TRIBUNMANADO.CO.ID - Pernyataan Kepala Satuan Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa terkait penghapusan syarat tes genital (keperawanan) bagi calon prajurit wanita menjadi perhatian.
Diketahui, tes keperawanan menjadi salah satu syarat bagi calon prajurit wanita.
Namun baru-baru ini, KSAD Jenderal Andika Perkasa memperbaiki aturan syarat rekrutmen tersebut, khususnya di TNI AD.
Hal itupun mendapatkan respons positif dari pihak Legislatif.
Komisi I DPR RI mengapresiasi keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa yang menghilangkan tes keperawanan bagi perempuan dalam seleksi calon prajurit di jajaran TNI AD.
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menilai keputusan KSAD Andika Perkasa patut mendapat dukungan.
Keputusan tersebut juga membuktikan TNI AD aspiratif terhadap perspektif gender serta mendengarkan masukan dari masyarakat.
Menurut Meutya selama ini tes keperawanan di lingkungan TNI selalu menjadi polemik karena dinilai diskriminatif dan mengganggu ranah pribadi.
"Ini bukti bahwa TNI, khususnya Angkatan Darat aspiratif terhadap perspektif gender
serta mendengarkan masukan dari masyarakat," ujar Meutya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/8/2021).
Lebih lanjut, Meutya menilai tes keperawanan bukan menjadi faktor penentu jika seorang perempuan ingin menjadi prajurit TNI.
Menurutnya banyak aspek lain yang wajib dimiliki jika seorang ingin menjadi prajurit.
Seperti kedisiplinan, kecerdasan, kecakapan, kepemimpinan, tanggung jawab, nasionalisme atau aspek-aspek lain yang berkaitan dengan bela negara.
Untuk itulah keputusan KSAD Andika Perkasa perlu diapresiasi, apalagi penghapusan tes keperawanan ini sesuai dengan seruan WHO pada November 2014.
Saat itu, sambung Meutya, WHO tidak ada tempat bagi tes keperawanan yang tidak memiliki validitas ilmiah yang cenderung merendahkan martabat perempuan sekaligus diskriminatif.
Namun, Meutya dapat menerima jika TNI AD melakukan pemeriksaan penyakit yang ada pada alat kelamin, karena prajurit harus memiliki kesehatan yang prima.
Tes yang sama itu juga harus berlaku bagi calon prajurit laki-laki.
“Tes keperawanan juga diskriminatif karena hanya berlaku bagi perempuan, tidak bagi laki-laki.
Tes keperawanan itu seharusnya jadi ranah privat,” ujar Meutya.
Sebelumnya KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa menyatakan TNI AD telah memperbaiki proses rekrutmen keanggotaan.
Perbaikan tersebut ada pada tahapan seleksi untuk masuk TNI AD.
Karena perbaikan itu, kini sejumlah tes yang dianggap tak relevan ditiadakan.
Beberapa tes yang dihapuskan oleh pihak TNI AD yakni terkait tes keperawanan dan serviks bagi Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad).
Sebelum tes ini ditiadakan, kata Jenderal Andika, proses rekrutmen di Korps Kowad harus menjalani pemeriksaan inspeksi vagina dan serviks.
Tak hanya itu, bahkan sebelumnya proses seleksi juga dilakukan dengan pemeriksaan selaput dara.
Namun demikian, hal itu kini tak lagi digunakan sebagai penilaian tes.
"Hymen atau selaput dara tadinya juga merupakan satu penilaian, apakah hymen utuh atau ruptur sebagian atau ruptur yang sampai habis.
Tapi, sekarang tidak ada lagi," kata Andika Perkasa di Jakarta, Selasa (10/8/2021).
Menurut Andika, tujuan dihapusnya tes keperawanan sebagai upaya untuk menyempurnakan materi yang lebih fokus pada kesehatan.
"Tujuan penyempurnaan materi seleksi itu lebih ke kesehatan, yang tidak berhubungan lagi dengan itu, tidak perlu lagi," ucap Andika.
Tanggapan Pengamat Militer
Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mempertanyakan langkah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa menghapus tes keperawanan dalam proses rekrutmen Kowad.
Sepengetahuannya, Panglima TNI telah mengeluarkan petunjuk teknis pemeriksaan dan uji kesehatan di lingkungan TNI.
Artinya, kata dia, KSAD mestinya tidak dapat mengeluarkan kebijakan atau menerapkan ketentuan yang bersifat parsial di luar petunjuk Mabes TNI.
Jika memang diperlukan perubahan kebijakan, kata Fahmi, semestinya hal itu dibahas bersama dulu dalam lingkup TNI.
"Saya justru mempertanyakan motif KSAD mempublikasikan pernyataan itu. Perubahan kebijakan itu jelas populis. Selaras dengan pendapat sejumlah kalangan pegiat HAM dan kelompok masyarakat. Namun apakah kebijakan parsial itu bisa benar-benar diterapkan? Yang jelas Panglima TNI hingga saat ini belum mengubah juknis pemeriksaan dan uji kesehatannya dan kita juga belum tahu, apakah kebijakan KSAD tersebut disetujui," kata dia saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (11/8/2021).
Fahmi mengatakan, TNI selama ini menerapkan prosedur pemeriksaan genital sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada seleksi penerimaan personel di tiap jenjang.
Belakangan, kata dia, prosedur tersebut menuai polemik yang terkait dengan isu keperawanan sebagai syarat bergabung dalam Korps Wanita TNI.
Menurut pengamatannya sejumlah kalangan termasuk pegiat HAM menilai pemeriksaan genital terkait isu keperawanan tersebut tidak relevan dan diskriminatif.
"Menurut saya, polemik itu sebenarnya lebih diakibatkan minimnya penjelasan menyangkut persoalan prosedur pemeriksaan kesehatan dalam seleksi personel.
Bagaimanapun, kita harus memahami bahwa TNI tampaknya ingin menerapkan standar kesehatan dan moral yang tinggi bagi personelnya," kata dia.
Pemeriksaan genital, kata dia, diberlakukan tidak hanya bagi perempuan namun juga laki-laki.
Hal tersebut, kata dia, dilakukan untuk mendapatkan informasi lebih memadai terkait kondisi kesehatan dan perilaku yang bersangkutan.
Ia mencontohkan misalnya calon prajurit tersebut mengidap penyakit menular seksual atau penyakit genital atau tidak.
Selain itu juga, kata dia, contohnya terkait bagaimana perilaku seksual dan bahkan calon prajurit tersebut sudah pernah menikah atau belum.
"Jika pemeriksaan itu dihapus begitu saja, maka akan sulit bagi TNI untuk melakukan 'profiling' kesehatan dan moral calon anggotanya secara lebih komprehensif," kata Fahmi.
Fahmi bisa memahami jika status keperawanan dihapuskan dari persyaratan lolos seleksi, karena status itu belum tentu relevan dengan kondisi kesehatan si calon.
"Namun saya tidak sepakat jika pemeriksaan genital baik bagi laki-laki maupun perempuan dihapuskan, mengingat hasil pemeriksaan tersebut dapat menjadi salahsatu data/informasi penting dalam tahapan seleksi berikutnya untuk benar-benar mendapatkan personel dengan standar kesehatan dan moral yang diharapkan," kata dia.
(Kompas TV/Tribunnews.com)
Tautan: