Virus Nipah

Ancaman Belum Berakhir, Virus Nipah Berpotensi Jadi Pandemi Baru

Editor: Erlina Langi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Virus Nipah yang berpotensi menjadi pandemi baru mengancam manusia

TRIBUNMANADO.CO.ID - Ancaman pandemi masih belum berakhir, pasalnya belum usai penanganan wabah Covid-19, para ahli menyebutkan Virus Nipah berpotensi menjadi ancaman bagi manusia kedepan

Epidemiolog dari Grififth University Australia, Dicky Budiman mengatakan sebagai peneliti, selama duapuluh tahun terakhir dirinya telah menyaksikan hampir setiap lima tahun ada pandemi dan epidemi, salah satunya virus Nipah yang memiliki potensi menjadi pandemi dengan angka kematian mencapai 40 hingga 75 persen.

KPK Hadirkan Tiga Tersangka Dalam Rekonstruksi Kasus Suap Bansos Covid-19

"Virus Nipah memang sejak awal tidak pernah luput dari pemantauan karena memiliki potensi pandemi," kata Dicky Budiman saat dihubungi Tribunnews, Minggu (31/1/2021).

Dicky mengatakan suatu penyakit memiliki potensi pandemi karena virus baru untuk manusia dan merupakan zoonatic virus yakni virus yang mulanya ada di hewan.

Karena sebelumnya tidak ada pada manusia, maka manusia tidak memiliki kekebalan pada virus tersebut sehingga bisa menjadi pandemi.

"Potensinya untuk menjadi pandemi jauh lebih besar dari Covid-19, karena angka kematiannya dapat mencapai 75 persen. Ini akan menyebabkan kematian yang banyak," ujarnya.

Selain itu, virus Nipah sendiri disebutnya cepat menular, sehingga virus ini bisa menginfeksi populasi yang telah terinfeksi virus.

Disebutkan, bahwa virus Nipah dapat menular dari hewan ke manusia, dapat menular dari manusia ke manusia, dan dapat menular dari manusia ke hewan.

Adapun hewan potensial yang dapat menularkan virus tersebut yakni kelelawar, babi, maupun kotoran hewan hingga makanan yang terkontaminasi

"Kelelawar buah jadi host atau inang asli dari virus Nipah ini," katanya

Dicky mengatakan virus Nipah memiliki masa inkubasi yang panjang, yakni mencapai satu bulan bagi makhluk hidup yang terindikasi.

Gejalanya pun beragam, ada yang tidak bergejala hingga menyebabkan gejala infeksi pernapasan, bahkan menyerang otak.

Virus Nipah merupakan satu dari 16 patogen ancaman yang diidentifikasi WHO menjadi ancaman kesehatan dunia karena berpotensi menjadi pandemi.

Namun virus ini belum mendapat dukungan riset untuk mengantisipasi ancaman jika menjadi wabah.

Yang membuat khawatir ketika virus ini menjadi wabah di manusia, belum ada obat yang memadai untuk mengatasinya.

Termasuk belum adanya vaksin untuk mengatasi pandemi dari virus Nipah tersebut, walaupun virus ini disebut sudah terdeteksi lama.

Belum ada obat yang bisa menghandle penyakit ini, yang tentunya akhirnya bisa menyebabkan situasi menjadi buruk," katanya.

Dicky mengatakan bahwa masuknya dunia ke era pandemi salah satunya disebabkan oleh perilaku manusia sendiri yang mengabaikan keseimbangan alam.

Dengan pembabatan hutan dan perilaku yang tidak harmonis antara manusia dan alam membuat dunia semakin rawan terhadap pandemi.

"Perubahan iklim makin memperburuk situasi," katanya.

Ia menjelaskan bahwa di dunia ada sekiranya 1,6 juta jenis virus dimana sekitar 800 ribu virus menyebabkan infeksi.

Namun manusia hanya baru mengetahui atau meneliti 1 persen virus di dunia, dimana salah satunya ancaman virus Nipah.

