GMIM-KGPM-GPDI Tolak RUU Atur Sekolah Minggu, Pdt Rende: Bayangkan Sekolah Minggu Harus Minta Izin

Penulis: Tim Tribun Manado
Editor: Lodie_Tombeg
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Sekretaris II Bidang Data dan Informasi Sinode GMIM, Pendeta Janny Rende MTh.

TRIBUNMANADO.CO.ID, TOMOHON – Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) mendukung Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang menolak pasal 69 dan 70 pada Rancangan Undang-undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Agama.

Dua pasal itu turut serta mengatur persyaratan Sekolah Minggu. Pada ayat 3 pasal 69 berbunyi “Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 diselenggarakan dalam bentuk program yang memiliki peserta paling sedikit 15 (lima belas) orang peserta didik’.

Kemudian pada ayat 4 “Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal yang diselenggarakan dalam bentuk satuan pendidikan atau yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Kementerian Agama kabupaten/kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2)”.

Menurut Wakil Sekretaris II Bidang Data dan Informasi Sinode GMIM, Pendeta Janny Rende MTh, orang yang merancang RUU tidak mengetahui filosofi pendidikan Kristen. Mereka menyamakan Sekolah Minggu dan Kelas Katekisasi sebagai pendidikan formal.

"Sekolah Minggu dan kelas katekisasi itu bagian dari pelayanan. Memang pada pelayanan ini pakai nama Sekolah Minggu, jadi identifikasi mereka Sekolah Minggu, Kelas Katekisasi seperti yang lainnya," kata Pdt Rende, Kamis (25/10/2018).

Ia berharap agar diberi dan kasih pengertian pada perancangan RUU. Tugas dari anggota DPRD bergama Kristen untuk memberikan penjelasan. "Bahwa prinsip Sekolah Minggu dan Kelas Katekisasi bukan murni pendidikan. Itu sebenarnya jalan masuk bagi anak-anak, remaja maupun pemuda gereja mau terlibat dalam kehidupan bergereja," jelasnya.

"Bayangkan Sekolah Minggu harus minta izin. Pihak Sinode tidak mendukung (dua pasal RUU). GMIM sejalan dengan PGI. Mendukung RUU, tapi setelah masuk pada substansi dua pasal itu berat sekali," katanya.

Sekretaris Umum Pucuk Pimpinan dan Majelis Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) Gembala Francky Londa STh MA (tribun manado)

RUU inisiatif DPR RI ini perlu dipelajari secara komperhensif dan perlu waktu kajian agar digumuli dengan serius. Ketika sudah menyangkut pendaftaran kepada pemerintah berarti sudah ada intervensi dari pihak pemerintah kepada lembaga gereja.

Demikian dikatakan Sekretaris Umum Pucuk Pimpinan dan Majelis Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) Gembala Francky Londa STh MA, Kamis (25/10/2018).

Menurutnya, dampak ke depan perlu dikaji dengan seksama apakah positif atau negatif. KGPM selama ini mengambil posisi bahwa gereja harus mengambil peran aktif dalam berbangsa dan negara dalam arti fungsi gereja menjadi garam dan terang.

"Tapi ketika ada upaya pemerintah (DPR) untuk mendaftarkan keanggotaan dan kegiatan Sekolah Minggu dan Katekisasi. Ketika Sekolah Minggu masuk ke pemerintah, tujuannya apa? Kalau tujuan untuk memberdayakan anak itu positif tapi kalau hanya membatasi ruang gerak pelayanan anak dari pihak pemerintah tentu perlu ada klarifikasi. Sehingga pihak gereja tidak akan kebingungan untuk menerapkan aturan tersebut," sebutnya.

Dijelaskannya, latar belakang RUU apakah sudah melibatkan pandangan gereja. "Dalam pengertian ketika diberlakukan pada lembaga gereja harus ada asumsi yang berkaitan dengan pendapat gereja sebelum diterapkan. Tapi kalau sepihak dari pembuat UU ini bisa ada kontra produktif dengan kenyataan di lapangan,” katanya.

Apalagi kalau DPR intervensi misalnya dengan pemaparan dan materi pihak DPR. Pertanyaaannya, apakah materinya murni dipersiapakan DPR atau perlu berkolaborasi dengan gereja.

Karena kalau sudah menyangkut masalah dogmatis dan pengajaran, maka pengajaran tidak boleh mengalami penyimpangan sehingga tidak terjadi penyesatan ajaran gereja.

“Intinya harus ada koordinasi berupa ruang untuk melengkapi pihak gereja dan pemerintah (DPR) sehingga penerapannya bisa tercapai secara optimal," jelasnya.

Ketua Majelis Daerah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Sulut, Pdt Yvonne Awuy Lantu. (tribun manado)
Halaman
12

Berita Terkini