TRIBUNMANADO.CO.ID - Wakil Presiden ke-6 RI sekaligus Mantan Panglima ABRI Try Sutrisno ternyata memiliki 2 anak yang sudah berpangkat Jenderal.
Diketahui, Try Sutrisno dan Tuti Sutiawati memiliki 7 orang anak yaitu Drg Nora Tristyana, Taufik Dwi Cahyono, Firman Santyabudi, Nori Chandrawati, Isfan Fajar Satrio, Kunto Arief Wibowo, dan Natalia Indrasari.
Suami Nora Tristyana adalah Ryamizard Ryacudu, mantan menteri pertahanan
Try Sutrisno adalah Wakil Presiden era Presiden Suharto yakni pada 1993-1998.
Dia merupakan Panglima ABRI periode 27 Februari 1988 – 19 Februari 1993.
Lantas siapa 2 sosok anaknya yang berpangkat Jenderal tersebut:
Keduanya yakni Inspektur Jenderal Polisi Firman Santyabudi dan Brigjen TNI Kunto Arief Wibowo.
Brigadir Jenderal TNI Kunto Arief Wibowo
(FOTO: Kunto Arief Wibowo (Istimewa)
Kunto Arief Wibowo Lahir di Surabaya, pada15 Maret 1971 atau umur 49.
Kunto Arief Wibowo kini berpangkat Brigadir Jenderal TNI. Dia menjabat Kepala Staf Komando Daerah Militer III/Siliwangi
Kunto, lulusan Akmil 1992 ini dari kecabangan Infanteri.
Sebelumnya, jenderal bintang satu ini menduduki jabatan sebagai Komandan Korem 032/Wirabraja.
Riwayat Jabatan
Danton Yonif Linud 502/Ujwala Yudha
Danton Yonif Linud 412/Bharata Eka Sakti
Kasi-2/Ops Korem 083/Baladhika Jaya (2007-2008)
Danyonif 500/Raider (2008-2009)
Dansatdik Sussarcab Pusdikif Pussenif (2009-2010)
Kasbrigif 13/Galuh (2010—2012)
Danbrigif 6/Trisakti Baladaya (2012—2013)
Kadep Teknik Akmil (2013—2014)
Asops Kasdam IX/Udayana (2014—2015)
Danrem 044/Garuda Dempo (2016—2018)
Danpuslatpur Kodiklatad (2018—2019)
Danrem 032/Wirabraja (2019—2020)
Kasdam III/Siliwangi (2020—Sekarang).
Sosok Irjen Firman Santyabudi
(FOTO: Sosok Irjen Firman Santyabudi/Kolase Tribun Manado)
Berikut ini rekam jejak Irjen Firman Santyabudi anak mantan wakil presiden yang pernah menjabat sebagai panglima ABRI dan kini menjadi jenderal Polisi.
Simak profil dan biodata lengkap Irjen Firman Santyabudi:
Irjen Firman Santyabudi lahir dari pasangan Try Sutrisno dan Tuti Sutiawati pada 17 November 1965, seperti dilansir dari Wikipedia.
Firman adalah seorang perwira tinggi Polri yang sejak 16 November 2020 mengemban amanat sebagai Asisten Logistik Kapolri.
Firman, lulusan Akpol 1988 ini berpengalaman dalam bidang lantas.
Jabatan terakhir jenderal bintang dua ini adalah Kepala Kepolisian Daerah Jambi.
Lulusan Akpol 1988 ini juga pernah menjabat sebagai Wadirlantas Polda Metro Jaya, Kasbudit Jianmas Ditlantas Babinkam polri, serta Dirlantas Polda Sumsel.
Berikut riwayat jabatannya.
- Wadirlantas Polda Metro Jaya
- Kepala SPN Lido, Polda Metro Jaya (2008)
- Kapolres Metro Jaksel (2009)
- Kasubdit Jianmas Ditlantas Babinkam Polri (2009)
- Dirlantas Polda Sumsel (2011)
- Analis Kebijakan Madya Bidang Korlantas Polri (2012)
- Kabagrenops Robinops Sops Polri (2013)
- Karodalaops Sops Polri (2013)
- Direktur Kerjasama dan Humas PPATK (2014)
- Deputi Bidang Pemberantasan PPATK (2017)
- Kapolda Jambi (2020)
- Asisten Logistik Kapolri (2020)
Biodata Try Sutrisno
(FOTO: Mantan Wapres dan Panglima ABRI Try Sutrisno/TRIBUNNEWS)
Try Sutrisno lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 15 November 1935.
Ayahnya, Subandi adalah seorang sopir ambulans, sedangkan ibunya, Mardiyah adalah seorang ibu rumah tangga.
Try Surtrisno menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di Surabaya. Setelah tamat dari SMP 2 Surabaya, ia kemudian melanjutkan ke SMA 2 Surabaya.
Pada usia 13 tahun, ketika Belanda kembali dan melakukan agresi militer, ia ingin bergabung dengan Batalyon Poncowati untuk ikut berperang.
