Cerita Alkitab

Perumpamaan Tentang Domba yang Hilang, Apakah Arti Itu Sesungguhnya?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Domba di Selandia Baru

TRIBUNMANADO.CO.ID - Perumpamaan tentang domba yang hilang adalah sebuah perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus kepada murid-muridnya.

Kisah ini tercantum di dalam Matius 18:12-14 dan Lukas 15:3-7.

Bacaan dikutip dari Lukas 15: 3 – 7, demikian ceritanya: Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Siapakah diantara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?”. Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: “Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan”. Aku berkata kepadamu: “Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."

Perumpamaan ini menceritakan tentang seorang gembala domba yang memiliki seratus ekor domba.

Pada suatu hari salah seekor dombanya hilang, dan ia meninggalkan domba yang lainnya di pegunungan dan mencari seekor yang tersesat.

Diceritakan bahwa ketika gembala tersebut menemukan domba yang hilang, maka kegembiraannya atas seekor domba itu lebih dari 99 ekor domba yang tidak sesat.

Dimasa kini, kita sering melihat lukisan Yesus yang sementara menggendong domba.

Lukisan itu kadang begitu sederhana, tapi mengandung makna yang sangat dalam. Lukisan itu hendak menggambarkan kasih Allah yang mau mencari manusia yang tersesat.

Dalam bacaan kita Lukas 15:1-7 berceritera tetang domba yang tersesat memang merupakan sebuah perumpamaan yang sederhana, dan biarkanlah tetap sederhana dan jangan dipersulit.

Secara sederhana perumpamaan ini demikian : Ada seekor domba yang tersesat - Sang gembala pergi mencarinya - Domba itu kemudian ditemukan. Si Gembala membawanya kembali ke rumah. Si Gembala merasa sangat senang.

Apakah arti dari perumpamaan yang sederhana ini? Ada beberapa kemungkinan.

Kemungkinan pertama untuk memahami perumpamaan ini sebagai suatu kisah tentang cinta. Karena seperti cinta umumnya, kadang cinta itu tidak masuk akal, berbahaya dan penuh risiko.

Tetapi cinta tetap cinta entah masuk akal atau tidak. Kadang kita tidak habis pikir, kenapa si A mencintai si B, yang menurut kita tak pantas.

Kadang kita tidak habis pikir kenapa si Yanto mencintai Marlin yang cerewet itu, atau si John yang tinggi besar dengan si Karla yang imut-imut. Cinta tetap cinta, entah pas secara logika atau tidak.

Begitu juga cinta kasih Allah kepada manusia kadang penuh misteri dan sulit dipahami.

Misteri kasih Allah hanya bisa kita pahami dalam iman dan bukan dengan akal budi kita. Karena Allah mencintai dunia dan isinya Ia justru mengorbankan anakNya yang tunggal (Yoh 3:16).

Untuk menhapus dosa dunia, Yesus justru mati, ini tentu di luar akal budi dan pemikiran manusia (1 Kor 1:23: , 23 tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan,").

Kembali pada perumpamaan tadi. Tuhan Yesus bilang ada seorang gembala mempuyai 100 ekor domba, yang satu hilang.

Ia tinggalkan 99 dan pergi mencari yang hilang itu. Ini tidak masuk akal dan berbahaya. Betapa besar risikonya, bagaimana kalau setelah pulang mendapatkan yang satu itu, ia mendapati yang 99 itu hanya tinggal 40 saja.

Terlalu riskan, gembala mana yang nekat melakukannya?

Kemungkinan kedua adalah pemikiran theologi pastoral yang mendalam yang hendak ditekankan oleh Tuhan Yesus.

Perumpamaan ini membuka perspektif untuk kita tidak hanya pikir tentang keselamatan diri sendiri, tetapi juga keselamatan orang lain.

Kita diajak peduli pada orang lain yang tersesat dan hilang dari lingkungan kehidupan kita.

Ini kritik Tuhan Yesus pada orang-orang Farisi yang sok suci dan saleh yang menutup mata pada orang lain yang dianggap berdosa.

Sekaligus juga kritik Tuhan Yesus kepada kita yang menganggap diri paling benar dan jago dibandingkan orang lain.

Inti kesaksian adalah ada sukacita besar di sorga karena pertobatan seorang berdosa lebih dari pada 99 orang benar.

Tuhan Yesus menunjuk perumpamaanya untuk orang-orang yang tak dipercaya dalam masyarakat yakni para pemungut pajak/cukai dan orang-orang berdosa.

Tetapi orang-orang Farisi menolak pandangan Yesus ini. Karena ajaran Yesus ini bertentangan dengan ajaran moral yang selama itu mereka yakini.

Mungkin kalau kita hubungkan dengan situasi politik bangsa Indonesia, kita bisa melihat posisi kita berada dimana mendukung pendapat orang Farisi atau mendukung pendapat Yesus.

Misalnya para koruptor e-KTP yang terlibat perkara korupsi besar-besaran yang heboh waktu lalu itu tiba-tiba mengaku bertobat dari segala perbuatannya dan berjanji menjual semua aset pribadi berupa mobil rumah mewah, hotel dan lain-lain dan menyerahkan kepada orang miskin di perbatasan RI dan Timor Leste.

