TRIBUNMANADO.CO.ID - Miris kondisi mahasiswa asal Kabupaten Puncak Provinsi Papua yang kuliah di Jawa dan Bali terancam diusir dari rumah kontrakan karena tak bisa membayar sewa.
Hal ini menjadi ironi terkait tingginya dana otonomi khusus yang diterima Provinsi Papua mencapai Rp 8,3 Triliun pada 2019.
Kabupaten Puncak mendapatkan dan otsus besar sebanyak Rp 128,5 miliar pada 2018.
Padahal dan otonomi khusus salah satu sasarannya yakni pendidikan.
Diketahui, pemberian dana otsus sebesar dua persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) untuk empat hal, yakni kesehatan, pendidikan, ekonomi kerakyatan, dan infrastruktur.
Dana paling besar diperuntukkan untuk kesehatan sebesar persen, pendidikan 15 persen, dan ekonomi dan infrastruktur masing-masing 5 persen.
Sehingga mahasiswa asal Puncak, Papua yang terancam diusir dari kontrakan patut dipertanyakan proses pengeloaan dana otonomi khusus tersebut.
Apalagi Provinsi Papua terkenal dengan kekayaan alamnya.
Papua dianggap pulau terkaya di Indonesia karena menjadi pulau penghasil emas.
Otis Tabuni, mahasiswa Papua, menulis surat terbuka mengungkap kondisi mahasiswa yang terancam terusir dari kontrakan
"Mei tahun 2019, masa pemberlakuan rumah kontrakan bagi Mahasiswa asal kabupaten puncak yang menuntut ilmu se Jawa dan Bali telah berakhir. Dengan berakhirnya masa kontrakan tersebut, ketua-ketua korwil IPMAP setiap kota studi masing-masing melakukan komunikasi dengan tuan rumah atau pemilik kontrakan guna memberitahukan kondisi dan stuasi pemerintah Kabupaten Puncak Papua dan diminta dengan mohon agar masih dapat memberikan kesempatan guna tetap berada di rumah kontrakan yang mereka bayar tahun lalu," katanya.
Baca: KKB Papua Rekrut Remaja 15 Tahun jadi Tentara, Lawan Militer Indonesia
Baca: Surat Terakhir Mantri Patra Meninggal saat Tugas di Pedalaman Papua: Baju Putih Kering Berkeringat
Baca: Heboh, Bunga Megapuspa Mekar di Puncak Gunung Jayawijaya Papua, Ini Fakta Sebenarnya
Baca: Rahasia Perawatan Tubuh Ala Krisdayanti hingga Alasan Sang Diva Lakukan Oplas Wajah, Apa Yah?
Baca: Nia Ramadhani Hobby Pesta dan Bosan Miskin, Ini yang Bikin Istri Ardie Bakrie Tertawa Ngakak
Baca: Dua Jenderal Polisi Didorong Masuk Bursa Pilgub Sulut 2020 Siapa Saja Mereka?
Baca: Heboh, Bunga Megapuspa Mekar di Puncak Gunung Jayawijaya Papua, Ini Fakta Sebenarnya
Baca: Torang Kanal: Agnes Dirgahayu Palit mengharapkan Kota Manado Indah dan Bersih
Baca: 10 Fakta Tentang Orgasme Pada Wanita, Bisa Meringankan Segala Jenis Nyeri Termasuk Sakit Kepala
Katanya, sebulan berlalu kesepakatan tersebut berakhir sehingga sesuai kesepakatan, terpaksa mereka harus meninggalkan rumah. "Ada sebagian yang hanya DP Rp 2 juta dan memindah kontrakan yang telah di-DP," katanya
Pemilik meminta segera mengosongkan rumah dengan alasan perjanjian telah lewat sehingga dipaksakan harus meninggalkan rumah baru yang telah di-DP.
"kondisi ini sudah lama terjadi dan paling tidak kami telah menyuarakan, namun semua pihak terutama pemerintah kabupaten puncak tidak pernah memberikan respon sendikitpun akhirnya kini benar-benar menderita," katanya.
Katanya para mahasiswa sudah patungan untuk membayar sewa sesuai kemampuan tapi tidak cukup.
"Kami tidak berharap siapa-siapa sebab selama ini kami mengakui pemerintah kabupaten puncak adalah orang tua bagi kami," katanya
Berikut surat terbuka mahasiswa papua yang diterima tribunmanado.co.id (grup tribunnews.com):
SURAT TERBUKA MENYAMBUNG SUARA PENDERITAAN KAWAN-KAWAN SEPERJUANGAN MAHASISWA ASAL KABUPATEN PUNCAK PAPUA
Kepada Yth,
Pemerintah Kabupaten Puncak
Di
Mulia, Ibu Kota Puncak
Berdasarkan surat terbuka ini, ijinkan saya untuk menyampaikan kondisi riil terkait dengan Biaya Rumah Kontrakan Mahasiswa/i asal kabupaten Puncak se Jawa dan Bali tahun 2019.
a. Bahwa pembentukan Kabupaten Puncak diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah;
b. Bahwa urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Kabupaten Puncak mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan.
