TRIBUNMANADO.CO.ID - Direktur Utama PT PLN (Persero) nonaktif Sofyan Basir telah dicegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan ke depan oleh Dirjen Imigrasi atas permintaan dari KPK.
Bukan tanpa alasan pencegahan berpergian ke luar negeri tersebu dilakukan.
Saat ini Sofyan Basir telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap kesepakatan kontrak kerja pembangunan PLTU Riau-1.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menganggap pencegahan terhadap Sofyan Basir sebagai hal biasa terhadap seorang tersangka.
Laode meyakini Sofyan Basir pasti kooperatif dalam menghadapi proses hukum di KPK.
Namun, pencegahan harus tetap dilakukan.
"Pencegahan itu proses normal, biasa di KPK. Setelah ditetapkan tersangka, biasanya langsung dicekal. Alasan pencegahan kan seperti biasa, untuk berjaga-jaga. Saya yakin beliau kooperatif tapi setiap ditetapkan tersangka, ya dicegah. Itu prosedur standar KPK," kata Laode saat ditemui di Gedung Lama KPK, Kav C1, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2018).
Baca: Kronologi Seorang Penambang Meninggal Tertimbun Longsor di Tambang Bakan
Terpisah, Wakil Ketua KPK yang lainnya, Basaria Panjaitan menjelaskan pencegahan ke luar negeri kepada Sofyan Basir dimaksudkan agar memudahkan kerja penyidik mengusut tuntas kasus tersebut.
"Pencegahan bukan masalah dia sering keluar negeri atau tidak. Tapi kita menginginkan tidak ada hambatan pada saat penyidik membutuhkan keterangan. Sekarang yang bersangkutan ada di Indonesia, tapi tetap kami cegah," kata Basaria.
Untuk diketahui, KPK menetapkan Direktur Utama PLN nonaktif Sofyan Basir sebagai tersangka dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Sofyan diduga menerima hadiah atau janji bersama dengan mantan anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dari pemilik PT Samantaka Batubara Johannes Budisutrisno Kotjo.
Oleh penyidik, Sofyan juga diduga telah menunjuk Johannes Kotjo secara sepihak untuk mengerjakan pembangunan PLTU Riau-1.
Hal itu dilakukan sebelum terbitnya Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PLN membangun infrastruktur ketenagalistrikan.
Ketika proyek PLTU Riau-1 masuk ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN, Johannes Kotjo memerintahkan anak buahnya bersiap-siap karena dipastikan PLTU Riau-1 akan dikerjakan PT Samantaka.
Baca: Wasekjen PAN: Terlalu Spekulatif Jika Mengatakan Ada Perubahan Haluan Koalisi
Selain itu, Sofyan Basir pun disebut-sebut aktif terlibat dalam pertemuan-pertemuan membahas PLTU Riau-1 bersama dengan Johannes Kotjo, Eni Maulani Saragih, dan Idrus Marham.
Atas hal itu, Sofyan Basir menerima janji dari Johannes Kotjo yang besarannya sama besar dengan dua terdakwa lainnya dalam kasus ini yakni Eni Maulani Saragih dan mantan menteri sosial Idrus Marham.
Atas perbuatannya Sofyan Basir dijerat dengan pasal Pasal 12 a atau Pasal 12 b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sofyan Basir menjadi tersangka keempat dalam kasus ini. Sebelumnya mantan menteri sosial Idrus Marham divonis penjara selama 3 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Selain itu, mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih telah divonis penjara selama 6 tahun.
Sementara pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo yang diduga sebagai penyuap divonis 2 tahun 8 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sudah berada di Indonesia
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) nonaktif Sofyan Basir sudah berada di Indonesia.
Sekadar informasi, Sofyan Basir merupakan tersangka baru dalam kasus suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Setelah ditetapkan statusnya jadi tersangka pada Selasa (23/4) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sofyan diketahui sedang berada di Perancis.
"Kami tahu kapan yang bersangkutan tercatat pergi dan tujuannya kemana, termasuk juga hari ini. Info yang kami terima yang bersangkutan sudah kembali ke Indonesia," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2019).
Febri Diansyah pun menjelaskan kenapa penahanan atau tindakan pencegahan terhadap Sofyan Basir belum dilakukan.
Baca: Hasil Quick Count Berbeda dengan Situng KPU yang Menangkan Prabowo-Sandi, Ini Jawaban Indikator
Menurutnya, kedua hal itu bagaimana tergantung kebutuhan tim penyidik.
"Pencegahan bisa dilakukan jika dibutuhkan oleh proses penyidikan. Kalau nanti penyidik membutuhkan itu tentu akan dilakukan," jelasnya.
"Nanti tentu sesuai kebutuhan penyidikan, akan dipanggil. Tapi persis jadwalnya kapan, akan kami informasikan lagi," sambung Febri.
Sebelumnya, Soesilo selaku pengacara Sofyan Basir mengatakan kliennya berada di Perancis karena urusan pekerjaan.
"Iya sudah seminggu yang lalu berada di Perancis. Untuk urusan pekerjaan," katanya saat dihubungi, Jakarta, Rabu (24/4).
TONTON JUGA:
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Laode M Syarif: Pencegahan Terhadap Sofyan Basir Hal Biasa di KPK