TRIBUNMANADO.CO.ID - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Republik Indonesia Mahfud MD,
kembali menanggapi wacana Menkumham Yasonna Laoly untuk memberikan remisi dan penangguhan penahanan pada sejumlah napi di masa pandemi virus corona atau covid-19.
Hal itu ia ungkapkan saat menjadi tamu di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne edisi Selasa, 7 April 2020 malam.
Awalnya, Mahfud sempat bertanya ulang pada sang host, Karni Ilyas, mengenai tema yang hendak diulas.
Mahfud menilai, diskusi yang berjalan saat itu sudah melebar ke mana-mana.
Karena alasan itu, ia mengaku bingung mau menjawab yang mana dulu.
Bahkan, Mahfud menilai diskusi yang berjalan sebelum ia diperbolehkan bicara terlalu banyak basa-basinya.
"Silakan tadi melebar banyak sekali saya tidak tahu yang mana saya mau jawab," ujarnya.
"Fokusnya tidak ada, banyak basa basi tadi," imbuhnya.
Karni Ilyas lalu menjelaskan ulang soal pernyataan sang Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
"Menteri Hukum dan HAM tadi dia sudah bicara."
"Tentang policy memberikan remisi dan juga penangguhan menjalani hukuman penjara kepada napi."
"Kemudian yang jadi polemik adalah soal adanya wacana napi koruptor akan diberi (remisi)."
"Saya juga mengusulkan narkoba itu undang-undangnya itu disegerakan lah agar tidak semua pemakai harus ditaruh di penjara sehingga penjara kita itu jangankan untuk tidur untuk berdiri saja tidak muat" kata Karni Ilyas.
Mahfud lalu menjelaskan latar belakang putusan soal penangguhan penahanan dan pembebasan bersyarat napi tersebut.
"Diputuskan dalam rapat terbatas kabinet dan presiden menyetujuinya," kata Mahfud MD.
Ia juga mengungkapkan soal adanya pihak-pihak yang suka mengadu domba antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, khususnya DKI Jakarta.
Menurutnya, temuan itu ia dapatkan di media sosial.
"Saya kira tidak ada yang mempolitisasi hubungan pusat dan daerah,
kecuali di medsos dan orang-orang tertentu yang itu-itu saja," ujarnya.
"Kita dengan DKI (Pemprov Jakarta) baik kok."
"Memang ada orang yang selalu mengadu domba,
seakan-akan pusat dan daerah itu berbenturan," ungkapnya.
"Padahal komunikasinya baik."
"Kami sering melakukan rapat virtual dengan para gubernur dan selalu kompak," imbuhnya.
"Tapi kenapa seakan-akan daerah dipotong oleh pusat."
"Pusat diganjal oleh daerah, gak ada."
"Memang ada perdebatan, tapi ya wajar," tegas Mahfud.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly kembali menjadi perhatian publik.
Bagaimana tidak, ia berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Ia beralasan, napi koruptor dan narkotika yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP itu, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain dalam rangka pencegahan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Dengan revisi tersebut, Yasonna ingin memberikan asimilasi kepada napi korupsi berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya sebanyak 300 orang.
"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020) seperti yang dikutip dari Kompas.com.
(TribunNewsmaker/ Irsan Yamananda)