Partai Politik

DPC PDIP Manado Diskusi Terbatas dengan Ferry Liando

Penulis:
Editor:
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Laporan wartawan Tribun Manado David Manewus

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO
- Dewan Pimpinan Cabang PDI-Perjuangan Kota Manado ingin meningkatkan kualitas pimpinan dan kadernya dengan pendidikan politik yang baik. Oleh karena itu, DPC mengadakan diskusi terbatas mengenai dinamika politik di tingkat nasional hingga daerah. Pembicaranya doktor Ferry Daud Liando, pemerhati politik dari Unsrat di kantor DPC Kamis (10/1/2013). Moderatornya Sekertaris DPC Novi Lumowa.

Ketua DPC, Richard Sualang mengatakan kegiatan ini sangat diperlukan untuk menambah wawasan. Selain itu, kader bisa mendapatkan informasi yang lebih komprehensif tentang dunia perpolitikkan. Semuanya berguna bagi perkembangan partai. "Dengan mengetahui informasi nasional, kita bisa menyesuaikan dengan politik nasional. Ini juga berkaitan dengan ulang tahun PDI-P ke-40. Sebuah partai yang merupakan fusi beberapa partai dari tahun 1973," ujarnya.

Ferry Liando membuka pemaparannya dengan menyebutkan adanya sepuluh partai yang sudah lolos verifikasi faktual KPU. Menurutnya, ini positif. Apalagi jika Indonesia menganut sistem presidensial. "Akan sangat baik jika hanya ada dua partai. Yaitu partai pemerintah dan oposisi. Indikatornya lemahnya sistem presidensial karena banyaknya partai terlihat dari belum terbongkarnya kasus Century, kasus BBM dan kasus yang lain," katanya.

Menurut Liando, PDI-P mempunyai posisi yang kuat setelah verifikasi. Apalagi partai yang lain bukanlah pecahan PDI-P. Akan tetapi, menurutnya ada tantangan yang harus dihadapai baik makro maupun mikro. "Untuk yang makro menurur survey CSIS, 76% responden mengatakan tidak percaya lagi partai politik. Untuk golput meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 1999 jumlahnya 10 %, tahun 2004 jumlahnya 23 % dan tahun 2009 39,1%, Itu kenapa ada UU nomor 12 yang merupakan perubahan UU no 32  yang mengakomodir calon perseorangan, "tuturnya.

Ketidakpercayaaan itu sendiri, disebabkan oleh maraknya kasus korupsi dan kasus imoral yang lain. Kinerja juga memengaruhi. Misalnya, DPRD Sulut yang tidak menghasilkan perda selama tahun 2012. "Padahal, banyak yang melakukan studi banding. Untuk anggaran Belanja yang disetujui juga tidak memihak ke rakyat, "ujarnya.

Untuk urusan mikro, bagi Liando Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 bisa menjadi ganjalan. Sistem yang dipakai terbuka atau dengan suara terbanyak. Ini membuat calon yang dipilih itu bisa tidak mempunyai integritas.  "Di internal bisa terjadi persaingan, Selain itu strategi pragmatis cenderung membuat partai yang ada di daerah mencari yang lima belas persen dan 3,5 persen untuk yang ada di pusat. Figur juga kemudian lebih menentukan misalnya sosok Fredy Sualang," katanya.

Mengenai kekuatan dan peluang di Sulut sendiri, Liando menyebut hanya Demokrat dan Golkar yang menjadi lawan utama. Demokrat juga dengan tinggal diinfus apalagi dengan keterlibatan warga Sulut Angelina Sondakh yang juga kader partai Demokrat dalam korupsi. Sedangkan kader Golkar Sulut banyak yang masuk penjara. "Ada empat hal yang bisa mempengaruhi kemenangan partai yaitu Kelembagaan, Jaringan, Figur dan Finansial. PDI-P mempunyai kekuatan di situ," katanya.

Diskusi kemudian menjadi menarik ketika banyak tanggapan dari peserta. Hengky Kawalo menyinggung soal banyaknya lobi dalam lembaga politik. PDI-P sungguh memperjuangkan rakyat. Akan tetapi, jumlah anggota menjadi masalah. "Kalau di sistem memang ada yang berbeda dengan apa yang diamati dari luar. Saya berharap rakyat bisa mempercayakan aspirasi dengan memilih calon dari PDI-P," ujarnya.

Toni Rawung, Bendahara DPC juga menyebut soal adanya pengusaha yang menumpang untuk mencari keuntungan. Baginya tidak semua yang demikian. Ia menyebut dirinya tetap seorang yang militan dalam partai. "Saya mengingikan semua calon dari partai harus segaris dengan ideologi partai. Bukan hanya sebagai kapitalis yang mencari keuntungan sendiri," ujarnya.

Berita Terkini