TRIBUNMANADO.CO.ID - Tim hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menilai, materi gugatan sengketa pilpres yang diajukan pemohon, berbasis pada bias anti petahana.
Menurut tim hukum, pemohon sengaja membangun narasi bahwa calon presiden petahana bertindak curang dan melakukan pelanggaran pemilu.
Berikut 4 tuduhan Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo-Sandi yang dibantah tim hukum Jokowi-Ma'ruf:
1. Cuti petahana
Menurut tim hukum Jokowi-Maruf, MK dalam Putusan Nomor 60/PUU-XIV/2016, pada 17 Juli 2017 telah memberikan pertimbangan hukum mengenai tuduhan incumbent yang tidak cuti sebagai bentuk kecurangan.
Dalam putusannya, MK tidak setuju dengan pendapat yang menyatakan petahana yang tidak cuti sudah pasti akan menyalahgunakan jabatan dan/atau kekuasaannya sebagai kepala daerah untuk memenangkan diri dalam pemilihan kepala daerah yang diikuti.
Berita Terpopuler: Liburan Sama Ahok, Perut Buncit Puput Nastiti Devi Jadi Sorotan, Netizen: Hukum Tabur Tuai Berlaku
Populer: Pria Ini Keluarkan Uang Ratusan Juta hanya untuk Tanah Selebar 30 Cm
Populer: Hermawan Sulistyo Sebut Kivlan Zein Ingin Membunuhnya pada Tahun 1998, Simak Pengakuannya!
Dalam permohonan guagatan, pihak tim hukum paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menuduh pihak terkait selaku petahana berikut jajaran pejabat pemerintah lainnya yang merupakan bagian dari Kabinet Kerja dalam menjalankan kewajiban sebagai pelayan rakyat dianggap sebuah pelanggaran atau kecurangan.
"Dalil pemohon menyangkut persoalan abuse of power terkait cuti petahana adalah dalil yang bersifat asumtif yang tidak disetujui oleh Mahkamah, dan tidak berdasar secara hukum," ujar anggota tim hukum Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudirta.
Menurut tim hukum Jokowi-Ma'ruf, persoalan yang disampaikan oleh pemohon adalah persoalan normatif yang telah diatur dalam UU. Pengaturan soal batasan bagi pejabat (dalam Pemilu) sudah sangat banyak, baik di dalam UU Pemilu maupun UU lainnya yang terkait.
2. Kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri
Tim hukum membantah adanya pelanggaran pemilu terkait kebijakan pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil, TNI dan Polri.
Tim hukum Jokowi-Ma'ruf memastikan kebijakan pemerintah itu tidak terkait pemilu.
Kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Luhut Pangaribuan mengatakan, secara umum program-program tersebut merupakan kebijakan pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang.
Semua program tersebut dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang APBN yang merupakan kesepakatan bersama antara Pemerintah dengan DPR.
Baca: Berhubungan Intim 8 Kali Sehari, Bahayakah Aktifitas Seksual Barbie Kumalasari? Ini Kata dr Boyke
Baca: BREAKING NEWS: IRT Ini Nekat Gantung Diri, Suami Duga Depresi Digigit Anjing
Baca: Hasil Piala AFC U-20 2019 Timnas Futsal Indonesia vs Vietnam Skor Akhir 7-5, Melaju Ke Semifinal
Luhut mengatakan, program DP 0 persen bagi PNS, Polri, dan TNI merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bagi Aparatur Sipil Negara. Hal itu direspon positif sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi praktik korupsi mengingat rumah merupakan kebutuhan primer.
Sementara, pembayaran gaji ke-13 dan THR merupakan program rutin tahunan yang tidak terkait dengan Pemilu.
3. Dana desa
Tim hukum Jokowi-Ma'ruf membantah adanya pelanggaran pemilu melalui penyalahgunaan dana desa.
Menurut tim hukum, kekalahan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjoyo dalam kontestasi pemilu legislatif adalah salah satu bukti tidak ada penyalahgunaan dana desa.
Tim hukum berpandangan, seandainya benar ada pengaruh antara dana pendamping desa, aparat desa, dan kepala desa dengan Pemilu, maka seharusnya Menteri Eko merupakan orang yang pertama dan secara langsung dapat menikmati.
"Faktanya, Menteri yang menjadi Caleg DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa di dapil Bengkulu ini gagal terpilih dalam Pemilu Legislatif 2019," ujar anggota tim hukum Jokowi-Ma'ruf, Luhut Pangaribuan.
4. Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN
Tim hukum Jokowi-Ma'ruf menilai, tuduhan penyalahgunaan birokrasi dan BUMN adalah tuduhan yang tidak berdasar. Menurut tim hukum, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan pernyataan secara langsung kepada seluruh Aparatur Sipil Negara terkait netralitas ASN.
Kemudian, diterbitkan Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) No. B/94/M.SM.00.00/2019 Tentang Pelaksanaan Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Legislatif pada 26 Maret 2019.
Baca: Momen Sorak dan Tepuk Tangan Meriahkan Perdebatan Bambang Widjojanto dengan Luhut di Sidang MK
Baca: New Honda BeAT Street eSP Tampil Baru, Melalui Grafis Desain Stripe
Baca: Bayi Perempuan Aura Kasih dan Eryck Amaral Lahir Sebelum 9 Bulan, Begini Klarifikasinya
Dalam permohonan, pemohon menuduh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah bersikap tidak netral dan melakukan kampanye terselubung kepada ASN untuk mendukung paslon nomor urut 01.
Menurut tim hukum, pemohon telah sengaja memotong berita mengenai arahan yang disampakan Tjahjo Kumolo kepada ASN, dengan framing negatif untuk mendorong opini publik, sehingga seolah-olah Mendagri mengintruksikan agar tidak boleh netral dalam pemilihan presiden.
Baca: Prediksi Piala Indonesia Persebaya vs Madura United, Laga Kebangkitan Tim Laskar Sape Kerrab
Baca: Pogba Jadi Target Utama Juventus, Yakin Kalahkan Real Madrid Pada Perburuan Pemain Manchester United
Baca: Maurizio Sarri Sudah Ajukan 2 Daftar Transfer Setelah Jadi Pelatih Juventus, Siap Saingi Real Madrid
Padahal, jika dibaca secara utuh, pernyataan yang disampaikan Tjahjo dalam konteks memberikan pembinaan kepada ASN agar loyal dan patuh kepada pimpinan dari partai manapun, baik itu kepada bupati, gubernur termasuk presiden, dengan mendukung program yang telah dicanangkan.
SUBSCRIBE YOU TUBE TRIBUN MANADO TV:
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul 4 Serangan kepada Petahana yang Dijawab Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf di MK