TRIBUNMANADO.CO.ID - Konflik panas antara Rusia dan Ukraina yang terus berlanjut, makin memberikan efek negatif bagi seluruh negara di benua Eropa.
Hingga hari ke-9, Militer Rusia semakin menunjukkan kekuatannya.
Setelah berhasil menghancurkan beberapa wilayah Ukraina seperti kota Kiev, Sumy dan Kharkiv kini pasukan Vladimir Putin kembali menyerang kota Kherson.
Baca juga: Baru Terungkap Fakta Dibalik Misteri Mumi Putri Duyung, Pakar dari Jepang Sampai Berkata Seperti ini
Akibat invasinya ini membuat hacker anonymous pendukung Ukraina geram, hingga pihaknya memberikan penawaran khusus untuk semua pasukan Putin yang ada di Ukraina.
Melansir dari laman cryptopotato, hacker tersebut memberikan penawaran dana dalam bentuk Bitcoin, sebesar 52.000 dolar AS atau setara dengan Rp 748 juta (dengan satuan USD Rp 14,385) untuk setiap kendaraan tempur yang diserahkan ke mereka.
Organisasi siber tersebut menyebut, nantinya setiap tank Rusia yang ingin ditukarkan ke dalam mata uang cryptocurrency, cukup mengibarkan bendera putih yang dilengkapi tulisan berkode "juta".
Penawaran ini muncul setelah Wakil Humas Ukraina, Mykhailo Fedorov meminta bantuan para Hacker Anonymous untuk menghentikan invasi Rusia di wilayahnya dengan serangan digital.
“Kami membutuhkan talenta digital. Akan ada tugas untuk semua orang. Kami terus berjuang di depan cyber,” jelas Fedorov.
Berkat bantuan dari hacker anonymous hanya dalam kurun waktu dua hari, pihaknya berhasil membobol lebih dari 300 data base pemerintah Rusia.
Akibat aksi peretasan ini membuat organisasi hacker tersebut sukses menggumpulkan 1 miliar rubel atau sekitar 10 juta dolar AS.
Sebelumnya AS dan sekutunya juga telah melayangkan berbagai sanksi ekonomi seperti pemblokiran sistem SWIFT untuk memukul mundur militer pimpinan Vladimir Putin dari wilayah Ukraina.
“Strategi kami, sederhananya, adalah memastikan ekonomi Rusia mundur. Selama Presiden Putin memutuskan untuk melanjutkan invasinya ke Ukraina,” tegas juru bicara pemerintahan Biden.
Meski sanksi tersebut telah merontokan mata uang Rusia rubel hingga jatuh ke nilai terendah dalam sepanjang sejarah. Namun nampaknya hal tersebut tak kunjung membuat Rusia jera dan melepaskan cengkramannya dari Ukraina.
Baca juga: Kronologi 8 Karyawan PTT Tewas Dihujani Tembakan KKB, Korban Selamat: Rekan-rekan Sudah Tak Bernyawa
Rusia Stop Pasok Gas Alam ke Uni Eropa
Konflik panas antara Rusia dan Ukraina yang terus berlanjut, makin memberikan efek negatif bagi seluruh negara di benua Eropa tak terkecuali Prancis.
Melalui pidatonya pada Rabu (2/3/2022), yang dikutip dari The Guardian. Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan warganya agar bersiap menghadapi resesi pada perekonomian negara akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Ancaman ini muncul setelah Rusia dikabarkan berhenti memasok gas alam untuk seluruh pasar Uni Eropa, sebagai bentuk balas dendam akibat diberlakukannya sanksi ekonomi yang membuat nilai mata uang Rusia, Rubel merosot drastis.
Sebagai informasi, keberadaan Rusia di benua Eropa menjadi penting lantaran negara pimpinan Vladimir Putin tersebut merupakan salah satu penyuplai gas alam terbesar di Eropa, dengan memasok sekitar 40 persen gas per tahun.
Jika nantinya Rusia benar-benar menghentikan kegiatan ekspor gas alamnya, tentu hal ini berimbas pada berkurangnya stok gas alam hingga dapat memicu kenaikan harga komoditas energi di daratan Eropa.
Tak hanya itu, jika hal ini terus berlanjut maka dikhawatirkan dapat mengganggu rantai pasok global hingga berujung pada terjadinya Inflasi.
