TRIBUNMANADO.CO.ID, AIRMADIDI – Kejahatan melibatkan anak di bawah umur terus menggemparkan Sulawesi Utara. HM, remaja berumur 12 tahun asal Desa Warukapas, Kecamatan Tetelu, Kabupaten Minahasa Utara mengakhiri hidup Novel Kalengkongan (32). Siswa kelas 5 SD menikam Novel hanya gara-gara ditegur pada 17 Januari 2019.
Sekitar 14 hari sebelumnya, warga Minahasa dikejutkan aksi AK, siswa SMA asal Desa Watulaney Amian, Kecamatan Lembean Timur. AK menikam Randy Gerungan (31) hingga meninggal dunia. Dua peristiwa tadi adalah contoh dari sekian kejahatan melibatkan anak di daerah ini.
Agustin Manua, Kepala SD tempat HM bersekolah, kepada tribunmanado.co.id mengatakan, di awal semester berjalan, siswanya itu belum masuk sekolah. "Kalau ia (HM) seperti anak-anak yang lain. Ia banyak duduk di kelas," kata Kepsek, Rabu (23/1/2019).
Kepsek tak banyak mengetahui tipikal utama HM. Diketahui, siswanya itu tidak mau diganggu. Itu pun ia ditanyakan pada para guru yang lain. "Dia tidak mau diganggu. Kalau nakal sih, sama seperti anak yang lain," katanya.
Ia mengatakan, HM marah kalau ada orang yang ‘haga miring’ (memandang tersangka dengan emosi). Situasi itu membuat HM akan cepat naik pitam. "Ada yang beri nasihat, kenapa harus marah kalau dipandang seperti itu," kata Kepsek lagi.
Diberitakan sebelumnya, Kapolsek Dimembe AKP Fenti Kawulur mengatakan, awalnya korban Novel menghadiri acara syukuran di rumah warga pada Kamis (17/01/2019).
Saat acara berlangsung, pukul 20.00 Wita, tersangka datang dengan mengendarai sepeda motor dan membuat keributan dengan membunyikan mesin motor di depan acara.
Kepala lingkungan setempat pun menegur tersangka atas aksinya itu. Tersangka membangkang, Novel pun yang ada di belakang kepala lingkungan bantu menegurnya dengan agak keras lalu menampar pipi tersangka sekali.
Kepala lingkungan lalu menyuruhnya pulang. Tersangka pulang dan mengambil pisau di tas kakaknya lalu kembali. Ia lalu mendapati Novel berada di samping mobil sedang buang air kecil. Ia pun langsung mendatangi dan menikam korban lalu kabur.
Menurut Dr Isye Melo, pengamat hukum dari Universitas Negeri Manado di Tondano, perbuatan melanggar hukum tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi dilakukan anak.
Awalnya hanya sebatas kenakalan remaja. Akhirnya menjurus pada perbuatan kriminal (tindak pidana) yang membutuhkan penanganan khusus. Pada dasarnya anak yang melakukan tindak pidana adalah korban sesuai dengan penjelasan dalam Undang-undang 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto UU nomor 35 tahun 2014. Sehingga harus memikirkan kepentingan terbaik bagi si anak, motivasi anak dalam melakukan kegiatan beragam.
“Bisa jadi karena pengaruh lingkungan pergaulan, faktor keluarga, faktor ekonomi hingga coba-coba,” katanya. Menurut Isye, penjara bukanlah tempat yang tepat bagi anak-anak, karena justru akan membawa dampak negatif bagi mereka.
Supaya anak tidak terjerumus pada tindakan kriminal maka perlu tindakan pencegahan atau upaya preventif dari berbagai pihak. Antara lain kelurahan, keagamaan, pemerintah dan aparat penegak hukum.
Langkah bersama yang dilakukan antara lain terus membekali anak-anak dan juga orangtua tentang hukum
yang harus dilakukan berbagai pihak secara berkesinambungan melalui pendidikan di sekolah, gereja, masjid, tempat ibadah, masyarakat atau lingkungan tempat tinggal anak.
Jika perlu, memasukkan hukum dengan sega aspek umumnya sesuai dengan kebutuhan anak pada kurikulum atau mata pelajaran. Selain itu, aparat aparat kepolisian bersama dengan pemerintah mencegah terjadinya kegiatan yang dapat melibatkan anak-anak melakukan tindak pidana atau perbuatan kriminal.
