TRIBUNMANADO.CO.ID - Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa menyoroti kasus kematian Sertu Marctyan Bayu Pratama, prajurit TNI yang tewas diduga dianiaya dua perwira berpangkat letnan satu (lettu) dan letnan dua (letda) ketika bertugas di Timika, Papua.
Diketahui, Sertu Marctyan Bayu Pratama meninggal dunia pada 8 November 2021, namun kasusnya hingga kini masih menggantung.
Kematian Sertu Marctyan Bayu kembali mencuat setelah sang ibu, Sri Rejeki (50), warga Solo, Jawa Tengah berjuang mencari keadilan.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pun langsung merespons-nya.
Jenderal Andika Perkasa menduga ada yang sengaja memperlambat penanganan kasus penganiayaan yang menewaskan Sertu Marctyan Bayu Pratama.
“Kalau saya sinyalir ada bukti cukup kuat adanya kesengajaan melambat-lambatkan atau bahkan tidak membuka secara terang,
maka saya berikan konsekuensi,” kata Andika usai rapat bersama Komisi I di DPR RI, Jakarta, Senin (6/6/2022).
Kendati demikian, ia memastikan bahwa proses hukum terhadap penanganan kasus ini harus terus berjalan.
Bahkan, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu berjanji mengawal langsung kasus tersebut.
“Saya janji, saya akan kawal seperti halnya kasus hukum yang sudah terjadi kemarin,” ucap dia.
Andika menjelaskan, pihak polisi militer sebelumnya telah melimpahkan berkas perkara tersebut ke Oditurat Militer Jayapura pada 13 Desember 2021.
Selanjutnya, Oditurat Militer Jayapura baru melimpahkan ke Oditurat Militer Jakarta pada 25 Mei 2022.
Setelah berkas sampai di Oditurat Militer Jakarta, Andika kemudian memerintah oditur jenderal untuk menelusuri kasus tersebut.
“Selidiki apa yabfg terjadi karena saya ingin tahu apa yang terjadi,” imbuh dia.
Siapa sebenarnya Sertu Marctyan Bayu?
Berikut fakta-faktanya:
1. 2 hari sebelum tewas masih sehat
Sertu Marctyan Bayu mulai bertugas di Timika, Papua pada Juni 2021.
Namun pada tanggal 8 November 2021, dia pulang dalam keadaan tak bernyawa.
Sri Rejeki menuturkan, dua hari sebelum peristiwa tragis yang menimpa putranya, dia masih sempat menghubungi melalui video call.
Dalam perbincangan itu, ungkap Sri, korban nampak sehat tidak kurang satu pun.
Namun, setelah itu justru dikabarkan meninggal dunia.
2. Tubuh penuh luka lebam
Saat prosesi pemakaman, Sri melihat jasad putranya tersebut, namun, sempat dihalangi.
Setelah berhasil mendapat izin, dirinya kaget melihat jenazah putranya yang penuh luka lebam.
Melihat itu, dirinya curiga. Ditambah, hasil outopsi belum diterima hingga saat ini.
"Enam bulan lalu, meninggal dunia. Saya minta outopsi ulang. Tapi petugas justru hanya memberikan janji akan diberi hasil outopsi," ungkapnya dalam jumpa pers di RM Bunga Padi, Solo, Kamis (2/6/2022).
Dia menduga, kematian putranya tidak wajar.
Sri lalu mencari informasi perihal nasib tragis yang menimpa putranya itu.
Hingga akhirnya, dia mendapat informasi, putranya tewas lantaran dianiaya dua oknum seniornya di Timika.
Hal itu, di luar sepengetahuan satuannya.
"Kalau kabarnya, oknum itu berpangkat letnan. Kasus ditangani otmil (otoritas militer, red) Jayapura. Namun tanggal 25 Mei lalu, kabarnya diserahkan ke Pengadilan Militer di Jakarta," jelasnya.
Tapi, dia heran justru belum ada tindakan serius terhadap kedua oknum tersebut.
Sri mengetahui hal itu, setelah melihat unggahan salah seorang oknum yang ada di salah satu media sosial.
Dia menuturkan, menurut salah satu petugas kepala kantor hukum tempat oknum ini bertugas, mereka dalam pengawasan.
"Padahal anak saya diperlakukan oknum ini dengan sadis hingga meninggal dunia," jelasnya.
3. Utang Rp 100 juta sudah diselesaikan
Disinggung dugaan motif penganiayaan, Sri mengaku, dirinya tak mengetahui secara jelas.
Namun, sepengetahuannya anaknya memiliki masalah utang senilai Rp 100 juta terhadap sesama prajurit.
Namun, sudah diselesaikan dan dikuatkan dengan bukti transfer.
"Namun, apakah itu yang jadi pokok permasalahannya. Saya juga tidak tahu persisnya," ungkapnya.
4. Berkoordinasi dengan Komnas HAM
Sementara itu, kuasa hukum Sri Rejeki, Asri Purwanti mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Komnas HAM tanggal 19 Mei 2022 lalu.
Selain itu, dia juga telah berkirim surat kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Dudung Abdurachman.
Asri menuturkan, ada beberapa permohonannya yakni pemecatan dari dinas militer terhadap oknum itu.
Karena memiliki sifat sadistis dan membahayakan tata kehidupan militer.
Asri menjelaskan, oknum tersebut masih bebas tidak ditahan.
Ini jelas berbeda perlakuannya terhadap korban yang hanya berpangkat Sertu.
Padahal ia meyakini kekerasan diterima korban cukup lama karena beberapa komunikasi dengan ibunya mengeluh ingin menyudahi bertugas.
"Kami mohon keadilan terkait kasus ini," tandasnya.
Hingga saat ini, lanjut Asri, belum ada kejelasan terkai kasus tersebut.
Bahkan, untuk itikat baik dari oknum yang bersangkutan.
"Apalagi, korban ini juga memiliki istri dan anak. Bagaimana masa depan mereka? Kami mohon keadilan yang seadil-adilnya," jelasnya.
(*)
Artikel telah tayang di: Surya.co.id