Perpanjangan Izin SKT FPI

Refly Harun: FPI Tetap Jalan Tanpa SKT, Khilafah Bukan Negara tapi Multilateral, Haikal Sentil Ahok

Editor: Aswin_Lumintang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Acara Sapa Indonesia Malam di KompasTV.

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Front Pembela Islam (FPI) tetap bisa jalan meski pun tanpa Surat Keterangan Terdaftar (SKT), hanya tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah dan tidak bisa melanggar hukum dalam kegiatannya.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun turut memberikan komentarnya terkait dengan rencana perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI).

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

Tanggapan Refly Harun disampaikan dalam acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, Senin (2/12/2019).

Menurut Refly Harun, tanpa SKT, suatu organisasi masyarakat tetap bisa jalan termasuk FPI.

"Tapi kalau misalnya dia nggak ada SKT, tetap dia bisa jalan yang penting dia tidak melanggar hukum," jelas Refly Harun.

Kekurangan suatu organisasi masyarakat tanpa mengantongi SKT adalah saat ada bantuan dari pemerintah, pihaknya tidak akan dapat.

Tangkap Layar YouTube KompasTV Refly Harun Pakar Hukum Tata Negara (Tangkap Layar YouTube KompasTV)
Lebih lanjut, Refly Harun menjelaskan meskipun ada komponen masyarakat yang tidak suka dengan FPI, namun kebebasan konstitusional untuk berpendapat dan bergorganisasi sudah dijamin.

"Kalau kita bicara tentang FPI, ada komponen masyarakat yang tidak suka dengan FPI, tetapi kan kalau kita bicara tentang kebebasan konstitusional, yang namanya organisasi, membentuk organisasi, berpendapat, menyampaikan pendapat, dan lain sebagainya yaitu dijamin, nggak ada persoalan," jelas Refly Harun.

Yang terpenting adalah tidak melakukan pelanggaran hukum.

Refly Harun juga menjelaskan bahwa eksistensi sebuah organisasi tidak bergantung dari izin.

"Izin itu nggak ada, yang ada adalah kalau dia berbadan hukum daftarnya ke Kementerian Hukum dan HAM, kalau dia tidak berbadan hukum mendaftarnya ke Kementerian Dalam Negeri," terang Refly Harun.

Kuasa Hukum FPI Jelaskan soal Khilafah di AD/ART: Kerjasama Multilateral dengan Asas Pancasila

Kuasa Hukum Front Pembela Islam (FPI), Ali Abu Bakar Alatas menjelaskan maksud kata khilafah dalam AD/ART FPI.

Penjelasan tersebut disampaikan Abu Bakar Alatas dalam acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, Senin (2/12/2019).

Menurut Ali Abu Bakar Alatas makna dari kata khilafah dalam AD/ART FPI adalah mendorong negara-negara Islam untuk memperkuat kerjasama di bidang keuangan.

"Contoh supaya negara Islam ini bikin mata uang bersama, terus bikin pasar bersama, bikin pakta pertahanan bersama, bikin kurikulum pendidikan bersama," jelas Ali Abu Bakar Alatas.

Dengan kata lain, kerjasama multilateral antar negara-negara Islam dengan asas Pancasila.

"Sebagaimana Uni Eropa," terangnya.

Ali Abu Bakar Alatas mengakui memang dalam AD/ART FPI terdapat kata khilafah.

Menurutnya kata khilafah sering kali disalahpahami maknanya.

Seolah-olah khilafah ini hanya satu kelompok, hanya satu pemikiran, padahal Menurut Ali Abu Bakar Alatas khilafah ini mempunyai banyak dinamika dan kajian yang luar biasa banyak.

"Cuma memang yang disalahpahami adalah seolah-olah khilafah ini hanya satu kelompok, hanya satu pemikiran, padahal dinamikanya banyak, kajiannya luar biasa banyak," jelasnya.

Lebih lanjut, Ali Abu Bakar Alatas menjelaskan bahwa asal mula kata khilafah adalah dari keyakinan umat Islam mengenai kedatangan Imam Mahdi yang akan datang pada akhir jaman.

"Nah kemudian untuk menyambut kedatangan Imam Mahdi itu, kita berpikir apa yang kita bisa kita berikan terus tidak bertentangan secara konstitusional juga tidak bertentangan dengan realita yang ada," terangnya.

Alasan tersbeut menjadi latar belakang FPI dalam membuat AD/ART yang satu di antara terkandung kata khilafah.

Abu Janda dan Haikal Hassan Debat soal Ahok

Pegiat Media Sosial, Permadi Arya alias Abu Janda berdebat dengan Juru Bicara Persatuan Alumni (PA) 212, Haikal Hassan.

Keduanya memperdebatkan soal penistaan agama yang menyeret sejumlah tokoh.

Namun, perdebatan keduanya justru ditanggapi dengan candaan oleh Pengamat Tata Negara, Refly Harun. 

Dilansir TribunWow.com, Abu Janda menyebut ada sejumlah kasus penistaan agama yang tak jelas kelanjutannya.

Melalui tayangan YouTube KOMPASTV, Senin (2/12/2019), Abu Janda mulanya menyinggung kasus penistaan agama yang menyeret nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Menurutnya, kini bahasan soal Ahok yang menistakan agama seharusnya tak perlu dilakukan.

Sebab, Ahok disebutnya telah menjalani hukuman atas kasus tersebut.

Abu Janda pun mengimbau Haikal Hassan atau yang kerap disapa Babe Haikal untuk berhenti mengungkit kasus Ahok itu.

"Be, jadi kalau ku rasa kalau Babe bahasnya kasus Ahok kayaknya enggak perlu dibahas lagi itu (Ahok) sudah case closed ya," terang Abu Janda.

"Kita sudah konsensus bersama, memang itu sudah terjadi penistaan agama meskipun awalnya ada polemik tapi kan pada akhirnya kasus berjalan sampai pada akhirnya putusan hakim dan yang bersangkutan sudah menjalani hukuman," sambungnya.

Berita Terkini