TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Mantan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal (Purnawirawan) Muhammad Sofyan Jacob, tersangka atas kasus dugaan makar. Barang bukti menjeratnya berupa rekaman video. Sofyan sedianya menjalani pemeriksaan kemarin, namun tertunda karena alasan sakit. Ia adalah jenderal ketiga yang menyandang status hukum serupa.
Dua orang lainnya adalah mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD Mayjen (Purn) TNI Soenarko dan mantan Kepala Staf Komando Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen (Purn) TNI Kivlan Zen. Soenarko dan Kivlan sudah ditahan mabes Polri di rumah tahanan POM TNI Guntur, Jakarta, atas dugaan pemilikan senjata ilegal.
Keduanya diduga terkait dengan dua kelompok pemilik senjata api sebagai tersangka perencanaan pembunuh bayaran terhadap empat tokoh nasional, dan terkait aksi 21-22 Mei 2019. Sedangkan konstruksi hukum Sofyan jacob belum diungkap polisi.
Baca: KPK Ingin Sjamsul Nursalim dan Istri Pulang dari Singapura: Begini Dana BLBI yang Dibawa Lari
Sedianya Sofyan Jacob menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya tahun 2001. Sedianya, ia diperiksa sebagai tersangka di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Senin(10/6) pukul 10.00 WIB, namun tidak hadir. "Berhalangan hadir karena sakit. Ditunda ya (pemeriksaannya)," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.
Ahmad Yani, pengacara mantan Kapolda Metro Jaya Sofyan Jacob, menyampaikan surat permohonan penundaan pemeriksaan kliennya ke Polda Metro Jaya. Ia mengatakan kliennya siap hadir jika pemeriksaan diagendakan menjadi pekan depan. “Tadi suratnya kami antar ke penyidik. Penjadwalan ulangnya tergantung penyidik kapan,” ujar Yani di Polda Metro Jaya.
Kombes Argo Yuwono, mengatakan Muhammad Sofyan Jacob ditetapkan tersangka kasus dugaan makar dalam kasus dugaan makar. Kasusnya ditangani oleh Polda Metro Jaya setelah dilimpahkan Bareskrim Polri. "Sudah tersangka, kasusnya pelimpahan dari Bareskrim Polri," ujar Argo Yuwono.
Sofyan ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus makar sejak akhir Mei 2019. Argo Yuwono mengatakan Sofyan Jacob sebelumnya hanya diperiksa sebagai saksi. Setelah dilimpahkan dari Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia ke Polda Metro Jaya, penyidik mengembangkan pemeriksaan sejumlah saksi.
"Dan kemarin setelah kami melakukan pemeriksaan saksi-saksi, yang bersangkutan, juga kami sudah lakukan pemeriksaan. Tanggal 29 Mei 2019 kami sudah gelar perkara dan kemudian dari hasil gelar perkara bahwa statusnya kami naikkan menjadi tersangka," kata Argo.
Menurut Argo Yuwono, kasus dugaan makar yang menjerat Sofyan Jacob dilaporkan bersamaan dengan kasus dugaan makar Eggi Sudjana beberapa waktu lalu. Sofyan dan Eggi dilaporkan oleh orang yang sama ke Bareskrim Mabes Polri.
Namun kasus Eggi diproses lebih cepat sehingga Eggi lebih dulu jadi tersangka dibanding Sofyan. "Jadi ada satu LP (laporan polisi) di Mabes Polri yang terlapornya banyak, itu ya termasuk bapak itu (Sofyan)," kata Argo.
Sebelum menaikkan status Sofyan, polisi telah memeriksa sejumlah saksi. “Ada beberapa saksi yang sudah kami periksa. Yang bersangkutan (Sofyan) juga sudah kami periksa sebagai saksi,” kata Argo.
Baca: Panduan Cara Mengisi Form Pendaftaran SBMPTN 2019, Simak Video Lengkapnya
Ahmad Yani, pengacaa Sofyan Jacob mengungkapkan, kliennya telah ditetapkan sebagai tersangka di Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu. Pelapor kliennya, sama dengan pelapor tersangka dugaan makar Eggi Sudjana.
