TRIBUNMANADO.CO.ID - Narapidana koruptor dibebaskan dari penjara untuk cegah penularan covid 19.
Hal itu adalah wacana dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Pembebasan napi koruptor tersebut menuai komentar.
Disampaikan oleh sejumlah kalangan.
Dan yang menolak wacana napi koruptor untuk dibebaskan karena corona adalah
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron hingga Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Mereka menolak wacana pembebasan 300 napi korupsi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron angkat bicara soal wacana pembebasan narapidana tindak pidana korupsi.
Menanggapi hal itu, Nurul Ghufron menyatakan kurang setuju dengan wacana yang diusulkan Yasonna.
Menurut Ghufron, lapas untuk napi korupsi terbilang masih longgar.
Sehingga kebijakan jaga jarak sosial atau social distancing dapat dilaksanakan.
"Perlu kami tegaskan terhadap napi korupsi yang selama ini dalam pemahaman kami kapasitas selnya tidak penuh."
"Tidak seperti sel napi pidana umum, tidak ada alasan untuk dilakukan pembebasan," kata Ghufron, dikutip Kompas.com.
Nurul Ghufron mengatakan, satu lapas napi korupsi rata-rata penghuninya tidak melebihi kapasitas.
Berbeda dengan lapas untuk tindak pidana umum dan narkotika.
Lebih lanjut, Ghufron memaparkan, alasan yang digunakan Yasonna untuk membebaskan para napi koruptor.
Menurutnya, overkapasitas merupakan permasalahan yang sudah lama terjadi.
Ghufron menyebut, pihak Kemenkumham juga belum memperbaiki tata kelola di Lapas Sukamiskin.
Sebelumnya, terkait rencana aksi yang telah disusun setelah operasi tangkap tangan di Lapas Sukamiskin.
"Sehingga kapasitas sel menjadi tidak imbang."
"Selama masih seperti ini adanya, tidak beralasan untuk melakukan pembebasan terhadap Napi karena malah akan menimbulkan ketidakaadilan baru," ujar Ghufron.
Ghufron pun berharap Kemenkumham segera membenahi pengelolaan lapas untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi.
"Termasuk dalam hal terdapat pandemi corona ini."
"Sehingga overkapasitas dapat diminimalisasi dan pemetaan napi yang patut dibebaskan dan juga lebih terukur," tuturnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD
Menkopolhukam Mahfud MD turut menanggapi wacana remisi atau pembebasan napi korupsi oleh Yasonna Laoly.
Menurut Mahfud, di lapas napi koruptor lebih efektif menjadi tempat islolasi mencegah penyebaran Covid-19 dibandingkan di rumah.
Hal itu disampaikan Mahfud dalam video yang diunggah kanal YouTube Official iNews, Minggu (5/4/2020).
"Malah diisolasi di sana (lapas) lebih bagus daripada di rumah," ujar Mahfud MD.
Mahfud lantas menegaskan bahwa tidak ada rencana pemerintah untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012.
Yakni PP 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
"Karena alasannya, PP-nya itu pertama khusus sudah ada bahwa itu berbeda dengan napi yang lain," paparnya.
Mahfud juga menjelaskan kondisi di sel para koruptor tersebut.
Ia menambahkan, sel napi korupsi yang tidak berdesakkan itu mendukung penerapan physical distancing dalam masa wabah corona.
"Lalu yang kedua, kalau tidak pidana korupsi itu tempatnya sudah luas, bisa melakukan physical distancing," terang Mahfud.
Sementara itu, Mahfud menegaskan tidak akan memberikan remisi dan pembebasan bersyarat bagi napi korupsi dan bandar narkoba.
"Jadi tidak ada sampai hari ini, itu rencana memberi pembebasan bersyarat kepada napi koruptor, terorisme, dan bandar narkoba," jelas Mahfud.
Mahfud menambahkan, pemerintah tetap berpegang pada sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2015 lalu terkait PP Nomor 99 Tahun 2012.
"Pada 2015 Presiden sudah menyatakan tidak akan mengubah dan punya pikiran untuk merevisi PP 99 Tahun 2015," ucap Mahfud.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, karena itulah pemerintah tidak memiliki rencana memberikan pembebasan bersyarat kepada narapidana korupsi hingga hari ini.
Yasonna Laoly
Diberitakan sebelumnya, Yasonna Laoly berencana merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012.
Hal itu dikarenakan napi koruptor dan narkotika, yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP tersebut.
Yakni tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain dalam rangka pencegahan Covid-19 di lapas.
Lewat revisi itu, Yasonna ingin memberikan asimilasi kepada napi korupsi berusia di atas 60 tahun.
Serta telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya sebanyak 300 orang.
"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020), dikutip Kompas.com.
Yasonna menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK/01.04.04
Peraturan dan keputusan itu mengatur tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan adalah tingginya tingkat hunian.
Adapun tahanan di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara.
Menurutnya, hal itu membuat lapas dan rutan rentan terhadap penyebaran virus corona.
Namun, PP Nomor 99 Tahun 2012 tidak mengatur tentang napi khusus kasus korupsi untuk bisa ikut dibebaskan.
Oleh sebab itu, Yasonna Laoly ingin PP tersebut direvisi.
"Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99/2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini," ujar Yasonna.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani) (Kompas.com/Ardito Ramadhan)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Wakil Ketua KPK hingga Mahfud Tolak Wacana Yasonna Bebaskan Napi Koruptor karena Corona