Namun karena tidak ada yang menganggap keinginan Try serius, maka ia hanya dipekerjakan sebagai kurir.
Tugasnya adalah mencari informasi ke daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Belanda serta mengambil obat untuk Angkatan Darat Indonesia. Hingga pada 1949, Belanda akhirnya dapat dipukul mundur.
Setelah sebelumnya harus pindah ke Mojokerto karena serangan Belanda itu, setelah mundurnya Belanda Try dan keluarganya akhirnya kembali ke Surabaya. Di sana Try melanjutkan sekolahnya dan berhasil tamat dari SMA di usianya yang ke-21.
Lulus dari SMA, Try Sutrisno kemudian melanjutkan Pendidikan ke Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad). Pendidikan militernya di Atekad selesai pada tahun 1959.
Riwayat Karier
- Ajudan Presiden Suharto (1974)
- Kepala Staf KODAM XVI/Udayana (1978)
- Panglima KODAM IV/Sriwijaya (1979)
- Panglima KODAM V/Jaya (1982)
- Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (1985)
- Kepala Staf Angkatan Darat (1986)
- Panglima ABRI (1988)
- Wakil Presiden (1993-1998)
Pengalaman militer pertama Try Sutrisno adalah ketika ia ditugaskan dalam peperangan melawan pemberontak Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 1957.
PRRI sendiri merupakan sebuah kelompok sparatis yang berbasis di Sumatera, dimana mereka ingin membentuk pemerintahan alternatif di luar pemerintahan Soekarno.
Ia kemudian dikirim ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat pada tahun 1972. Kemudian pada 1974, ia terpilih menjadi ajudan Presiden Suharto. Sejak saat itulah kariernya di militer terus meroket (1).
Pada 1978, Try diangkat sebagai Kepala Staf KODAM XVI/Udayana. Setahun beselang, Try kemudian menjadi Panglima KODAM IV/Sriwijaya.
Sebagai Pangdam, Try Sutriso aktif menekan tingkat kejahatan serta menghentikan penyelundupan timah. Ia juga aktif di kampanye lingkungan untuk mengembalikan Gajah Sumatera ke habitat asli mereka.
Pada 1982, Try kemudian dipindahkan ke Jakarta, ia diangkat menjadi Panglima KODAM V/Jaya.
Masa-masa ketika ia menjadi Pangdam V/Jaya menjadi salah satu masa kelam dalam hidupnya. Try Sutrisno bersama Panglima ABRI saat itu, Benny Moerdani adalah tokoh utama dalam tragedi Tanjung Priok 1984.
Sampai saat ini belum ada data pasti terkait jumlah korban dalam tragedi tersebut. Pemerintah mengklaim ada 28 orang yang tewas dalam kerusuhan tersebut, namun dari pihak korban tetap bersikeras bahwa jumlah korban yang tewas ada 700 orang (2).
Kendati demikian, kariernya terus berkembang. Pada 1985, ia diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Hanya berselang setahun, pada 1986, ia diangkat sebagai KSAD.
Try menjabat sebagai KSAD selama dua tahun. Setelah lengser, pada 1988 ia kemudian diangkat menjadi Panglima ABRI. Jabatan ini merupakan puncak kariernya di militer.
Ketika ia menjabat sebagai Panglima ABRI, tragedi Talangsari di Lampung meletus pada 1990. Lagi-lagi Try menumpas para demonstran islam, seperti yang dilakukannya saat tragedi Tanjung Priok pada 1984 silam.
Setahun berikutnya, pada November 1991, giliran insiden Santa Cruz di Dili, Timor Timur yang meletus. Kali ini giliran orang-orang Katolik yang terbantai.
Insiden itu tersjadi saat prosesi penguburan Sebastio Gomes. Dalam prosesi pemakaman, para mahasiswa menggelar spanduk untuk meminta penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, menampilkan gambar pemimpin pro-kemerdekaan Xanana Gusmao. Saat itulah tentara melepaskan tembakannya.
Akibat insiden itu, 271 mahasiswa tewas, 382 orang terluka, dan 250 orang lainnya hilang. Sampai saat ini, peristiwa itu dikenal dengan Insiden Dili (3).
Tak pelak, pambantaian itu memicu kecaman dari dunia internasional. Tri Sutrisno kemudian dipanggil oleh DPR untuk menjelaskan insiden tersebut.
Masa jabatannya sebagai Panglima ABRI akhirnya berakhir pada 1993.
Kendati demikian, bukan berarti kariernya berhenti sepenuhnya. Di tahun yang sma, pada 1993 ia justru diangkat menjadi wakil presiden mendampingi Suharto.
Sebagai wakil presiden yang ke-6, Tri mendampingi Suharto sampai 1998 sebelum posisinya digantikan oleh B. J. Habibie menjelang reformasi.
Setelah jabatannya sebagai wakil presiden selesai, Try tidak serta merta melepaskan perhatiannya terhadap keadaan bangsa. Ia tetap aktif menyoroti kinerja pemerintahan. (Aldi Ponge/Tribun Manado/Surya)
SUMBER SEBAGIAN: