Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Dugaan Korupsi Kuota Haji

KPK Cegah Bos Travel Haji dan Eks Menteri Agama Yaqut Cholil ke Luar Negeri, Ada Apa?

Saat ini sedang menjadi perhatian soal penyelidikan oleh KPK terkait dugaan skandal korupsi pada kuota haji.

Editor: Glendi Manengal
Kolase Tribunnews
KASUS KUOTA HAJI: Mantan Menteri Agama 2020-2024 Yaqut Cholil Qoumas (kiri) dan Pemilik Maktour Travel Fuad Hasan Masyhur. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah keduanya untuk bepergian ke luar negeri. 

Pencegahan ini terkait pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) untuk periode 2023–2024.

Fuad Hasan Masyhur Juga Dicegah ke Luar Negeri

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihak yang diuntungkan dari korupsi ini adalah pejabat Kemenag dan perusahaan travel.

"Perusahaan-perusahaan travel, di mana mereka yang seharusnya tidak menerima kuota tersebut," imbuhnya.

Sosok  Fuad Hasan Masyhur

Fuad Hasan dikenal sebagai pendiri dan pemimpin PT Menthobi Karyatama Raya Tbk (MKTR) atau Maktour Indonesia, perusahaan biro perjalanan haji dan umrah ternama di Indonesia.

Fuad mendirikan Maktour pada 1980, sepulang menunaikan ibadah haji.

Maktour pun tumbuh besar sebagai perusahaan biro perjalanan haji terkemuka.

Tepat pada November 2022 lalu perusahaan milik Fuad itu sukses melangsungkan initial public offering atau IPO di bursa efek.

Saat itu  Maktour juga mampu meraih pendanaan hingga Rp 300 miliar.

Sukses sebagai pebisnis, Fuad Hasan lalu bergabung dengan Partai Golkar hingga sekarang.

Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji di Selidiki KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan skandal korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp1 triliun.

Kasus ini telah resmi naik ke tahap penyidikan, dengan fokus pada penyalahgunaan alokasi kuota haji tambahan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa angka kerugian negara tersebut merupakan hasil perhitungan awal internal KPK yang telah didiskusikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

KPK saat ini menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum, yang berarti penyidik masih mendalami peran berbagai pihak sebelum menetapkan tersangka.

Langkah ini diambil untuk memberikan keleluasaan bagi penyidik dalam mengumpulkan bukti dan menelusuri aliran dana.

"Artinya memang masih dibutuhkan langkah-langkah penyidikan untuk nanti kemudian KPK menetapkan para pihak sebagai tersangkanya," kata Budi.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved