Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK Cegah Bos Travel Haji dan Eks Menteri Agama Yaqut Cholil ke Luar Negeri, Ada Apa?
Saat ini sedang menjadi perhatian soal penyelidikan oleh KPK terkait dugaan skandal korupsi pada kuota haji.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Saat ini sedang menjadi perhatian soal penyelidikan oleh KPK terkait dugaan skandal korupsi pada kuota haji.
Lantas dikarenakan soal kuota haji tengah dalam penyelidikan, beberapa orang yang diduga terkait dalam kasus tersebut dicegah untuk bepergian keluar negeri.
Dimana yang dicegah keluar negeri yakni mantan Mentri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan juga seoranga pengusaha travel haji dan umrah Fuad Hasan Masyhur.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah secara resmi menerbitkan larangan bepergian ke luar negeri terhadap terhadap kedua orang tersebut.
Langkah ini diambil terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) RI untuk periode 2023–2024, yang ditaksir merugikan negara hingga lebih dari Rp1 triliun.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa Surat Keputusan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dikeluarkan pada Senin, 11 Agustus 2025.
Selain Yaqut dua orang lainnya yang turut dicegah adalah Ishfah Abidal Aziz (IAA), yang disebut sebagai mantan staf khusus Yaqut, dan seorang pihak swasta berinisial FHM.
Pencegahan ini akan berlaku selama enam bulan ke depan untuk kepentingan proses penyidikan.
"Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan yang bersangkutan di Wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi," terang Budi.
Sosok Yaqut Cholil Qoumas
Akrab disapa Gus Yaqut, Yaqut Cholil Qoumas, adalah seorang politikus dan tokoh Nahdlatul Ulama.
Sebelum menjabat sebagai Menteri Agama Desember 2020 hingga Oktober 2024 di era pemerintahan Presiden Jokowi, Gus Yaqut adalah Wakil Bupati Rembang periode 2005–2010 dan anggota DPRD Kabupaten Rembang periode 2004–2005.
Adi kandung dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Dr. K.H. Yahya Cholil Staquf ini juga sekaligus keponakan dari ulama besar K.H. Musthofa Bisri.
Lahir 4 Januari 1975 di Rembang, Jawa Tengah, dia menjadi politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hingga 2024 dan juga pernah menjadi Anggota DPR RI1.
Terakhir kali, Gus Yaqut dipanggil KPK pada 7 Agustus 2025 sebagai saksi dalam kasus kuota haji ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mencegah pemilik Maktour Group, Fuad Hasan Masyhur (FHM), bepergian ke luar negeri.
Pencegahan ini terkait pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) untuk periode 2023–2024.
Fuad Hasan Masyhur Juga Dicegah ke Luar Negeri
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihak yang diuntungkan dari korupsi ini adalah pejabat Kemenag dan perusahaan travel.
"Perusahaan-perusahaan travel, di mana mereka yang seharusnya tidak menerima kuota tersebut," imbuhnya.
Sosok Fuad Hasan Masyhur
Fuad Hasan dikenal sebagai pendiri dan pemimpin PT Menthobi Karyatama Raya Tbk (MKTR) atau Maktour Indonesia, perusahaan biro perjalanan haji dan umrah ternama di Indonesia.
Fuad mendirikan Maktour pada 1980, sepulang menunaikan ibadah haji.
Maktour pun tumbuh besar sebagai perusahaan biro perjalanan haji terkemuka.
Tepat pada November 2022 lalu perusahaan milik Fuad itu sukses melangsungkan initial public offering atau IPO di bursa efek.
Saat itu Maktour juga mampu meraih pendanaan hingga Rp 300 miliar.
Sukses sebagai pebisnis, Fuad Hasan lalu bergabung dengan Partai Golkar hingga sekarang.
Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji di Selidiki KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan skandal korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp1 triliun.
Kasus ini telah resmi naik ke tahap penyidikan, dengan fokus pada penyalahgunaan alokasi kuota haji tambahan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa angka kerugian negara tersebut merupakan hasil perhitungan awal internal KPK yang telah didiskusikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
KPK saat ini menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum, yang berarti penyidik masih mendalami peran berbagai pihak sebelum menetapkan tersangka.
Langkah ini diambil untuk memberikan keleluasaan bagi penyidik dalam mengumpulkan bukti dan menelusuri aliran dana.
"Artinya memang masih dibutuhkan langkah-langkah penyidikan untuk nanti kemudian KPK menetapkan para pihak sebagai tersangkanya," kata Budi.
Pusat masalah dalam kasus ini adalah adanya pergeseran alokasi kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi.
Namun, KPK menemukan adanya dugaan penyimpangan dimana kuota tambahan tersebut dibagi rata menjadi 50:50, atau masing-masing 10.000 jemaah untuk haji reguler dan khusus.
"Nah di sini penyidik akan mendalami terkait dengan perintah-perintah penentuan kuota tersebut dan juga aliran uang tentunya," jelas Budi.
Desakan untuk mengusut tuntas kasus ini juga datang dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, bahkan memiliki hitungan sendiri terkait potensi kerugian akibat pungutan liar (pungli) dari penyalahgunaan kuota ini.
Menurutnya, jika 9.222 kuota tambahan untuk haji khusus dikenakan pungli sebesar Rp75 juta per jemaah, maka nilai korupsinya bisa mencapai Rp691 miliar.
"Sumber masalahnya adalah berkaitan dengan adanya kuota haji penambahan 20.000 yang harusnya itu 8 persen hanya untuk diperuntukkan haji khusus tapi nyatanya justru mendapatkan 50 persen," kata Boyamin.
MAKI mendesak KPK agar tidak hanya menjerat pelaku di lapangan, tetapi juga membidik pejabat tinggi yang diduga menjadi "pemberi perintah" di balik kebijakan ilegal tersebut.
Seiring dengan naiknya status perkara ke penyidikan, KPK memastikan akan kembali memanggil mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Penetapan tersangka dalam kasus ini akan diumumkan setelah penyidik memiliki bukti yang cukup untuk menjerat para pihak yang bertanggung jawab.
Perbedaan Haji Reguler dan Haji Khusus
Haji reguler terdaftar dan diselenggarakan oleh Kemenag (terakhir pada penyelenggaraan tahun 2025 kemarin), alias dikelola langsung oleh pemerintah Republik Indonesia.
“Jemaah Haji Reguler adalah Jemaah Haji yang menjalankan Ibadah Haji yang diselenggarakan oleh Menteri,” demikian bunyi Pasal poin 5 di UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Berbeda dengan haji reguler, haji khusus diselenggarakan swasta yang terdaftar di Kemenag.
Haji khusus juga disebut sebagai haji plus. Penyelenggaraannya dilakukan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang terdaftar di Kemenag.
(Sumber Tribunnews)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.