Argo Yuwono menjelaskan, penetapan Sofyan Jacob sebagai terasangka kasus dugaan makar dan berita bohong, berdasarkan laporan pelimpahan dari Bareskrim.
Sofyan disangka telah melanggar Pasal 107 KUHP dan atau 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Dia diduga melakukan kejahatan terhadap keamanan negara atau makar, menyiarkan suatu berita yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat, atau menyiarkan kabar yang tidak pasti.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian merilis nama empat tokoh nasional target pembunuhan komplotan desertir militer. Keempat tokoh itu adalah Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala BIN Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen Gories Mere.
Hal ini disampaikan Tito Karnavian di hadapan Wiranto, saat menggelar konferensi pers di Kantor Menko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5). Tito Karnavian melanjutkan, keempat nama yang jadi target pembunuhan itu diketahui dari pemeriksaan enam tersangka yang telah diamankan sebelumnya terkait kerusuhan aksi 21-22 Mei dan kepemilikan senjata api ilegal.
"Dasar kami sementara ini hanya Berita Acara Pemeriksaan (BAP). BAP itu resmi, pro-justicia hasil pemeriksaan pada tersangka yang sudah kami tangkap, bukan karena informasi intelijen," ucap Tito Karnavian.
"Mereka menyampaikan nama, satu adalah betul Pak Wiranto, kedua Pak Luhut Menko Maritim, ketiga KA BIN, keempat Gories Mere. Kelima, salah satu pimpinan lembaga survei, saya tidak mau sebutkan ya," beber Tito Karnavian.
Selain kelompok terkait mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko, yang diungkap Kapolri, polisi juga membongkar satu sindikat pembunuh dan penembak bayaran. Dalam kasus makar, Polri telah menetapkan tiga pensiunan bintang dua sebagai tersangka. Selain Soernarko, juga mantan Kepala Kostrad mayjen (Purn) Kivlan Zein dan mantan Kapolda Metro Jaya Irjen (Purn) Sofyan Jacob.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Muhammad Iqbal mengungkapkan, ada perintah untuk membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei, terkait aksi 22 Mei.
Bahkan, Polri mengungkap adanya perintah kepada tersangka untuk membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei. Dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (27/5), Iqbal mengatakan pihaknya sudah menetapkan tersangka berinisial HK alias Iwan, AZ, IR, dan TJ sebagai eksekutor.
Lalu ada tersangka AD dan satu perempuan berinisial AF alias Fifi, berperan sebagai penjual senjata api mulai dari harga Rp 5 juta sampai Rp 50 juta. “Awalnya HK diperintahkan seseorang untuk membeli senjata api pada Oktober 2018, yang kemudian berhasil didapatkan dari AD dan AF pada 13 Oktober 2018," ungkap Iqbal.
Bukti Video
Polda Metro Jaya menetapkan mantan Kapolda Metro Jaya Muhammad Sofyan Jacob sebagai tersangka kasus dugaan makar. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, pihaknya memiliki sejumlah barang bukti sebagai dasar penetapan Sofyan Jacob sebagai tersangka.
"Ada ucapan dalam bentuk video sebagai barang bukti. Tentunya penyidik lebih paham dan lebih tahu.Kan ada di berbagai macam kelompok itu yang melakukan kegiatan makar di situ," kata Argo Yuwono.
"Dia sudah mengumpulkan. Namanya sudah menetapkan sebagai tersangka berarti sudah memenuhi unsur," kata Argo.
Kombes Argo tidak menjelaskan detail kasus yang membuat Sofyan Jacob berstatus tersangka makar. Ia hanya menyebutkan, polisi mempunyai bukti dalam bentuk video yang menunjukkan Sofyan terlibat kasus makar.
Biofile
Nama: M Sofjan Jacob
Tempat/Tgl Lahir: Tanjung Karang, Lampung, 31 Mei 1947
Pendidikan:
Lulus Akpol: tahun 1970
Lulus SMAN Tanjungkarang: tahun 1967
Karier:
Kapola Metro Jaya (8 Mei - 18 Desember 2001)
Kapolda Sulawesi Selatan
Kapolres di beberapa daerah, seperti Deli Serdang, Asahan, Simalungun, dan Tapanuli Selatan.
