TRIBUNMANADO.CO.ID - Adam Air Penerbangan 574 adalah sebuah penerbangan domestik terjadwal Adam Air jurusan Jakarta-Surabaya-Manado, yang hilang dalam penerbangan setelah transit di Surabaya pada 1 Januari 2007.
Kotak hitam ditemukan di kedalaman 2.000 meter pada 28 Agustus 2007 di perairan Majene, Sulawesi Barat.
Kecelakaan ini menewaskan seluruh orang di dalamnya yang berjumlah 102 orang (96 penumpang dan 6 awak), yang merupakan angka kematian tertinggi dari setiap kecelakaan penerbangan yang melibatkan pesawat Boeing 737-400.
Jasad seluruh penumpang dan bangkai pesawat tetap terkubur di dasar laut.
Pada 25 Maret 2008, penyebab kecelakaan seperti yang diumumkan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) adalah cuaca buruk, kerusakan pada alat bantu sistem navigasi inersia (IRS), dan kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat.
Kecelakaan ini menjadi kecelakaan terburuk pertama Adam Air dalam kurun waktu 3 tahun sejarah perusahaan.
Kecelakaan itu adalah salah satu dari beberapa kecelakaan transportasi, termasuk kecelakaan non-fatal berikutnya Adam Air Penerbangan 172, yang di antara mereka telah mengakibatkan reformasi keselamatan transportasi berskala besar di Indonesia, serta Amerika Serikat menurunkan peringkat keselamatan penerbangan Indonesia, dan seluruh maskapai Indonesia yang ditambahkan ke daftar maskapai penerbangan yang dilarang di Uni Eropa.
Adam Air kemudian dilarang terbang oleh pemerintah Indonesia, dan kemudian menyatakan bangkrut.
Tragedi ini menjadi tema komersial untuk sebuah film berjudul Tragedi Penerbangan 574, dengan menggunakan nomor penerbangan "574" pada judulnya, serta menggunakan alur cerita "penerbangan Surabaya - Manado" (Mengarah pada Tragedi Adam Air Penerbangan 574, jurusan Jakarta-Surabaya-Manado).
Film tersebut dianggap telah menimbulkan kontroversi di masyarakat. Sebab, film tersebut mengakibatkan seluruh keluarga korban seakan mengingat kembali sebuah tragedi yang memilukan.
Selain itu film tersebut juga dianggap melukai keluarga korban, dengan menambahkan unsur mistis pada alur ceritanya.
Padahal sebenarnya, di dalam penerbangan itu tidak ada unsur mistis sama sekali.
Kronologi Terjadi Kecelakaan
Pesawat lepas landas pada pukul 12.55 WIB dari terminal baru Bandara Juanda (SUB), Surabaya, Indonesia pada tanggal 1 Januari 2007.
Seharusnya pesawat tiba di Bandara Sam Ratulangi (MDC), Manado pukul 16.14 WITA.
Pesawat kemudian dilaporkan putus kontak dengan Pengatur lalu-lintas udara (ATC) Bandara Hasanuddin Makasar setelah kontak terakhir pada 14:53 WITA.
Pada saat putus kontak, posisi pesawat berada pada jarak 85 mil laut barat laut Kota Makassar pada ketinggian 35.000 kaki.
Pesawat ini membawa 96 orang penumpang. yang terdiri dari 85 dewasa, 7 anak-anak dan 4 bayi.
Dipiloti oleh Kapten Refri Agustian Widodo dan co-pilot Yoga Susanto dan disertai pramugari Verawati Chatarina, Dina Oktarina, Nining Iriyani dan Ratih Sekar Sari.
Pesawat tersebut juga membawa 3 warga Amerika Serikat.
Peta letak Pulau Sulawesi (hijau muda) di antara pulau-pulau Indonesia
Cuaca di daerah itu badai,[10] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (saat itu masih bernama Badan Meteorologi, dan Geofisika) mencatat bahwa ketebalan awan naik sampai 30.000 kaki (9.140 m) tinggi dan kecepatan angin pada rata-rata 30 knot (56 km / jam) dalam wilayah.
Meskipun operator Bandara Juanda, PT Angkasa Pura I, telah memberikan peringatan kepada pilot mengenai kondisi cuaca, pesawat itu berangkat sesuai jadwal. Pesawat menabrak angin lebih dari 70 knot (130 km/jam) di atas Selat Makassar, sebelah barat Sulawesi, di mana ia mengubah arah timur, ke arah daratan sebelum kehilangan kontak.
Dalam transmisi radio terakhirnya, pilot melaporkan angin yang akan datang dari kiri, tapi kontrol lalu lintas udara menyatakan bahwa angin harus datang dari kanan.
Bertentangan dengan laporan awal, tidak ada panggilan untuk bantuan dikirim oleh pesawat.
Pada 25 Maret 2008, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan bahwa pilot terlibat dan menghadapi problem navigasi yakni sistem panduan navigasi.
Ketika di ketinggian 35.000 kaki dan kru memutuskan IRS Mode selector unit No-2 (kanan) ke posisi mode ATT (attitude), auto pilot jadi mati.
Akibatnya pesawat secara perlahan berbelok (roll) ke kanan hingga terdengar peringatan sistem arah pesawat (bank angle) karena miring ke kanan hingga melewati 35 derajat.
Bahkan, data Digital Flight Data Recorder (DFDR) sesudah pesawat mencapai bank angle hingga 100 derajat dan posisi hidung pesawat menukik, pilot tak juga mengubah arah pesawat.
Saat menukik, kecepatan pesawat mencapai 0,926 mach dan daya grativitasi tekanan pesawat berubah dari positif 3,5 g menjadi negatif 2,8 g.
Menurut Dirjen Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan, Budhi Muliawan Suyitno, situasi pesawat bergetar hebat sehingga struktur kendali pesawat rusak, dan pesawat kemudian menghantam air dengan badan pesawat yang telah hancur dan terbelah akibat kecepatan tinggi dan gaya gravitasi yang melebihi batas kemampuan badan pesawat.
SUBSCRIBE YOUTUBEB TRIBUNMANADO OFFICIAL: