TRIBUNMANADO.CO.ID, SEMARANG - Wakil Ketua nonaktif DPR, Taufik Kurniawan atau Takur, divonis enam tahun penjara dan membayar denda Rp 200 juta subsidair empat bulan kurungan, karena terbukti menerima suap atas pengurusan dana alokasi khusus (DAK) Kabupaten Kebumen dan Purbalingga. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga dilarang menduduki jabatan publik selama tiga tahun.
Amar putusan itu dibacakan majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/7/2019).
Baca: Tiga Partai Politik Berpeluang Usung Calon di Pilkada 2020
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa yaitu pencabutan hak politik untuk dipilih selama tiga tahun terhitung setelah terdakwa selesai menjalani pidana," kata hakim ketua, Antonius Widijantono, saat membacakan amar putusan.
Majelis hakim menyatakan Taufik Kurniawan terbukti menerima suap berupa fee atas pengurusan DAK untuk Kabupaten Kebumen dan Purbalingga yang bersumber dari APBN-Perubahan tahun 2016 dan 2017. Oleh karenanya, majelis hakim juga diwajibkan membayar uang ganti kerugian negara dari suap yang diterimanya sebesar Rp 4.240.000.000.
Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu delapan tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan terdakwa Taufik Kurniawan selaku anggota dan pimpinan DPR terbukti menerima fee dengan total Rp 4,85 miliar.
Rinciannya, Taufik menerima fee sebesar Rp 3,65 miliar atas pengurusan pengajuan DAK untuk Kabupaten Kebumen yang bersumber dari perubahan APBN Tahun 2016 sebesar Rp 100 miliar.
Selanjutnya, pimpinan DPR asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah VII (Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen) itu menerima fee sebesar Rp 1,2 miliar atas pengurusan pengajuan DAK untuk Kabupaten Purbalingga dalam APBN-Perubahan Tahun 2017 sebesar Rp 40 miliar.
Baca: Ini Alasan Bank-bank Kini Sibuk Tutup Kantor-kantor Cabangnya, Jumlah Karyawan pun Berkurang
Pemberian uang berasal dari mantan Bupati Kebumen Yahya Fuad dan mantan Bupati Purbalingga Tasdi. Namun, penyerahakan dilakukan kepada terdakwa melalui orang suruhan kedua kepala daerah tersebut, yakni Rahmat Sujianto dan Wahyu Kristianto. "Uang yang dalam penguasaan Rahmat Sujiato dan Wahyu Kristianto tersebut, maka secara hukum uang tersebut sudah berada dalam penguasaan terdakwa," kata Antonius.
Sebelum pemberian suap, antara terdakwa dengan para pihak telah melakukan pertemuan di berbagai tempat. Di antaranya di KFC Jalan Sultan Agung, Hotel Gumaya, Pendopo Purbalingga, dan rumah seseorang di Wanareja, Banjarnegara. Selain itu, terjadi permintaan fee sebesarĀ 5 persen dari total kepengurusan DAK yang diajukan.
Taufik Kurnniawan selaku penyelenggara negara terbukti bersalah melanggar pidana sebagaimana dakwaan jaksa KPK, yakni Pasal 12 huruf a UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Menanggapi putusan ini, baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum belum menyatakan apakah akan mengajukan banding.
Atas vonis ini, baik terdakwa Taufik Kurniawan maupun tim jaksa dari KPK menyatakan masih pikir-pikir dalam tujuh hari untuk mengajukan banding atau tidak.
Jadi Pelajaran
KPK berharap penjatuhan hukuman pencabutan hak politik pimpinan DPR Taufik Kurniawan menjadi pelajaran bagi anggota legislatif dan pejabat lainnya untuk tidak melakukan korupsi. "Kasus ini juga dapat menjadi pembelajaran bagi para anggota legislatif lainnya dan juga kepala daerah atau pejabat yang dipilih oleh rakyat agar tidak melakukan korupsi, apalagi hak politiknya juga dicabut," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah.
Baca: Pengucapan Syukur di Minsel Aman, Lancar dan Kondusif, Ini Ungkapan Syukur Kapolres Minsel
Menurut Febri, salah satu poin penting dari kasus Taufik adalah dikabulkannya pencabutan hak politik. KPK berharap pencabutan hak politik tiga tahun tersebut dapat diterapkan konsisten. "KPK harapkan pencabutan hak politik ini dapat diterapkan konsisten, terutama untuk kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh politisi," ujarnya.
Dia melanjutkan, seorang politisi yang memiliki jabatan publik juga telah mencederai rakyat dengan melakukan korupsi. Tak pelak, hukuman mencabut hak politik diharapkan bisa berdampak pada penurunan indeks korupsi.
Febri menambahkan, kasus suap pimpinan DPR ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pejabat pemerintah daerah dan anggota DPRD Kabupaten Kebumen, pada Oktober 2016 lalu, dengan jumlah barang bukti uang yang tidak terlalu besar.
Namun, dari titik itu KPK dapat mengungkap adanya dugaan praktik pencucian uang oleh korporasi hingga suap Taufik Kurniawan "Ini menjadi contoh bahwa seringkali KPK membongkar kasus-kasus dengan aktor yang besar dan nilai suap atau gratifikasi besar dari OTT yang awalnya terlihat kecil," ujarnya.
Diganti dan Gaji Disetop
Pimpinan DPR segera memanggil pimpinan Fraksi PAN untuk membahas pengganti Taufik Kurniawan sebagai Wakil Ketua DPR menyusul adanya putusan pengadilan vonis enam tahun penjara terkait kasus korupsi.
"Saya akan undang ( pimpinan Fraksi PAN) dalam rapat pimpinan," ujar Bambang
Namun, ia belum dapat memastikan jadwal pasti rapat tersebut karena tiga wakil ketua DPR tengah melakukan kunjungan kerja ke Selandia Baru. "Karena Fahri Hamzah masih di New Zealand. Fadli Zon juga. Yang ada di sini hanya Pak Utut dan saya. Pak Agus Hermanto juga sudah di New Zealand," kata politikus Partai Golkar itu.
Bambang juga menekankan bahwa pergantian jabatan pimpinan DPR merupakan kewenangan fraksi. Oleh sebab itu, pimpinan DPR akan menunggu surat resmi dari pimpinan Fraksi PAN mengenai usulan pengganti Taufik Kurniawan.
Berdasarkan Pasal 37 huruf c Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, Pimpinan DPR diberhentikan apabila dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun atau lebih.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar mengatakan pihaknya akan menghentikan pemberian hak-hak Taufik, termasuk gaji, usai menerima salinan surat putusan dari pengadilan. "Untuk status anggota kami akan stop hak-haknya setelah ada surat resmi putusan tersebut," kata Indra. (tribun network/tribun jateng/kcm/dtc/coz)