Misalnya melarang penjualan minuman keras (miras), perjudian dan pesta pora hingga larut malam. Untuk mendapatkan kepastian hukum, upaya-upaya terdekat perlu dibuat peraturan daerah.
Kasus membawa senjata tajam cukup dominan di Sulut. Kapolda Sulut Irjen Pol R Sigid Tri Hardjanto mengatakan, sajam termasuk kasus yang mempunyai tingkat kejadian yang cukup sering di Sulut. Dilihat dari data, kasus penganiayaan menggunakan sajam antara 2 kasus sampai 5 kasus per hari.
Kata dia, dari evaluasi, tren anak muda di Sulut suka bergaul dan berkumpul kemudian mengonsumsi minuman keras. Dalam kondisi itu terjadi percakapan, hingga muncul bahasa untuk mempertahankan diri yang menjadi tren.
"Nah, kecendurungan dalam kondisi itu mereka sudah bawa sajam. Kondisi ini cukup memprihatinkan, seakan sudah jadi budaya anak muda membawa sajam," kata Kapolda melalui Kabid Humas Polda Sulut, Kombes Pol Ibrahim Tompo, Rabu (22/1/2019).
Akibatnya rentan setiap kejadian dari kelompok anak muda yang berkumpul lalu minum, terjadi pertenggakaran hingga terjadi penganiayan yang berujung meninggal atau luka berat.
Kapolda Sulut sudah memberikan atensi. Dalam breafing kepada seluruh kapolres dan satuan wilayah untuk meningkatkan upaya pencegahan terhadap penyakit masyarakat.
"Saat digeledah bila membawa sajam, langsung diproses. Mekanisme bila di bawah umur diberlakukan UU Perlindungan Anak, panggil orangtua untuk pembinaan hingga pantau. Apabila sudah perkelahian hingga ada korban nyawa akan diproses hukum dengan koordinasi dengan Bapas," tegasnya.
Pihaknya akan menangkap dan memproses pemuda, remaja dan orang dewasa yang kedapatan membawa sajam sesuai UU Darutat nomor 12 tahun 1951.
Gangguan Perilaku
Orley Charity Sualang, psikolog sains klinis, menilai ada dua faktor yang menyebabkan seorang remaja melakukan tindakan kekerasan. Faktor individu dan psikososial. Faktor individu terkait genetik. Individu memiliki latar belakang gangguan perilaku, gangguan kepribadian atau gangguan psikis lainnya.
Kurangnya kemampuan sosial, seperti menghadapi kecemasan, rasa tertekan dan rendah diri. Bahkan, ketidakmampuan mengontrol perasaan marah.
Faktor yang kedua faktor psikososial. Keluarga (KDRT, orang tua dengan penyalahgunaan zat dan salah pola asuh dari orang tua).
Sekolah dan teman sebaya. Individu pernah mengalami bullying (kekerasan secara fisik, psikis, dan verbal) serta hazing (kegiatan mengintimasi dari kakak senior).
Ekonomi (kemiskinan), pengangguran atau tidak sekolah, perceraian orangtua dan penyakit kronis pada individu remaja tersebut.
Merasa Waswas
Kasus penikaman berujung maut melibatkan pelaku anak mencemaskan publik. Banyak orang waswas. Jenifer Najoan mengaku miris dengan kejadian yang baru saja menggemparkan Sulut ini. Anak-anak harusnya menikmati masa indah mereka, sebelum beranjak dewasa.
"Jika telah melakukan tindak kejahatan, tentu saja harus menjalani hukuman. Sementara anak-anak harusnya merasakan masa bermain, bertumbuh dan belajar banyak hal," ujar gadis lulusan Jurusan Akuntansi, Universitas Klabat ini, Rabu (23/1/2019).
Jenifer yang lahir di Manado 26 Des 1995 ini menyebut, butuh peran banyak pihak untuk membentuk anak-anak yang berkarakter. Bukan sebagai pelaku kriminal.
"Sebagai negara hukum, yang salah tentu harus menjalani hukuman. Meski masih anak-anak kan ada aturannya, meski hukumannya tak seperti orang dewasa. Ini memprihatinkan memang, fenomena ini tak bisa dianggap sepele," ujar karyawati Bank Mandiri ini.
Gadis yang tinggal di Teling Bawah, Kota Manado ini pun berharap kejadian serupa takkan terulang lagi. "Peristiwa yang sudah terlanjur terjadi, jadikan pelajaran saja agar tak terulang lagi," ujar gadis yang hobi jalan-jalan ini. (fin/ddm/crz)