Sofyan Jacob Nekat Lawan Gus Dur dan Megawati
MANTAN Kapolda Metro Jaya Komisaris Jenderal (Purn) Sofyan Jacob (72 tahun) ditetapkan sebagai tersangka kasus makar, 29 Mei 2019. Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, Sofyan Jacob diduga terlibat dalam kegiatan makar dan terekam dalam sebuah video. Inilah kisah Sofyan.
Lelaki kelahiran Tanjungkarang, Lampung 31 Mei 1947 itu menjabat Kapolda Metro Jaya di bawah dua Presiden RI, yakni Abdurrahman Wahid alis Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri.
Sofyan bergabung dengan relawan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam Pemilihan Presiden 2019 seperti sejumlah purnawirawan perwira tinggi Tentara Nasional Indoensia (TNI) dan Polri.
Baca: Lima Bocah Tewas Terbakar di Dalam Rumah, Orang Tua Temukan saat Pulang dari Ibadah
Pada 8 Mei 2001, Sofyan Jacob menjadi Kapolda Metro Jaya menggantikan Inspektur Jenderal Mulyono Sulaeman. Sebelumnya, Sofyan memegang jabatan Kapolda Sulawesi Selatan. Ketika menjabat Kapolda Metro Jaya, Sofyan sempat dianggap telah berhasil mengawal keamanan pada masa transisi kepemimpinan dari Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kepada Presiden Megawati Soekarnoputri.
Namun bintangnya cepat meredup, jasanya tak berbanding lurus dengan posisinya sebagai Kapolda Metro Jaya. Sebab, pada 12 Juli 2001, Presiden Gus Dur pernah menganggapnya membangkang dan meminta Sofyan ditangkap. Hingga akhirnya dia berhenti pada 18 Desember 2001.
Saat itu, terjadi dualisme di tubuh Polri. Presiden Abdurrahman Wahid mengangkat Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Chaeruddin Ismail, sementara Kapolri (nonaktif) Jenderal Polisi Surojo Bimantoro membangkang.
Lalu Gus Dur memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan Agum Gumelar dan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Chaeruddin Ismail untuk mengambil tindakan hukum terhadap Kapolri nonaktif Jenderal Polisi Surojo Bimantoro. turut juga Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Sofyan Jacob, sebarisan dengan Bimantoro. Perintah penangkapan menegakkan disiplin Polri pada atasan.
"Presiden perintahkan Menko Polsoskam Agum Gumelar dan Wakapolri untuk mengambil tindakan tegas secara hukum terhadap pelaku-pelaku insubordinasi," kata Juru Bicara Kepresidenan Yahya Cholil Staquf dalam jumpa pers di Bina Graha Jakarta, Kamis (12/7/2001).
Menurut Yahya, Presiden Wahid menyesalkan pernyataan Kapolda Sofjan, akan menangkap Presiden dan Wakapolri. Gus Dur juga menyayangkan rapat-rapat yang dihadiri sejumlah jenderal Polri di rumah dinas Bimantoro.
Yahya mengatakan, bila tindakan hukum ini menghendaki penangkapan terhadap dua jenderal tersebut, Menko Polsoskam dan Wakapolri wajib menindaklanjuti perintah tersebut. Bimantoro dinilai telah melakukan tindakan insubordinasi, tidak mematuhi perintah atasan.
Lantas bagaimana komentar Sofyan Jacob, saat itu? "Saya jawab ha ha ha, ketawa aja." Sofyan mengaku tidak mengetahui berita itu karena sedang berada di Sekolah Kepolisian Negara Lido, Jawa Barat. Dalam wawancara telepon ia menegaskan, tidak pernah membangkang terhadap Presiden Wahid. "Tunjukkan di mana subordinasi itu," kata mantan Kapolda Sulawesi Selatan itu.
Sofyan mengakui bertemu dengan Kapolri Bimantoro hampir setiap hari. Sebab, sebagai penanggung jawab keamanan di Jakarta, ia wajib melaporkan situasi Ibu Kota. "Kami tidak pernah membahas pengangakatan Kapolri Bimantoro. Kita juga tidak pernah menolak Wakapolri Chaeruddin. Kita hanya minta konstitusi ditegakkan," ujar Sofyan, menegaskan. Karena itu, Sofjan bersedia diperiksa. "Silakan saja. Dengan senang hati saya ingin bekerja sama," kata Sofyan, dikutip SCTV.
