TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Politisi Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menilai rencana Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengawasi media nonkonvensional atau digital cukup diperlukan. Menurut Fadli pengawasan penyiaran juga perlu dilakukan kepada media digital, tidak hanya media konvensional.
Fadli Zon mengatakan konten di media digital harus dipantau agar isinya tidak bertentangan dengan jati diri bangsa. Fadli berharap konten di media digital tidak merusak bangsa Indonesia.
Baca: Banjir Tewaskan 184 Orang di India
"Digital space juga bisa merusak bangsa kita kalau banyak konten yang tidak sesuai dengan jati diri kita," ujar politikus Partai Gerindra itu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (12/8).
Fadli berpendapat KPI, sebagai lembaga pengawas penyiaran publik, sudah semestinya memiliki wewenang dalam mengawasi media digital. Menurut Fadli rencana tersebut tepat jika memang diterapkan dalam rangka menegakkan aturan.
Komisi Penyiaran Indonesia menyatakan akan mengawasi konten-konten dari media digital. Mereka akan membuat dasar hukum untuk mengawasi konten di YouTube, Facebook, Netflix dan sejenisnya. Pernyataan ini kemudian memicu kontroversi di kalangan masyarakat.
"Kami ingin segera mengawasi itu (media digital, red) karena konten media digital sudah termasuk ranah penyiaran," ujar Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Agung Suprio di Jakarta, Senin (5/8) lalu.
Baca: Hasil dan Klasemen Matchday 4 Grup A Piala AFF U-18 2019, Indonesia Digdaya, Lolos ke Semifinal
Komisioner KPI Hardly Stefano mencoba meluruskan pernyataan yang disampaikan oleh Agung Suprio. Hardly menilai pernyataan tersebut telah menimbulkan pro dan kontra sehingga dia merasa harus memberikan penjelasan. Menurut Hardlu apa yang disampaikan Agung merupakan pernyataan pribadi yang terlalu dini untuk diumumkan.
"Pernyataan Agung Suprio yang memunculkan wacana tersebut di ruang publik, adalah pernyataan personal yang terburu-buru, prematur dan pada akhirnya menimbulkan kegaduhan," tegas Hardly dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tribun Network, Senin (12/8).
Ia menekankan pembahasan terkait wacana pembuatan dasar hukum untuk melakukan pengawasan terhadap YouTube, Netflix dan media semacamnya, belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, menurut Hardly belum ada keputusan mengenai hal itu karena wacana tersebut belum pernah dibawa ke dalam forum resmi KPI.
"Karena belum pernah dibahas dan diputuskan dalam forum resmi KPI, yaitu rapat pleno anggota KPI," kata Hardly.
Dalam Tahap Kajian
Komisioner KPI sekaligus Koordinator Bidang Kelembagaan KPI Irsal Ambia mengatakan wacana pengawasan media digital masih dalam tahap kajian, Senin (12/8). Irsal menjelaskan pengawasan ini pada dasarnya adalah wacana yang digulirkan untuk membangun kesadaran bersama.
Targetnya adalah masyarakat menyadari pentingnya kekerasan dan perlindungan kepada anak.
Baca: Begini Nasib Keempat Pemuda yang Viral karena Video Kencingi Bendara Merah Putih
Menurut Irsal media adalah ruang publik dan tidak bisa menjadi private meski ada dalih membayar untuk mengakses platform terkait. Namun demikian, Irsal menegaskan KPI tidak memiliki wewenang untuk menyensor dan melarang tayangan tertentu. KPI hanya membangun mekanisme konten atau tayangan untuk kepentingan perlindungan publik.
Terkait wacana pengawasan tersebut, Netflix belum bisa berkomentar. Alasannya, pengawasan tersebut masih wacana.
"Kami dari Netflix belum bisa mengomentari perihal wacana ini. Pengawasan ini masih wacana, jadi kami belum bisa komentar," ucap Communications Manager Netflix Indonesia Kooswardini Wulandari saat dikonfirmasi melalui telepon (12/8).
Netflix memiliki fitur parental control untuk membatasi konten sesuai dengan umur pengguna. Namun demikian, hal ini tidak membuat Netlfix lepas dari pengawasan konten tayangan yang ada. (Tribun Network/mam/fit/har)