jumlahnya dikembalikan kepada pada ‘urf atau kebiasaan yang lazim.
Maka dianggap sah membayar fidyah jika telah memberi makan satu orang miskin sesuai lazimnya di daerah tempat kita berada.
Satu orang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan.