- Sempat Swafoto dengan Guru di SMAN 4 Manado
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau yang dikenal Kak Seto terasyik berswafoto dengan siswa dan guru di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Manado di Perkamil, Selasa (6/2/2018).
Kak Seto sengaja datang untuk bertemu dengan dua siswa SMAN 4 yang diduga menjadi korban penganiayaan 30 oknum anggota Sabhara Polda Sulut pada 13 Desember 2017.
Kak Seto ditemani oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Sulut, EK Tindangen.
"Saya sebagai Ketua LPAI yang barusan dilantik oleh Ketua Umum Kak Seto. Kami akan konsen dan tetap mengawal dengan serius anak-anak di Sulut yang menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh siapapun," ujar Tindangen.
Lanjut dia, LPAI Sulut awalnya menerima laporan dari orangtua kelima anak yang diduga menjadi korban penganiayaan.
"Mereka meminta kepada kami agar kasusnya jangan sampai tidak jelas dan harus menemukan keadilan. Mereka berharap yang melakukan kekerasan terhadap lima anak dapat diproses hukum dan mendapat ganjaran setimpal. Karena memang berdasarkan laporan ada yang patah gigi, kena benturan benda keras dan mungkin ada yang merasa sakit di bagian dalam (tubuh)," ujar dia.
Tindangen menambahkan, kasus ini sudah dilaporkan ke Polda Sulut.
"Berdasarkan laporan, lima anak itu akan membuat laporan, namun hanya satu yang diterima laporannya. Kalau menurut kami namanya warga yang mengadu harus dilayani. Jangan dibatasi. Nanti pada proses selanjutnya akan terlihat apakah akan dilanjutkan atau tidak," ujar dia.
Kak Seto mengatakan, kedatangannya karena mendengar adanya kasus ini.
Ia mengatakan meskipun di tengah berbagai kesibukan, ia sengaja langsung datang ke SMAN 4, untuk melihat kenyataan dan berbagai laporan.
"Dan saya juga kalau sempat akan menemui Bapak Kapolda untuk membicarakan kasus ini. Karena sejak tahun 1985, sebenarnya kami sudah mengkampanyekan Gerakan Polisi Sahabat Anak termasuk Polisi Sahabat Remaja," ujar Kak Seto.
Lanjut Kak Seto, kebetulan sebelum datang ke Manado, ia bertemu dengan presiden untuk melaporkan berbagai kegiatan dan program.
"Satu di antaranya adalah program Gerakan Nasional Sahabat Anak. Jadi dari presiden sahabat anak, menteri sahabat anak, gubernur sahabat anak, wali kota sahabat anak, bupati sahabat anak, guru sahabat anak, orangtua sahabat anak, juga polisi sahabat anak," ujar Kak Seto.
Kata Kak Seto, dalam hal ini programnya didukung oleh presiden. Untuk itu ia mengajak seluruh masyarakat termasuk media, mengkampenyekan program saya sahabat anak ini.
Untuk itu, kata Kak Seto, siapapun juga mohon tidak melakukan tindak kekerasan terhadap anak, dengan alasan apapun juga.
Jadi pendekatan harus lebih pada pendekatan edukatif, dan kalau misalnya ada sesuatu yang salah maka rehabilitatif.
"Dengan cara menyadarkan bukan sekadar semacam balas dendam, dan kemudian justru melahirkan perlawanan atau kekerasan dari pada anak-anak," ujar Kak Seto.
Ia berharap dalam kasus ini mudah-mudahan nanti, siapapun juga pelakunya.
Kalau itu mengandung unsur penganiayaan maka harus mendapatkan tindakan hukum yang tegas.
"Mohon agar betul-betul diterapkan. Agar kita sama-sama sepakat menciptakan Manado, menciptakan Sulut yang layak dan ramah untuk anak. Semua dikembalikan pada jalur hukum yang berlaku, sesuai dengan amanat Undang-undang perlindungan anak. Dimana anak-anak Indonesia harus mendapatkan perlindungan dari berbagai tindak kekerasan dan eksploitasi," ujar Kak Seto.
Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Ibrahim Tompo pun menanggapi dugaan kasus penganiayaan ini.
Kata dia, kejadian dugaan penganiayaan ini terjadi pada 13 Desember 2017.
Dimana satu di antara diduga korban telah melaporkan anggota (polisi) yang dianggap menganiaya.
Kata Kombes Pol Ibrahim, saat ini Polda Sulut sedang melakukan pendalaman.
Namun sebenarnya, kata dia, itu bukan penganiayaan seperti yang banyak diketahui. Melainkan ini merupakan tindakan kepolisian.
"Saat itu memang dilakukan oleh tim quick respon Sabhara, yang jumlahnya ada 30 orang," ujar dia.
Lanjut Kabid Humas, tim tersebut melakukan patroli pada 13 Desember.
Kemudian pada pukul 24.25 wita. Tim tersebut kemudian menemukan dua orang anak muda yang kedapatan membawa sajam, lalu diamankan di Polsek Tikala.
"Saat dua anak itu diamankan, ada lima anak muda diluar yang bolak balik di depan Polsek menggunakan sepeda motor kemudian main gas dan berteriak di depan polsek," ujar Kabid Humas.
Melihat situasi itu tim Quick Respon kembali melanjutkan patrolinya dan berusaha mengamankan lima anak muda tersebut.
"Sudah diperingati untuk berhenti namun tidak berhenti. Dan melarikan diri. Dikejar namun tetap tidak mau berhenti," ujar Kabid Humas.
Saat melakukan pengejaran, ada anggota yang mengalami kecelakaan dan terluka. "Namun rekannya yang lain tetap melanjutkan hingga akhirnya tertangkap lah lima anak muda ini.
Kemudian diamankan di Polsek Tikala. Di sana dilakukan pemeriksaan. Setelah diperiksa, lima anak muda ini didapati baru selesai miras. Hal itu diketahui karena semuanya (nafas) berbau miras," ujarnya.
Lanjut dia, akhirnya dilakukan tindakan fisik.
"Mungkin ada yang kelepasan. Namun untuk memastikan kejadiannya kita masih melakukan pendalaman," ujar dia.
Kabid Humas kembali menegaskan bahwa ini merupakan tindakan kepolisian.
"Kalau tindakan kepolisian yang dilakukan secara bertanggung jawab. Saya rasa tidak ada efek hukum yang muncul didalamnya. Karena keadaan memungkinkan dilakukan tindakan keras. Karena memang situasinya membutuhkan. Tetapi kita masih melakukan pendalaman untuk bisa memilah, mana yang merupakan tindakan kepolisian, mana tindakan penganiayaan. Karena ini tidak bisa disatukan di situ," ujarnya.
Kabid Humas menambahkan dari kelima pemuda tersebut hanya satu anak yang diduga korban yang membuat laporan. *