Presiden Abdurrahman Wahid menegaskan, tak pernah memerintahkan agar Kepala Polri Jenderal Polisi Surojo Bimantoro dan Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Sofyan Jacob ditangkap.
Namun Presiden mengakui meminta kepada Menteri Koordinator Bidang Sosial, Politik, dan Keamanan Agum Gumelar untuk mengambil tindakan hukum kepada keduanya yang dinilai melakukan pelanggaran kepada atasan.
Presiden Gus Dur seusai salat Jumat di Masjid Agung At Taqwa Cirebon, Jawa Barat, Jumat (13/7/2001) menuding pers telah memelintir berita, sehingga permintaan untuk mengambil tindakan hukum menjadi penangkapan terhadap perwira Polri yang insubordinasi alias tak menaati perintah atasan. Kedua perwira itu adalah Bimantoro dan Sofyan Jacob.
Sofyan selamat dan bertahan dalam jabatannya sebab pada 23 Juli 2001, Sidang Istimewa MPR yang dipimpin Amien Rais melengserkan Presiden Abdurrahman Wahid dan mengangkat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri menjadi presiden dan memilih Hamzah Haz (Ketua Umum PPP) menjadi Wakil Presiden.
Seusai pergantian kepemimpinan, ternyata nasib Sofyan memang tidak mujur. Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan keputusan pensiun 64 perwira Polri. Sofyan adalah salah satu dari mereka. Sofyan merasa keputusan pensiun dini itu dirasa tak adil karena bertentangan dengan UU No 2/2002 yang menyebutkan anggota Polri pensiun pada umur 58 tahun. Padahal usia Sofyan saat itu baru 55 tahun.
Kekecewaan Sofyan ini mendorongnya untuk menggugat keputusan Megawati dan Kapolri Dai Bachtiar ke PTUN. Hasilnya, dia menang di tingkat banding, namun mencabut gugatannya karena dia ikhlas. Menurutnya, keputusan tersebut untuk kepentingan bersama. Padahal saat itu dia masih ditawari berdinas kembali.
Catatan lainnya, akhir November 2001, Sofyan pernah dianggap berjasa dalam proses penangkapan putra mahkota 'Keluarag Cendana', Tommy Soeharto. Saat itu, Tommy merupakan buron dalam kasus pembunuhan Hakim Syafiuddin Kartasasmita. Ketika itu Sofyan mendapatkan informasi terkait keberadaan putra mahkota Presiden Soeharto tersebut di Rumah Cendana.
Bahkan dia sempat ingin mengasapi terowongan di bawah Rumah Cendana dengan gas beracun lantaran Tommy diduga sedang bersembunyi di sana. Namun ternyata Tommy kabur lagi hingga akhirnya tim polisi menangkap Tommy di Bintaro Jaya, Tangerang.
Sepuluh tahun setelah pensiun, pada 2011, Sofyan juga pernah terjerat kasus. Dia dilaporkan lantaran mengancam petugas sekuriti Perum Taman Resort Mediterania, Jakarta Utara, bernama Sugeng Joko Sabiran. Sofyan diduga mengancam menggunakan celurit dan senjata api . Namun Sofyan menepis tuduhan itu. Dia mengaku sedang bermain ping pong dan tak tahu-menahu soal pengancaman tersebut.
Pada 17 Oktober 2018, Sofyan Jacob mendeklarasikan dukungannya kepada pasangan calon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno lewat ormas Gerakan Relawan Rakyat Adil Makmur (Gerram). Setelah itu, dia ikut kegiatan kampanye Prabowo-Sandi. Salah satunya, pada 31 Maret 2019, dia ikut berpidato di Studio Delta Sidoarjo, Jawa Timur.
Lantas, pada 17 April 2019, dia juga berpidato bersama mantan Menko Polhukam Laksamana Tedjo Edy di Kertanegara 4, Kebayoran Baru. Bahkan pada 22 Mei 2019 dia sempat hadir dalam rapat internal di kediaman Prabowo itu. (tribun network/fah/dtc/kompas.com/warta kota/bum)