TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Beragam persoalan muncul dalam Diskusi Pengelolaan Pariwisata Sulut yang digelar Anggota DPD RI asal Sulut, Stefanus BAN Liow dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Senin (02/11/15).
Dalam diskusi yang dilaksanakan di Sekretariat DPD Sulut di Tikala itu, terungkap, apa saja persoalan yang menyebabkan pariwisata Bumi Nyiur Melambai seakan jalan di tempat.
Mulai dari tak adanya kalender wisata tahunan yang jelas, konsep pengelolaan, kurangnya marketing, minimnya dukungan pemerintah- lintas sektor terkait, kurangnya pemahaman masyarakat dan para pihak hingga kurangnya anggaran pengelolaan dibahas dalam diskusi tersebut.
Misalnya apa yang dikatakan Akademisi Fakultas Ilmu Budaya dan Sejarah Universitas Sam Ratulangi Manado, Fendy Parengkuan. Hemat dia, promosi pariwisata Sulut terkesan 'hambar' dan meniru gaya marketing daerah lain.
"Padahal, bicara potensi, Sulut ini lengkap dan punya keunikan- keunikan tersendiri. Sulut bukan hanya Bunaken dan Bukit Kasih. Wisata alam, pegunungan, maritim, dan yang paling spesial, wisata budaya, kita punya. Sayang, strategi pemasarannya belum tepat," tukas budayawan-sejarawan Unsrat ini.
Lain lagi menurut Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado, Yoseph E. Ikanubun. Kata dia, melihat kondisi dewasa ini, masyarakat Sulut--meski tak semua--secara sosiologis belum siap menjadi warga daerah pariwisata.
Indikatornya, kata Ikanubun, tingginya tindak kriminal di Manado. Fenomena panah wayer, bentrok warga menghalangi pariwisata daerah berkembang. "Bagaimana wisatawan mau datang ketika dia mendapati kabar Manado tak aman?" ujarnya.
Ia mencontohkan, bagaimana di Bali dan Jogja, kesadaran masyarakat akan peran pariwisata bagi pembangunan sangat tinggi. "Sebab mereka sadar, mereka bisa makan, dihidupi pariwisata," jelasnya.
Sementara Beth Lagarense, Praktisi Pariwisata sekaligus Akademisi dari STIE Pariwisata Manado mengungkap, kesadaran pelaku pariwisata pentingnya keramahan, pelayanan prima itu masih rendah.
"Sebenarnya kunci pariwisata itu di pelayanan prima kepada tamu. PHRI dan pihak terkait harus menggiatkan sertifikasi bagi para pelaku pariwisata, khususnya yang bersentuhan langsung dengan wisatawan," jelas Beth.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sulut, Ir Happy Korah mengakui, pariwisata Sulut belum sesuai harapan. Padahal, jika dikelola maksimal, sektor ini akan memberi benefit sangat besar pada peningkatan perekonomian daerah.
Menurutnya, saat ini pihaknya sedang menyusun rencana strategi pengelolaan dan pengembangan pariwisata Sulut jangka panjang. Ia berharap, renstra ini dipertahankan sebagai roadmap pengembangan wisata Sulut.
"Jangan, ketika ganti pemimpin daerah, ganti konsep, kebijakan dan regulasinya. Itu yang terjadi selama ini, ganti pemimpin, ganti konsep, tak ada kesinambungan," ujar Korah.
Senator Stefanus Liow mengatakan, diskusi yang berjalan dinamis ini menelorkan sejumlah masukan yang akan dibawa dalam expert meeting komite DPD RI. Menurutnya, pengelolaan pariwisata sejatinya tanggungjawab semua pihak. "LIntas sektor. Bukan hanya tugas pemerintah saja. Harus ditopang masyarakat, akademisi, sektor swasta dan lain-lain," ujar Liow.
Kata dia, pembangunan pariwisata menyangkut tiga aspek utama, infrastuktur memadai, marketing promosi yang tepat dan adanya ivent yang digelar rutin. "Ketiganya harus berjalan seiring," ujar Ketua Komisi P/KB Sinode GMIM ini.