TRIBUNMANADO.CO.ID, BOLMUT - Tingginya curah hujan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara, sejak dua bulan terakhir ini menyebabkan warganya rentan terkena penyakit.
Salah satunya, penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang berasal dari virus nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Bolmut, tercatat sebanyak 48 kasus DBD terjadi sepanjang Januari-November 2022.
"Sepanjang tahun 2022 ini, terhitung dari Januari-November terdapat 48 kasus DBD di Bolmut," kata Febrianto Lumoto, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Bolmut, Selasa (6/12/2022).
Ia membeberkan, pada bulan November 2022 terjadi peningkatan kasus, yakni sebanyak 15.
"Angka itu cukup tinggi, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Oktober) yang hanya tujuh kasus," bebernya.
Meskipun begitu, dari 48 kasus tersebut, semuanya bisa ditangani dan tidak ada korban jiwa.
"Alhamdulilah semuanya bisa tertangani,"ucapnya.
Guna mencegah meningkatnya penyakit DBD di wilayah Bolmut, pihaknya sudah menurunkan surat edaran ke seluruh pusksesmas untuk meningkatkan kewaspadaan dini.
"Saat ini sudah musim hujan, untuk itu Dinkes Bolmut mengimbau agar masyarakat melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan mengunakan metode 3M Plus (menguras, menutup, dan mengubur serta membersihkan penampungan air)," tuturnya.
Baca juga: Jadwal Piala Dunia Rabu 7 Desember 2022 - Portugal vs Swiss
Baca juga: Antisipasi Harga Bapok Naik Jelang Natal dan Tahun Baru, Bupati Joune Ganda: Masyarakat Jangan Panik
Disamping itu, Dinkes Bolmut juga rutin melakukan tindakan pencegahan seperti fogging, abatesasi, dan survei demam.
"Ini harus didukung oleh masyarakat melalui kegiatan pembersihan lingkungan," tutupnya.
Pupuk Mahal, Petani Jagung di Bolmut Sulawesi Utara Menjerit
Mahalnya harga pupuk yang tidak sesuai dengan penjuan hasil panen, membuat petani jagung di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara, menjerit.
Hal ini mengakibatkan daya beli petani menurun.
Tomo, salah satu petani jagung di Desa Mokoditek, mengaku petani rata-rata belum mau menjual hasil panen jagung karena harganya turun.
"Haraganya jagung turun. Belum lagi, saat ini harga pupuk sangat mahal," ujar Tomo, Jumat (2/12/2022).
Menurutnya, hasil panen yang diperoleh petani kadang tidak sesuai dengan biaya produksi.
Ia membeberkan, saat ini merupakan musim tanam bagi petani.
"Ini berdampak pada produksi jagung melimpah yang berimbas pada turunnya harga jual," katanya.
Baca juga: Ramalan Zodiak Besok Rabu 7 Desember 2022, Virgo Ada Kejutan, Capricorn Gelisah
Baca juga: Tiarani Savitri Raih Gelar Sarjana, Mulan Jameela: Insya Allah Ilmunya Bermanfaat
Masalahnya, dengan harga jual Rp 2.800-Rp. 2.900 per kilogram, petani rugi.
Hasil penjualan tidak bisa menutupi biaya produksi.
‘’Angkanya jauh, padahal rata-rata petani meminjam uang bank. Belum lagi untuk kelanjutan hidup satu tahun ke depan, kemudian modal untuk musim tanam berikutnya,’’ungkapnya.
Ia berharap harga jual jagung itu sekitar Rp 3.400-Rp 3.500 per kilogram, supaya ada keuntungan bagi petani.
Saat ini, petani memilih menjual jagung mereka langsung ke perusahaan.
Hal tersebut karena harga belinya agak tinggi, yaitu Rp 3.100 per kilogram.
Meski tidak ada untung, paling tidak mereka tidak rugi banyak.(*)
Baca berita lainnya di: Google News.