Dalam urusan wajib yang dimaksud pada poin (1), urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendidikan didudukan pada posisi (a) dengan dasar pertimbangan bahwa hanya pendidikanlah yang apat menjawab pembangunan Puncak 5 tahun yang akan datang;
c. Bahwa pada bulan Mei tahun 2019, masa pemberlakuan rumah kontrakan bagi Mahasiswa/I asal kabupaten puncak yang menuntut ilmu se Jawa dan Bali telah berakhir.
Dengan berakhirnya masa kontrakan tersebut, ketua-ketua korwil IPMAP setiap kota studi masing-masing melakukan komunikasi dengan tuan rumah atau pemilik kontrakan guna memberitahukan kondisi dan stuasi pemerintah Kabupaten Puncak Papua dan diminta dengan mohon agar masih dapat memberikan kesempatan guna tetap berada di rumah kontrakan yang mereka bayar tahun lalu;
d. Bahwa setelah sebulan kemudian, ternyata kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan oleh pengurus IPMAP berakhir sehingga sesuai kesepakatan, terpaksa mereka (para Mahasiswa/i) meninggalkan rumah dan ada sebagian yang hanya DP Rp 2.000.000,00 dan memindah kontrakan yang telah di-DP.
Pada saat DP uang muka dan sesuai kesepakatan akan dibayarkan/ dilunaskan paling lambat satu bulan.
e. Bahwa setelah melakukan janji pelunasan dan lainnya, pemilik meminta segera mengosongkan rumah dengan alasan perjanjian telah lewat ( wanprestasi) sehingga dipaksakan harus meninggalkan rumah baru yang telah di-DP.
Sementara kawan-kawan mereka di kota studi yang lain mengevakuasi di kontrakan Kabupaten tetangga;
f. Bahwa mengingat kondisi ini, saya secara pribadi menulis dan mempublikasikan via media online (....)
Artinya bahwa kondisi ini sudah lama terjadi dan paling tidak kami telah menyuarakan, namun semua pihak terutama pemerintah kabupaten puncak tidak pernah memberikan respon sendikitpun akhirnya kini benar-benar menderita;
g. Bahwa pada hari senin, 24 Juni 2019, pemilik rumah / tuan rumah kontrakan Mahasiswa asal Kabupaten puncak di kota studi Salatiga telah bertemu pengurus dan diminta pada hari ini ( senin 24 -29 Juni 2019 diminta membayar 20.000.000,00 ( juta) atau 60% dari harga total.
Apabila sampai dengan Sabtu, 29 Juni 2019 tidak terbayarkan RP.20.000.000,00 dimaksud, maka hari minggu wajib meninggalkan rumah ini;
h. Bahwa atas situasi dan kondisi ini, menyebabkan kami menjalankan sumbangan suka rela dengan beban Rp.100.000 per orang, namun tidak cukup untuk sampai jumlah Rp. 20.000.000,00, dengan ini saya atas nama Otis Tabuni, atas nama SDM puncak, atas nama kemanusiaan dapat menyampikan menyampaikan surat terbuka ini dengan tuntutan sebagai berikut:
MEMOHON
1. Pemerintah Kabupaten Puncak Segera merealisasikan apa yang menjadi tugas berdasarkan pasal 8 poin (a) tentang Pendidikan;
2. Bahwa SDM puncak adalah pondasi masa depan puncak sehingga tidak ada alasan apapun yang dapat mengabaikan nasib dan Studi bagi Mahasiswa asal puncak se Jawa dan Bali;
3. Bahwa terhitung dari dilkeluarkannya Surat terbuka dan permohonan ini, agar dapat mendengar, merespon dan menjawab dalam waktu 1 minggg dan paling lama dua minggu sejak dikeluarkannya surat ini;
4. Bahwa kami tidak berharap siapa-siapa sebab selama ini kami mengakui pemerintah kabupaten puncak adalah orang tua bagi kami, bagi masa depan kami dan bagi pembangunan SDM kabapaten puncak Provinsi Papua
5. Bahwa diharapkan dengan hormat agar sekali lagi, kami mohon agar mendengar suara dan penderitaan kami agar kami tenang dalam rumah dan dapat melaksanakan aktivitas sebagaimana biasanya.
Sekian yang dapat penulis sampaikan, kiranya suara ini dapat didngar agar kami tidak gelisah dengan berbagai tekanan atas tindakan tuan pmilik rumah.
Kiranya Tuhan Yesus Kristus dan Moyang Puncak Memberkati pemerintah Puncak Papua.
Amolongo, Kinainak, Wiwiao, wa,..wa…wa..wa..
Salatiga, 25 Juni 2019
Pukul 01:00 WIB
ttd
Otis Tabuni,
Catatan:
1. Saya tidak bermaksud untuk intervensi Organisasi
2. Saya menyampaikan surat ini murni aksi kemanusiaan
3. Segala prasangka saya menolak atas nama Mahasiswa yang sedang menderita atas situasi ini
4. Saya tidak hanya menyarakan soal Puncak, namun menyuarakan nasib mahasiswa di luar dari kabupaten puncak, seperti Penggunungan Bintang dan Nduga serta secara person lainnya.
Discalimer: Tribunmanado.co Manado masih menunggu konfirmasi dari Pemprov Papua dan Pemkab Puncak Papua