Mutiara Ramadan

Tangga Menuju Khairo Ummah

Editor:
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Umat Islam memadati Masjid Raya Baiturrahman saat pelaksanaan Salat Jumat pertama bulan suci Ramadan 1434 Hijriah, Jumat (12/7/2013). Meski telah dilakukan beberapa kali pelebaran, namun daya tampung jamaah di dalam masjid hingga kini masih belum memadai.

Oleh: KH Cholil Nafis Ph D, Ketua Komisi Dakwah MUI

UMAT Islam disebut oleh Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 110 dengan khairo ummah, yang artinya sebaik-baiknya ummat. Sebutan ini dalam tafsir Ibnu Katsir dianggap sebagai penghapusan atas status kaum Bani Israel yang pada mulanya diberi kemuliaan di sisi Allah. Tetapi karena kaum Bani Israil tidak mau bersyukur atas nikmat-nikmat Allah, maka status itu dihapus dan diangkatlah umat Islam untuk menggantikan posisi kaum Bani Israil.

Umat Islam disebut dengan khairo ummah karena umat Islam mau melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar yang didasari atas keimanan yang kuat kepada Allah SWT. Amar ma'ruf adalah menyeru kepada kebaikan atau mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan, sedangkan nahi munkar adalah upaya mencegah agar orang lain tidak melakukan kemunkaran.

Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan bentuk kepedulian manusia terhadap keselamatan manusia lain yang sangat tinggi. Dikatakan tinggi karena keselamatan yang dituju bukan hanya keselamatan di dunia, tetapi juga di akhirat.

Kepedulian semacam ini tidak ada bandingannya, bahkan jika dibandingkan dengan peduli dalam arti membantu kebutuhan duniawi manusia lain seperti memberi makan fakir miskin dan yang semacamnya. Karena kepedulian dalam amar ma'ruf nahi munkar sudah melebihi kepedulian duniawi.

Hal ini disebabkan pelaku amar ma'ruf nahi munkar harus sudah baik pribadinya terlebih dahulu sebelum menyeru atau mencegah orang lain. Setelah baik pribadinya, ia terdorong untuk memberikan kebaikan kepada orang lain. Hal ini senada dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang mengatakan, "Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain."

Menumbuhkan kepedulian kepada orang lain dalam masalah dunia dan akhirat tidak mudah, apalagi di zaman sekarang yang manusianya cenderung individualistic dan hedonistic. Dalam kehidupan individualistic dan hedonistic manusia cenderung mencari selamat untuk dirinya sendiri. Banyak manusia yang acuh terhadap lingkungan sekitarnya. Tetapi Islam senantiasa mendorong agar umat Islam tidak sekali-kali acuh terhadap orang lain.

Salah satu motivasi besar agar umat Islam peduli terhadap orang lain terdapat dalam ibadah puasa. Di mana ibadah puasa dapat menumbuhkan sifat peduli kepada orang lain pada pribadi-pribadi yang melaksanakannya. Bukan hanya peduli dalam artian kepedulian sosial, tetapi juga peduli untuk melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Karena sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 183, berpuasa akan meningkatkan ketaqwaan seseorang.

Orang yang bertaqwa di samping taat kepada semua perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangan-larangan-Nya, juga memiliki kepedulian yang tinggi kepada orang lain dengan melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Karena orang yang bertaqwa akan mengamalkan firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 33, bahwa orang-orang yang bertaqwa adalah orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Orang yang bertaqwa juga akan mengamalkan Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran 104, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104)

Di sinilah puasa menjadi tangga akan terwujudnya khairo ummah dalam kehidupan yang nyata. Karena umat yang ada di dalamnya adalah umat yang memiliki kepedualian kepada orang lain baik perkara dunia maupun akhiratnya. (*)

Berita Terkini