Kredit

Apakah Semua Bank Bisa Memberikan Kredit dengan DP 0 Persen? Ini Penjelasan BI

Editor: muhammad irham
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNMANADO.CO.ID - Tak semua bank dapat memberikan kredit dengan LTV maksimal 100 persen atau dengan DP 0 persen.

Bank yang dapat memberikan kredit dengan LTV maksimal 100 persen atau DP 0 persen, hanya perbankan dengan Non Performing Loan (NPL) atau rasio kredit bermasalah di bawah 5 persen saja.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Grup Kebijakan dan Koordinasi Makroprudensial BI Yanti Setiawan, Jumat (19/2/2021).

"BI memberikan suatu kelonggaran untuk nilai LTV itu pada KPR/KPA maupun pembiayaan syariah itu untuk bank yang memenuhi NPL atau NPF di bawah 5 persen. Mereka dapat memberikan LTV sampai 100 persen," kata Yanti dalam diskusi online di Jakarta, Jumat (19/02/2021).

Sementara itu, untuk perbankan yang tidak memenuhi kriteria NPL/NPF di bawah 5 persen, tetap dapat memberikan kelonggaran tetapi tidak maksimal 100 persen atau terbatas.

"Kecuali untuk fasilitas rumah pertama untuk rumah tipe di bawah 21 itu tetap kita berikan 100 persen. Ini sebagai bukti dan komitmen BI untuk berikan bantuan support kepada masyarakat berpenghasilan rendah," sambungnya.

Yanti mengaku dalam merumuskan kebijakan ini, BI telah berdiskusi dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Perbankan, dan asosiasi.

"Kami harap kebijakan ini jadi sesuatu kontribusi bagi bank indo dalam dorong pemulihan ekonomi nasional khususnya di sektor properti," kata dia.

Yanti mengatakan, penjualan properti pada tahun 2020 lalu tercatat masih menunjukkan peningkatan.

Pada tahun 2021 ini industri properti juga diprediksi akan mengalami peningkatan serupa.

"Kami melihat prospek penjualan properti itu berpotensi semakin meningkat," cetus Yanti.

Hal ini karena minat orang membeli properti tidak lagi hanya untuk dipakai sendiri atau kepemilikan pribadi tetapi juga untuk tujuan investasi.

"Dari data yang ada, orang yang memiliki rumah lebih dari satu dilihat dari rasio kartu keluarga terhadap sertifkat tanah. Itu kurang dari satu, yang artinya satu orang pembeli punya rumah lebih dari satu," ungkap Yanti.

Kemudian dari sertifkat, BI juga melihat rasio untuk penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) dibandingkan Hak Milik (HM) itu lebih tinggi.

Ini artinya, orang beli rumah lebih ditujukan untuk investasi, sementara konsumen end user cenderung mengalihkan sertifikatnya menjadi hak milik.(*)

Berita Terkini