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa perilaku kehidupan normal baru (new normal) di masyarakat harus dilakukan untuk mencegah bermacam wabah.

Pemerintah juga diimbau mempersiapkan sarana prasarana kesehatan yang memadai untuk mengantisipasi atau mencegah ancaman virus yang dapat menjadi pandemi lainnya.

"Virus Nipah ini salah satu penyakit yang paling ditakuti, karena kombinasi masa inkubasi yang lama dan angka kematian yang tinggi, dapat menyebabkan setengah penduduk wilayah habis jika ini tidak dicegah dari awal," ujarnya.

Inilah yang Terakhir Kali Terjadi Ketika Virus Nipah Menyebar

Selama 22 tahun terakhir, wabah sporadis virus nipah, sebuah penyakit menular yang baru muncul telah memicu kekhawatiran pakar ahli virus dan otoritas kesehatan internasional.

Mengutip Al Arabiya, pertama kali virus nipah atau NiV diketahui pada 1999 ketika terjadi di antara peternak babi di Malaysia. Pada beberapa tahun berikutnya, virus itu dilaporkan ada di seluruh negara Asia.

Kini, setelah virus itu merebak di China dengan tingkat kematian hingga 75 persen, virus itu berpotensi menjadi pandemi besar berikutnya.

Direktur Eksekutif Access to Medicine Foundation yang berbasis di Belanda, Jayasree K Iyer mengatakan bahwa penyakit menular NiV menimbulkan kekhawatiran besar.

"Nipah bisa merebak kapan saja. Pandemi berikutnya bisa jadi infeksi yang tahan terhadap obat," ungkapnya.

Terakhir kali terjadi di Bangladesh dan India

Selama wabah terjadi di Bangladesh dan India, NiV menyebar langsung dari manusia ke manusia melalui kontak dekat baik sekresi mau pun ekskresi.

Di Siliguri, India pada 2001, penularan virus ini juga dilaporkan terjadi di antara para petugas layanan kesehatan, di mana 75 persen kasusnya terjadi di antara staf rumah sakit atau pengunjung.

Dari 2001-2008, sekitar separuh dari kasus yang dilaporkan di Bangladesh disebabkan oleh penularan dari manusia ke manusia melalui pemberian perawatan kepada pasien yang terinfeksi.

Wabah terjadi terakhir di Kerala, negara bagian selatan India pada 2018 dan menewaskan 17 orang.

Saat itu, beberapa negara termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melarang masuknya makanan beku, buah dan sayur olahan yang diimpor dari Kerala untuk sementara waktu karena wabah NiV tersebut.

Penyebab wabah kala itu diyakini otoritas kesehatan bahwa karena mungkin orang-orang meminum jus kurma mentah yang terkontaminasi dengan urin atau air liur dari kelelawar buah yang terinfeksi.

Gejala umum penderita infeksi nipah atau NiV

Ditularkan dari hewan, virus ditemukan dari makanan yang terkontaminasi. Orang yang pernah terinfeksi nipah bisa menularkan ke orang lain.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), NiV mampu menyebabkan berbagai penyakit mulai dari infeksi asimptomatik hingga penyakit pernapasan akut dan radang otak.

Orang yang terinfeksi bisa mengalami beberapa gejala seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, muntah, pusing, sakit tenggorokan.

Beberapa orang bisa mengalami juga pneumonia atipikal dan beberapa masalah pernapasan yang kronis termasuk gangguan pernapasan akut.

Pada kasus yang sangat parah, orang yang terinfeksi bisa mengalami kejang yang menyebabkan koma dalam waktu 24-48 jam.

Artikel ini telah tayang di Tribunstyle.com dengan judul BELUM Rampung Covid-19, Epidemiolog Sebut Virus Nipah Berpotensi Jadi Pandemi, Kenali Gejalanya!

https://style.tribunnews.com/2021/02/01/belum-rampung-covid-19-epidemiolog-sebut-virus-nipah-berpotensi-jadi-pandemi-kenali-gejalanya?page=4

Berita Terkini