News Analysis

Kerebungu Sebut Makanan Ekstrem Pelengkap Pertemuan Orang Minahasa

Penulis: Finneke
Editor: Alexander Pattyranie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof Dr Ferdinand Kerebungu

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Di setiap perkumpulan masyarakat Minahasa, Sulawesi Utara, ada cerita hangat bahkan lelucon yang memecah tawa.

Di tengah tawa yang membuncah, ada mulut yang tengah mengunyah makanan.

Masyarakat lokal menyebut itu "tola-tola", atau makanan dan minuman pelengkap di setiap perkumpulan yang terjadi.

Makin banyak tola-tola, akan makin panjang cerita warga yang biasanya berkumpul itu.

Prof Dr Ferdinand Kerebungu MSi, Guru Besar Sosiologi FIS Unima dan Ketua Prodi S2 Pendidikan IPS PPs Unima mengatakan, fenomena itu menjelaskan bagaimana makanan begitu erat dengan sikap kekerabatan warga Minahasa.

"Makanan punya daya untuk menarik cerita makin lama. Makan pelan-pelan, kebersamaan akan lebih lama. Makanan ini juga biasanya adalah makanan ekstrem itu," ujarnya, Jumat (20/4/2018) kemarin.

Minahasa juga punya budaya berpesta.

Masyarakat mengonsumsi sejala jenis daging hewan yang dinilai tak lazim bagi masyarakat umumnya.

Termasuk anjing, kucing, piton, tikus hutan, kelelawar dan jenis daging lainnya.

Namun, menurut Profesor Kerebungu, hal ini tak terjadi setiap saat.

Tak setiap hari orang Minahasa makan daging-daging ekstrim ini.

Tergantung kondisi, namun paling sering jika ada pesta.

Itu artinya, bukan berarti Minahasa pemakan segalanya.

"Bukan, karena hanya pada event tertentu. Terbatas kan jumlahnya. Jadi saya menyimpulkan kebersamaan dan persaudaraan yang kuat, menyebabkan ketika tak ada pilihan lain untuk dimakan, masyarakat terpaksa memakan itu," ujarnya.

Profesor Kerebungu mengamati sekarang masyarakat mulai kurang mengonsumsi daging anjing, kucing dan daging-daging lainnya. Kebiasaan yang mulai berubah, tak seekstrem dulu.

"Karena orang mulai sadar dengan kesehatan. Ke depan ketika masyarakat makin menjaga kesehatan, konsumsi makanan jenis ini perlahan hilang. Mungkin nanti masih tertinggal, tapi akan sangat sedikit," ucapnya.

Menurutnya, tinggal warga yang berumur di atas 30 tahun yang masih banyak mengonsumsi daging ekstrem.

Warga di bawah 30 tahun mulai berkurang. Selain karena kesadaran akan kesehatan, juga karena menjamurnya tempat makan.

"Sekarang banyak tempat nongkrong, banyak kafe. Semua dialihkan ke sana. Minum kopi, makan kue. Makin banyak jenis makanan dari luar. Ini yang membuat kebiasaan makan anjing, kucing dan daging lainnya mulai berkurang," terang Profesor Kerebungu.

Melihat perkembangan sosial masyarakat tersebut, tak menutup kemungkinan kebiasaan makan daging tak lazim masyarakat Minahasa nantinya akan hilang.

Profesor Kerebungu menegaskan, gejala tersebut mulai terlihat saat ini. (Tribunmanado.co.id/Finneke Wolajan)

Berita Terkini