Mengantisipasi terjadinya resesi atau krisis ekonomi di wilayahnya, Presiden Prancis mengimbau warganya untuk tak panik dan bersiap menghadapi risiko tersebut sembari pihaknya mencari alternatif baru untuk menanggulangani terjadinya efek berlebih pada situasi ini.
“Kenaikan harga bensin, gas, bahan baku akan berdampak pada daya beli kita; di masa depan, harga tangki bensin, tagihan pemanas, biaya produk tertentu berisiko menjadi lebih tinggi,” tambah Macron.
Mengurangi adanya ketergantungan pada sumber energi asing, Macron menyebut Prancis saat ini berencana membangun pembangkit nuklir baru.
Bahkan pihaknya juga tengah menugaskan perdana menteri Rusia, Jean Castex, untuk menyusun rencana komprehensif untuk menangani kenaikan harga dan dampak lain dari perang.
Rencana ini dilakukan Macron untuk melindungi perekonomian Prancis dari ancaman inflasi. Terlebih pada bulan ini Prancis tengah bersiap untuk melakukan pemilihan presiden 2022.
Baca juga: Kesaksian Korban Selamat Usai KKB Bunuh 8 Karyawan PTT di Puncak, Nelson Lambaikan Tangan ke Kamera
Antisipasi Krisis Gas karena Perang, Pemerintah Jerman Beralih Gunakan Pembangkit Listrik Batu Bara
Menyusul ancaman Rusia yang berencana menghentikan pengiriman gas alam ke Eropa, kini Jerman dikabarkan mulai mengganti penggunaan gas ke batu bara untuk memenuhi kebutuhan suplai listrik di wilayahnya.
Pernyataan tersebut disampaikan melalui siaran radio publik Deutschlandfunk oleh Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck yang dikutip dari Yahoo Finance pada Rabu (2/3/2022).
Memuncaknya konflik antara Ukraina dan Rusia, membuat AS dan Uni Eropa melayangkan sanksi ekonomi ke negara pimpinan Vladimir Putin. Membalas aksi tersebut, Putin berencana untuk menghentikan pasokan gas alam dari Rusia sebagai pembalasan atas sanksi yang dilayangkan Barat.
Jika hal ini terjadi, tentunya mengancam persediaan gas alam di beberapa negara Eropa. Mengingat Rusia merupakan salah satu penyuplai gas alam terbesar di Eropa, dengan memasok sekitar 40 persen gas per tahun.
Mengantisipasi adanya kelangkaan impor gas, Jerman berupaya mencari alternatif lain, dengan memanfaatkan sumber daya batu bara miliknya untuk memasok kebutuhan listrik di negaranya. Meskipun hal ini bertentangan dengan visi Jerman, yang ingin mengurangi penggunaan karbon dalam kehidupan bermasyarakat.
“Dalam jangka pendek mungkin sebagai tindakan pencegahan dan untuk bersiap menghadapi kemungkinan terburuk, kita harus menjaga pembangkit listrik tenaga batu bara dalam keadaan siaga dan bahkan mungkin membiarkannya beroperasi," kata Habeck
Sebagai informasi penggunaan batu bara sebagai pembangkit listrik berpotensi besar merusak lingkungan hal ini terjadi karena pembakaran tersebut dapat menghasilkan gas SO2 dan NO2 .
Jika kedua gas tersebut bercampur dengan uap air di udara, dikhawatirkan dapat memicu munculnya asam belerang dan asam nitrat. Nantinya asam yang menguap membentuk awan akan jatuh ke tanah bersama air hujan sebagai hujan asam.
Hal inilah yang dikhawatirkan Jerman apabila negaranya, menggunakan kembali batu bara sebagai pembangkit listrik. Meski tidak memberikan pengaruh langsung kepada manusia, namun hujan asam berpotensi besar merusak kehidupan lingkungan sekitar.
Awalnya pemerintah Jerman telah berencana menutup pembangkit listrik tenaga nuklirnya pada akhir 2022 serta menghapus penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap pada tahun 2030. Namun karena dipaksa keadaan, pemerintah Jerman kembali mempertahankan penggunaan nuklir dan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Meski nantinya Jerman akan berpaling menggunakan batu bara, namun pemerintah berjanji pihaknya akan berupaya penuh mengelola limbah pembakaran tersebut agar tidak terlalu berisiko merusak lingkungan.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com