Laporan Wartawan Tribun Manado Robertus Rimawan
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Ketua DPD PDIP Sulut nonaktif, Freddy Harry Sualang pascapengajuan pengunduran dirinya dari PDIP dan memutuskan untuk bergabung di Partai Nasional Demokrat (Nasdem) memberikan beberapa pernyataan mengejutkan. Saat ditemui Tribun Manado dengan wawancara eksklusif di kediamannya di Perumahan Wen Win Manado, Sabtu (20/10) ia kembali menegaskan kepindahannya bukan karena gila kekuasaan namun murni untuk menyelamatkan karir teman-temannya.
Ia menyerahkan semua keputusan pada rekan-rekannya namun apa yang ia lakukan ibarat membuka pintu mengawali langkah demi masa depan lebih baik. "Saya tak bisa menghitung berapa pendukung saya, saya tak akan memprovokasi teman-teman untuk ikut saya nanti seakan-akan menghancurkan apa yang telah saya tanam. Tapi mereka yang merasa terancam karir politiknya, merasa ingin menyelamatkan diri, ya...itu silakan kalau mau ikut ya ikut saja," kata Sualang. Ia menyatakan kepindahannya di Nasdem merupakan sebuah bentuk antisipasi dengan kondisinya saat ini, bukan karena gila harta atau kekuasaan, karena ia mengaku sudah pernah berada di posisi puncak, yaitu ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur Sulut dua periode.
"Saya sempat buat penjajakan dengan Nasdem, saya terima kasih kalau masih diterima. Orang bilang saya ini sudah besi tua sudah rongsokan. Kepindahan saya bukan untuk mencari jabatan, saya hanya menyelamatkan teman-teman yang terancam di PDIP. Kalau teman-teman ingin silakan saja, ini merupakan partai politik yang secara ideologis sama," ujarnya. Ditanya tentang jumlah kekayaan dan apakah ada kaitan berpolitiknya dengan uang, ia menjawab, tak memungkiri tiap orang membutuhkan uang. Namun ia merasa telah cukup dengan kondisi saat ini, bila melihat ke atas mungkin kurang tapi Sualang mengaku selalu melihat ke bawah dan melihat masih banyak yang kurang dibanding dia. "Saya dihukum penjara dua tahun citra saya di masyarakart luntur. Sekali lagi saya hanya menyelamatkan teman-teman dan saya menghabiskan sisa-sisa kehidupan, kalau nganggur stress juga. Saya ke eksekutif maupun legislatif sudah tidak, yang penting masih ikut-ikutan pikir soal politik ," kata dia kemudian tertawa.
Faktor pemicu, orang 'berbau Sualang' akan disingkirkan di PDIP seperti tudingannya, Sualang menilai bukan karena adanya permusuhan namun yang ada adalah ambisi. Menurutnya di PDIP ada dua kelompok kader, kelompok pragmatisme dan kelompok idealisme. Kelompok pragmatisme ini menganggap kalau masih ada Sualang, kelompok tersebut tak berkembang. "Karena ujung-ujungnya uang, mereka itu tujuannya mencari uang, semua kegiatan partai mereka arahkan untuk dapatkan keuntungan termasuk pencarian calon bupati. Padahal PDIP tak seperti itu, mereka ingin berkuasa mereka harus menyinggkirkan sosok idealis seperti saya," katanya.
Tentang sosok Olly Dondokambey (Penjabat Sementara Ketua DPD PDIP Sulut), Sualang mengakui saat ini posisi rekannya sedang disorot dan menurutnya saat ini Dondokambey sedang dikelilingi orang-orang dari kelompok pragmatisme. "Mungkin dia (Dondokambey) bukan seperti itu (kelompok pragmatisme) tapi masukan-masukan ini mendominasi keputusan-keputusan. Sudah jelas beberapa nama sudah ditandai," kata dia.
Ketika ditanya bila Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri datang dan memintanya untuk mengurungkan niat pindah Sualang mengaku akan mengikuti permintaan Megawati dengan catatan ia kembali menempati posisi semula sebagai Ketua DPD PDIP Sulut yang habis masa kepemimpinannya pada tahun 2015. "Kalau nanti saya hanya jadi penasihat partai, saya akan pikir-pikir dulu," imbuhnya. Hal tersebut didasari dari sejarahnya bersama Megawati. Seperti saat kongres luar biasa di Surabaya, dua kekuatan besar kubu PDI Suryadi dan PDI Megawati. Di Sulut yang baru ada 7 DPC di kabupaten/ kota, enam daerah tak dukung Megawati. "Satu-satunya yang dukung bu Mega hanya Minahasa dan ketua DPC-nya saya. Itu sejarahnya mengapa saya dekat dengan ibu Mega, kedua yang melantik beliau itu saya karena saya jadi pimpinan sidang meskipun untuk saat ini tidak lagi dari DPD-DPD yang memimpn sidang, nah saya memimpin sidang tahun 2001 dan melantik beliau," katanya.