Lantas rakyat Indoneisa bersukacita? Para hakim dan jaksa serta petugas keamanan akan membebaskannya? Apakah kita rela memaafkannya? Dan tidak memenjarakannya lagi sampai hukumannya selesai?

Tentu hal-hal ini tidak mudah. Tentu hal ini bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum kita. Dan tentu kita akan kaget dengan kata-kata Tuhan Yesus ini dan tentu saja akan protes.

Jadi memang perumpaman Yesus sederhana sekali, tetapi mempunyai makna yang dalam dan tidak mudah untuk dilaksanakan.

Kemungkinan yang ketiga bahwa Tuhan Yesus ingin membuka perspektif kita bahwa domba yang hilang itu bukan saja menunjuk kepada orang lain, tetapi juga kepada diri kita sendiri.

Kita kadang sibuk menunjuk orang lain sebagai domba yang sesat, padahal mungkin kitalah domba yang sesat itu.

Tuhan Yesus bukan hanya mengajak setiap orang yang dia hadapi saat itu untuk bertobat tetapi mengajak kita juga saat ini untuk bertobat.

Si Gembala yang dimaksud Yesus adalah Allah sendiri yang mencari kembali kita-kita yang tersesat, yang sudah lari jauh dari jalannya.

Adalah sukacita besar bagi Allah kalau anak-anaknya yang bagaikan domba yang tersesat itu bertobat dan kembali kepadaNya.

Pesan Moral dari perumpamaan ini adalah hendaknya kita lebih melihat kepada diri kita sendiri sebagai domba yang tersesat, yang dicari Allah: Mencari domba yang tersesat dalam diri kita sendiri.

Banyak orang muda yang setelah tamat kuliahnya bingung dan tidak mau mengamalkan ilmunya karena disesatkan dengan berbagai hal, kadang karena takut bayangan, tidak mau susah dan ragu menghadapi tantangan.

Juga karena selalu kuatir dan terlalu banyak pertimbangan untuk mengambil keputusan yang tepat.

Banyak yang sekolah hukum tapi tidak mau jadi ahli hukum, banyak yang sekolah guru, tetapi tidak mau jadi guru, banyak yang sekolah pendeta tetapi tidak mau jadi pendeta, banyak yang sekolah pertanian tetapi tidak mau jadi petani atau sekolah ekonomi tetapi tidak mau berusaha, dan masih banyak lagi.

Saya sering kaget, para mantan mahasiswa saya yang sudah tamat pendidikan guru, atau sekolah pendeta justru menjadi pelayan toko atau kasir.

Sebetulnya baik juga dari pada menganggur, tetapi seakan percuma semua ilmu yang dipelajari tidak diamalkan sesuai dengan peruntukannya.

Baik kemungkinan pertama, kedua maupun ketiga dari pesan Tuhan Yesus yang revolusioner dan mengagetkan ini mempunyai pesan moral kepada kita semua.

Dapatkah dalam kehidupan kita sehari-hari menerima orang-orang yang bersalah atau berdosa hidup berdampingan dengan damai dengan kita.

Dapatkah kita sendiri sebagai domba yang tersesat mau bertobat dan menyukakan hati Allah?

Dapatkah kita bertobat misalnya sebagai penjudi yang menghabiskan uang keluarga di meja judi. Mampukah kita bertobat dari suka minum mabuk.

Mampukah kita bertobat dari suka mengeluarkan kata-kata kotor dan suka bergosip tentang orang lain?

Ini adalah contoh-contoh sederhana yang dapat kita renungkan dari perumpamaan Tuhan Yesus yang sederhana itu.

Lebih dari pada itu perumpamaan ini memperlihatkan kepada kita tentang Allah tidak abstrak, tetapi Allah yang baik hati, peduli dan tidak berdiam diri tetapi yang selalu bertindak.

Allah seperti ini selalu menantang kita juga peduli dengan orang lain, dan terutama peduli dengan diri kita sendiri, untuk bertobat dari segala dosa dan salah kita.

Dengan perumpamaan ini Tuhan Yesus mengajak kita menguji kembali logika berpikir kita baik dalam hubungan dengan sikap pada orang lain maupun pada diri sendiri.

Sebab mungkin bagi kita segala kebiasaan-kebisaan kita adalah benar pada hal penilaian banyak orang justru kita salah.

Kalau kita sudah biasa berjudi, mabuk-mabukan maka itu merupakan hal yang biasa, dan tidak perlu pertobatan dari itu.

Tetapi apakah sikap kita itu benar? Dengan perumpaamaan ini Tuhan Yesus mengajak kita memperluas perspektif atau pandangan kita, dan mengujinya dalam terang kehendak dan kasih Allah sendiri.

Allah ingin kita semua diselamatkan dan tidak ada yang hilang tersesat.

SUBCRIBE YOUTUBE TRIBUN MANADO:

Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Siapakah Domba yang Hilang Itu Sesungguhnya

Siapakah Domba yang Hilang Itu Sesungguhnya? Renungan Kristen Protestan Tanggal 16 Februari 2019

Oleh: Pdt. DR Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA (Dosen Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang)

Berita Terkini