TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Ulah tiga hacker (peretas situs) asal Surabaya ternyata tak main-main. Mereka yang masih berstatus mahasiswa jurusan teknologi informasi tersebut merusak sistem elektronik Pemerintah Kota Los Angele (LA) Ameriksa Serikat.
Tak pelak ulah tersebut membuat gusar Departement of Justice (Departemen Kehakiman) Amerika Serikat. Melalui Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat, Departemen Kehakiman berkoordinasi dengan Polri untuk menangkap para hacker tersebut.
"Untuk situs pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang terdeteksi baru satu, yaitu The City of Los Angeles. Yang disasar sistem elektronik ya, bukan situs yang mereka retas," ujar Kasubdit Cyber Crime Ditkrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Roberto Pasaribu di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (14/3).
Menanggapi permintaan penegak hukum di Amerika Serikat (AS), Polda Metro Jaya kemudian menangkap tiga mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya yaitu AN (21), ATP (21), dan KRS (21). Mereka meretas sekira 3.000 sistem elektronik dan situs internet di 44 negara.
"Semua (aparat penegak hukum di AS) sudah pada resah. Jadi, mereka melaporkan semua ke Internet Crime Complaint Center di bawah Departemen of Justice Amerka Serikat," ujar AKBP Roberto Pasaribu.
Roberto menerangkan, para tersangka menggunakan metode SQL Injection melalui bahasa pemrograman untuk melakukan peretasan. Ketiga tersangka merupakan anggota komunitas peretasan, Surabaya Black Hat.
Roberto tak bisa merinci perusahaan yang menjadi korban para peretas. Polisi masih mendalami dalami dalang di balik tiga mahasiswa asal Surabaya yang melakukan peretasan 3.000 sistem elektronik dan situs internet di-44 negara.
"Masih kami dalami. Kalau bicara kemungkinan ada (dalang), tapi masih kita dalami," ujar AKBP Roberto Pasaribu.
Sebanyak dua dari tiga tersangka yang kini ditahan Polda Metro Jaya, ternyata pernah dibina oleh Polda Jatim di ruang Tribrata, 22 November 2017 lalu. Pembinaan hacker itu dikemas dalam ajang silaturahmi dengan komunitas hacker Surabaya.
Apalagi Jatim saat ini menjelang pilkada serentak sehingga acara ini dilangsungkan untuk mengantisipasi berita hoax. "Jauh hari sebelum penangkapan, Polda Jatim sudah membina mereka untuk tidak melakukan kejahatan di dunia maya," ujar Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera, di Surabaya, Rabu.
Tersangka yang ikut dalam pembinaan itu adalab NA dan KPS.
Walau sudah dibina, hati seseorang tidak ada yang tahu. Bahkan untuk mengubah niat buruk kedua tersangka tidak bisa serta merta.
"Siapapun pelakunya tetap tidak bisa ditolelir," ujar Barung Mangera. Ia menegaskan kejahatan di dunia maya walau korbannya di luar negeri, tetap saja menjadi wewenang Polri.
Berdasarkan bukti yang dimiliki penyidik, para tersangka sudah menyerang 3.000 sistem elektronik di sejumlah negara yaitu Thailand, Australia, Turki, UEA, Jerman, Prancis, Inggris, Swedia, Bulgaria, Ceko, Taiwan, China, Italia, Kanada, Argentina, Pantai Gading, Korea Selatan, Cillie, Kolombia, India, Singapura, Irlandia, Meksiko, Spanyol, Iran, Nigeria, Rusia, New Zealand, Rumania, Uruguai, Belgia, Hongkong, Albania, Dubai, Vietnam, Belanda, Pakistan, Portugal, Slovenia, Kep. Caribian, Maroko, dan Libanon.
Kasus itu menjadi pembicaraan di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Surabaya. Para tersangka tercatat sebagai mahasiswa di perguruan tinggi swasta itu.
Yoga Punantya, mahasiswa Jurusan Sistem Informasi semester 4 ini mengaku sejumlah mahasiswa sudah membiacarakannya sejak berita soal penangkapan diberitakan media masa.
Menurut Yoga, dosen juga sempat menyentil soal itu di dalam ruang kuliah. "Ya secara tidak langsung sih, menyentil.
Dosen bilang kalau sudah menguasai sesuatu atau ilmu tertentu janganlah digunakan untuk hal-hal negatif atau merugikan. Begitu pesannya," ujar Yoga. (tibunnetwork/surya/nis/mif)