TRIBUNMANADO.CO.ID - Ternyata tidak hanya keluarga Brigadir J, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK ) juga merasa adanya kejanggalan dari pernyataan Komnas HAM terkait adanya dugaan pelecehan yang dialami Putri Candrawathi.
LPSK juga merasa hal tersebut tak masuk akal.
Pihak keluarga Brigadir J pun meminta bukti-bukti yang kuat untuk membuktikan bahwa hal itu memang benar.
Diketahui, berdasarkan temuan terbaru Komnas HAM, dugaan pelecehan seksual itu diduga dilakukan oleh Brigadir J kepada Putri Candrawathi saat mereka masig berada di Magelang.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan adanya kejanggalan dari hasil tersebut.
Setidaknya ada tujuh poin yang dinyatakan janggal oleh LPSK.
Pertama, soal kecilnya kemungkinan terjadi peristiwa pelecahan seksual, karena saat kejadian di Magelang saat itu, masih ada Kuat Ma'ruf dan saksi Susi.
"Kan waktu peristiwa itu, yang diduga ada perbuatan asusila itu, itu kan masih ada Kuat Ma'ruf dan Susi, yang tentu dari sisi itu kecil kemungkinan terjadi peristiwa,
kalaupun terjadi peristiwa kan si ibu PC masih bisa teriak," papar Edwin saat dikonfirmasi awak media, Minggu (4/9).
Kedua, Edwin menyatakan, dalam kasus pelecehan seksual yang ditangani LPSK erat kaitannya dengan relasi kuasa.
Relasi kuasa yang dimaksud dalam hal ini, yakni sang pelaku lebih tinggi kodratnya dibandingkan korban.
"Kedua, dalam konteks relasi kuasa. Relasi kuasa tidak terpenuhi karena J adalah anak buah dari FS (Ferdy Sambo, red). PC adalah istri Jenderal," ujar Edwin.
"Ini dua hal yang biasanya terpenuhi dalam kasus kekerasan seksual pertama relasi kuasa kedua pelaku memastikan tidak ada saksi," sambung Edwin.
Selanjutnya, setelah kejadian yang diduga ada pelecehan seksual itu ada percakapan antara Putri Candrawathi kepada tersangka Bripka Ricky Rizal (RR).
Dalam kesempatan itu, kata Edwin, Putri Candrawathi masih menanyakan keberadaan Brigadir Yosua.
Edwin menilai, kondisi itu semestinya tidak terjadi, di mana ada seorang diduga korban seksual yang menanyakan keberadaan pelaku.
"Yang lain adalah bahwa PC masih bertanya kepada RR ketika itu di mana Yosua, jadi agak aneh orang yang melakukan kekerasan seksual tapi korban masih tanya di mana Yosua," kata dia.
Lebih jauh, setelah adanya peristiwa dugaan pelecehan seksual itu terjadi, Brigadir J dan Putri Candrawathi kerap bertemu.
Bahkan, saat sudah tiba di rumah pribadi, di Jalan Saguling III, Duren Tiga, Jakarta Selatan, keduanya terlihat dari rekaman CCTV datang bersamaan dan memasuki rumah yang sama.
Karena adanya pertemuan antara Putri Candrawathi dengan seorang pelaku, LPSK menilai kondisi itu janggal.
"Kemudian Yosua dihadapkan ke ibu PC hari itu di tanggal 7 di Magelang itu di kamar dan itu kan juga aneh seorang korban mau bertemu dengan pelaku kekerasan seksualnya apalagi misalnya pemerkosaan atau pencabulan," ucap dia.
"Yang lain itu, Yosua sejak tanggal 7 sampai tanggal 8 sejak dari Magelang sampai Jakarta masih satu rumah dengan PC," sambung dia.
Hal itu dinilai janggal, karena diketahui yang memiliki kondisi lebih kuasa dalam kasus ini adalah seorang yang diduga korban yakni Putri Candrawathi yang merupakan istri Jenderal bukan diduga pelaku.
"Ya kan? Korban yang punya lebih kuasa masih bisa tinggal satu rumah dengan terduga pelaku. Ini juga ganjil janggal.
Lain lagi J masih dibawa oleh ibu PC kerumah Saguling. Kan dari Magelang ke rumah Saguling," tutur dia.
Kendati demikian, Edwin masih belum bisa mengungkapkan lebih detail kejanggalan lain yang didapati LPSK.
Kata dia, saat ini masih dalam penyidikan tim dari Polri sehingga nanti baru akan di-update jika memang penyidikan tersebut rampung dilakukan.
"Nanti kalau sudah dibuka oleh penyidik saya tambahkan. Ada 7 kejanggalan atas dugaan peristiwa asusila atau pelecehan seksual di Magelang. Tapi saya hanya bisa sebutkan 6," ujarnya.
Keluarga Brigadir J Tantang Komnas HAM
Diberitakan sebelumnya, menanggapi pernyataan terbaru Komnas HAM, keluarga mendiang Brigadir J mendesak lembaga tersebut untuk menunjukkan bukti dugaan kekerasan seksual yang dialami Putri Candrawathi.
"Kalau kami ya minta aja ke Komnas HAM, seterang-terangnya aja dibuka ya.
Jangan ada yang ditutup-tutupi, itu aja, kalau memang mereka bilang masih ada pelecehan itu,
silakan tunjukkan bukti-bukti yang akurat, itu yang kami minta," kata bibi Brigadir Yosua, Roslin Simanjuntak kepada Kompas TV di Kompas Siang, Jumat (2/9/2022).
Roslin selaku perwakilan pihak keluarga Brigadir J, juga meminta bukti rekaman kamera pengawas (CCTV) dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi di rumah pribadi Ferdy Sambo di Magelang.
"Buktikan saja, enggak mungkin di Magelang itu enggak ada CCTV juga kan?" tanya Roslin.
"Enggak mungkin enggak ada CCTV, ya dibuktikan saja, kalau Komnas HAM di sini sebagai penyidik," ujarnya.
Ia meminta agar tidak hanya rekaman CCTV di rumah eks Kadiv Propam Polri di Jakarta Selatan, tepatnya di Jalan Saguling dan Jalan Duren Tiga, yang dibuka kepada publik.
"Dan kami perlu itu CCTV di Magelang dibuka. Jangan cuma CCTV yang ada di Saguling dan dengan yang ada di Duren Tiga yang dibuka. Silakan Komnas HAM membuka yang seterang-terangnya," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Tak Cuma Keluarga Brigadir J, LPSK Nilai Kejanggalan Komnas HAM Soal Dugaan Pelecehan Putri Sambo, https://jakarta.tribunnews.com/2022/09/05/tak-cuma-keluarga-brigadir-j-lpsk-nilai-kejanggalan-komnas-ham-soal-dugaan-pelecehan-putri-sambo?page=all.