TRIBUNMANADO.CO.ID - Masih ingat kembar siam Yuliana Yuliani ? Kabar mereka usai 34 tahun berlalu tak terduga.
Kini sudah jadi dokter dan bergelar doktor. Dokter Padmosantjojo adalah sosok berjasa bagi mereka.
Yuliana dan Yuliani adalah Kembar Siam yang mendebarkan.
Mereka tak kenal lelah menggapai mimpi. Yuliana adalah seorang bergelar doktor, sementara Yuliani menjadi seorang dokter.
Kisah kembar siam Yuliana Yuliani kembali viral di media sosial. Netizen kembali menyorot kisah kembar ini. Foto Yuliana dan Yuliani kembali viral, dengan kisah inspiratif mereka.
Kisah mereka bermula tahun 1987, saat kembar siam Yuliana Yuliani, anak pasangan Tularji dan Hartini dari Tanjung Pinang, terlahir kembar siam dempet di kepala secara vertikal (kraniopagus).
Pada usia 2 bulan 21 hari, Kembar Siam itu menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
kembar siam Yuliana Yuliani (Tribunnews)
Adalah Dokter Padmosantjojo, ahli bedah saraf RSCM, yang berperan banyak pada operasi pemisahan si Kembar Siam
Dengan ketelitiannya, pria kelahiran Kediri, 26 Februari 1937, itu memisahkan selaput otak (duramater) yang berlekatan dengan pisau bedah biasa dan mata telanjang.
Operasi pada 21 Oktober 1987 itu jadi tonggak sejarah bidang kedokteran di Indonesia, khususnya bedah saraf.
Bagi Padmosantjojo, operasi Yuliana Yuliani menjadi karya adiluhung (masterpiece) dalam kariernya sebagai dokter.
"Aku tak ingin karyaku rusak, mati karena mencret misalnya. Maka harus aku openi (rawat)," ujarnya di rumahnya, Selasa (16/8).
Bantuan dana
Tak hanya mengoperasi secara gratis, Dokter Padmosantjojo juga membawa Yuliana Yuliani dan orangtuanya ke Jakarta.
Padmosantjojo mencarikan rumah untuk ditinggali keluarga itu.
Ia mendukung pemenuhan kebutuhan nutrisi si kembar dan memantau tumbuh kembang mereka selama di Jakarta.
Sebab, baginya, masa di bawah usia lima tahun jadi fase penting pertumbuhan otak seseorang.
kembar siam Yuliana Yuliani (Istimewa)
Setelah kembar Yuliana Yuliani dan orangtuanya pulang ke Tanjung Pinang pun, Padmosantjojo tetap memberikan dukungan dana untuk keperluan pendidikan kembar itu hingga kini.
"Ternyata bisa, tuh, Yuliana Yuliani sampai lulus universitas. Saya senang," kata Padmosantjojo sambil tersenyum, dilansir Kompas.com.
Kini, bayi kembar siam Yualiana Yuliani telah dewasa.
Yuliani jadi dokter dari Universitas Andalas (Unand), Padang. Sementara Yuliana adalam doktor ilmu nutrisi dan teknologi di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Yuliana menuturkan, meski pernah menjalani operasi pemisahan kepala dengan risiko tinggi, ia dan kembarannya mampu bersaing dengan anak lain yang terlahir normal di bidang pendidikan.
Bahkan, capaian mereka terbilang luar biasa.
Menurut Yuliana, pengalaman hidup menjalani operasi pemisahan membentuk mereka seperti saat ini.
Banyak pihak berkontribusi dalam keberhasilan mereka, yakni orangtua, Pakde, begitu kembar Yuliana Yuliani biasa memanggil Padmosantjojo, dan masyarakat yang mendoakan agar operasi pemisahan tahun 1987 silam berhasil.
Oleh karena itu, Yuliana menjadikan hidupnya sebagai ucapan terima kasih kepada mereka yang berjasa dalam hidupnya.
"Kami ingin membuat bangga orangtua, Pakde juga. Mereka tersenyum bangga atas prestasi kami sudah cukup bagi saya," ujarnya.
kembar siam Yuliana Yuliani (Tribunnews)
Yuliana menambahkan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, tanggung jawab sosial terhadap masyarakat pun kian tinggi.
Itu yang selalu diajarkan orangtua dan Pakde.
Yuliani menyampaikan, operasi pemisahan oleh Pakde memungkinkan mereka meraih capaian seperti sekarang.
Jika tak dioperasi saat itu, amat mungkin ia menghabiskan hidup dengan terbaring karena sulit bergerak akibat kembar siam.
Sumber inspirasi
Setelah operasi pemisahan, Pakde jadi sumber inspirasi bagi si kembar Yuliana Yuliani.
Sebagai dokter, Yuliani dididik Pakde agar tak berorientasi uang. Pakde mengajarkan, motivasi jadi dokter seharusnya menolong sesama.
"Pakde selalu mengajar kami berbagi dengan orang lain dan memberi manfaat bagi orang banyak," ucap Yuliani.
Padmosantjojo selama di RSCM selalu menggratiskan bedah saraf yang dilakukannya.
"Saya dibayar 2M per pasien. Makasih, Mas. Matur nuwun, Mas," ujarnya sambil tertawa.
Menurut Padmosantjojo, perhatiannya pada kembar Yuliana Yuliani juga merupakan bentuk protes kepada pemerintah yang disampaikan dengan contoh nyata.
Bahwa untuk memberi akses layanan kesehatan tak perlu jargon politik, hanya perlu empati dan kemauan menolong mereka yang membutuhkan.
Padmosantjojo, yang belajar bedah saraf di Rijk Universiteit, Groningen, Belanda, menyatakan, Indonesia merdeka, tetapi akses warga pada layanan kesehatan, khususnya bedah saraf, belum merata.
Tidak semua warga bisa mengakses layanan bedah saraf. Sejumlah provinsi belum punya dokter spesialis bedah saraf.
Itu membuat pasien yang butuh menjalani bedah saraf bisa meninggal karena tak tertangani.
Penghargaan prestasi dokter bedah saraf pun seolah enggan dilakukan pemerintah.
Padmosantjojo pernah ditawari bekerja di Belanda dan akan dikukuhkan sebagai guru besar di Groningen, tetapi ia memilih balik ke Indonesia.
"Demi bangsa," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Ke depan, Yuliana ingin membagi ilmunya dengan menjadi dosen atau peneliti.
Sementara Yuliani ingin meneruskan pendidikan dokter spesialis bedah saraf seperti Pakde, sumber inspirasinya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Yuliana-Yuliani, Tumbuh Sehat dan Cerdas Setelah Dipisahkan 29 Tahun Lalu"