Terkait tudingannya pada PDIP Sulut tentang kelompok yang lebih mengincar uang Sualang mengaku belum pernah disampaikan pada Megawati. Menurutnya ia bukan tipe pengadu, dan saat ini surat pengunduran dirinya juga belum mendapat respon dari Megawati.
Tentang PDIP, Sualang menyayangkan spirit PDIP tak lagi ada. Dulu PDIP besar karena militansi anggotanya dengan tekanan orde baru sangat kuat mulai dari dituduh PKI dituduh ekstrim kiri bahkan menurutnya anak-anak dari kader PDIP di sekolah kadang tak bisa naik kelas. Lalu kalau lulus SMA cari pekerjaan susah, bila ingin menjadi PNS dulu harus taruh nama anggota Partai Golkar bila tak ingin diterima. "Susah jadi kader PDIP, jadi kepala jaga, jadi lurah saja tak bisa. Penderitaan memang luar biasa kelapa lingkungan saja tak bisa apalagi jadi wakil gubernur saya tak menyangka lulusan SMA bisa jadi wakil gubernur dua periode," ujar Sualang.
Ia menilai partai apapaun nantinya bila mengarah ke materialistik akan menuju kehancuran, politik menurut Sualang bukan untuk cari uang tapi untuk pengabdian. "Politik cari uang sama dengan cari kuburan," tegasnya. Menurutnya perlu diubah budaya politik dengan biaya mahal. Bila nanti terpilih jadi pemimpin daerah atau wakil rakyat yang dipikirkan bagaimana untuk mencari uang. "Jangan heran bila banyak anggota dewan yang sering studi banding karena itu kesempatan untuk cari uang, sekali berangkat bisa dapat Rp 3 atau 4 juta," ujarnya.
Richard Sualang, anak Freddy Sualang yang juga duduk sebagai wakil rakyat di DPRD Kota Manado dan memiliki jabatan struktural di PDIP sebagai Ketua DPC Kota Manado memberikan tanggapannya. Wawancara terpisah di hari yang sama, saat ditemui di kediamannya di Manibang, Malalayang Richard mengaku mendukung penuh apa yang dilakukan ayahnya.
"Kalau saya ini mengomentari, saya ini pengurus partai juga anak beliau. Saya secara pribadi belum pernah membahas biarpun tinggal serumah tapi saya mengikuti dari media massa. Saya mendukung keputusan beliau," ujarnya. Belajar dari sang ayah, Richard meniliai kalau mau aman, hidup tenteram tak mau diganggu, jangan berpolitik. Politik ini menurutnya sudah menjadi jalan hidup bukan gaya hidup.
"Berpolitik itu karena pilihan dan saya kira keputusan beliau pindah partai saya mendukung, kalau enurut kita, PDIP sebagai partai harus introspeksi, partai ini banyak melahirkan orang-orang yang berguna bagi masyarakat, kalau organisasinya merusak secara internal ini tidak sesuai AD-ART atau beberapa oknum di partai yang menginginkan gejolak-gejolak tentu akan jadi aib bagi PDIP," ujarnya.
Menurut Richard tak bisa dipungkiri bagaimana kiprah ayahnya di PDIP, semua ada dalam ingatan masyarakat Sulut."Diingat saja beliau sudah bersyukur, beliau dalam struktural secara hukum legal formal sebagai ketua. Saat ini ada indikasi oknum-oknum partai yang menyingkirkan beliau secara struktural, padahal loyalitas ke partai, loyalitas ke bu Mega tak diragukan lagi," katanya.
Ia menilai banyak hal yang bisa dipelajari dari Freddy Sualang dan PDIP akan rugi bila sosok ayahnya disingkirkan. Meski demikian, menjawab pertanyaan apakah akan mengikuti sang ayah untuk pindah partai ia memilih untuk tak menanggapi. "Pindah partai saya belum komentari, saya tak tahu pasti apakah ayah saya akan pindah atau tidak ini masih dalam proses. Namun segala keputusannya saya dukung. Tiap keputusan politik selalu ada risiko, risiko ditentang orang atau menuai dukungan," pungkasnya.
Sualang : Yang Terancam di PDIP, Silakan Ikut Saya
Penulis:
Editor:
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger