Laporan Wartawan Tribun Manado Susanty Otodu
TRIBUNMANADO.CO.ID, AIRMADIDI - Sejumlah warga Kabupaten Minahasa Utara (Minut) yang memiliki kepemilikan tanah dan tempat tinggal untuk pembangunan jalan tol mendatangi Kantor Bupati pada Senin (26/11) kemarin. Mereka hendak mengambil biaya ganti rugi atas pembebasan lahan yang telah disepakati bersama.
Informasi yang berkembang bahwa ada pejabat Hukumtua yang melakukan pungutan liar. Bagi warga yang lahannya menjadi bagian dari pembebasan lahan harus menyetor kepada Hukumtua atau Kepala Jaga dengan nilai Rp 15 ribu per meter.
Namun ketika hal tersebut dikonfirmasi kepada sejumlah warga, mereka membantahnya. Sejauh ini pihak Hukumtua atau aparat desa lainnya tidak pernah memerintahkan untuk menyetor jatah atau pungutan liar dengan jumlah yang teah ditentukan.
"Ditempat kita tidak ada perintah seperti itu, mungkin kalau warga yang memberikan secara suka rela itu ada dan nilainya wajar-wajar saja. Tapi kalau permintaan khusus atau pungutan liar, sama sekali tidak ada," kata Sinyo Kodoati warga Desa Maumbi, Kecamatan Kalawat pada Tribun Manado di Kantor Bupati.
Sinyo menambahkan jauh sebelumnya dari pihak Panitia Pembebasan Lahan telah menyampaikan kepada warga, jika ada permintaan-permintaan dengan jumlah tertentu dari pihak luar maka segera dilaporkan. Sebab ketika transaksi telah terjadi dan nilai biaya ganti rugi telah berada ditangan warga, maka tak ada lagi pungutan-pungutan tambahan.
Hal senada Agus Tanalawo warga Desa Kawangkoan Baru yang hendak mengambil uangĀ ganti rugi atas kepemilikan rumah juga menyampaikan hal yang sama. Ia mengaku tidak pernah mendengar sehingga yang ia ketahui tak ada pungutan-pungutan dari aparat desa dengan jumlah yang telah ditentukan. "Saya tidak pernah dengar, tapi sepertinya itu memang tidak ada," tambah Agus.
Hukumtia Desa Kawangkoan, Kecamatan Kalawat Frangki Sigarlaki juga membantah jika para Hukumtua telah menentukan tarif sebagai jatah kepada warga penerima biaya ganti rugi atas pembebasan jalan tol. Menurutnya kemungkinan ada spekulan Hukumtua meminta jatah karena pada saat pembayaran di tahap pertama penyerahannya secara tunai.
"Sekitar Agustus atau September 2012 pembayarannya langsung tunai, mungkin ada masyarakat yang memberikan partisipasi tapi ada yang tidak tulus akhirnya jadi cerita. Kalau sekarang sudah bukan tunai lagi, tetapi menggunakan cek dan diambil langsung di Bank oleh yang bersangkutan," jelas Sigarlaki.
Dengan metode pembayaran menggunakan cek, Frangky menilai itu lebih baik. Para Hukumtua juga terhindar dari cerita-cerita yang berlebihan. Sebab pada saat pengambilan uang di Bank, hal yang mustahil jika Hukumtua juga turut serta hanya untuk mengambil jatah.
"Kalau terima pakai cek, yang ada mereka (warga) langsung pulang atau ke Bank. Kalau mereka sudah pulang apakah kita harus pergi menyusul dan meminta, sekalipun mau di paksa, dasarnya apa? Tidak ada," tandas Sigarlaki.
Tak Ada Setoran Ganti Rugi untuk Hukumtua
Editor:
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger