Tribun Podcast
Prosesi Adat Pemindahan Waruga di Minahasa Utara Sulut, Refly Inaray: Budaya Adalah Identitas Kita
Kutipan Wawancara dengan Refly Inaray, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sekaligus pemerhati budaya Wanua Tumaluntung.
Penulis: Christian_Wayongkere | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID - Lima waruga dipindahkan dari lokasi asal ke tempat yang lebih layak di Kompleks Waruga Dotu Rotty, Jaga X, Desa Wisata Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, Jumat (25/7/2025).
Prosesi ini diselenggarakan secara adat dan melibatkan berbagai unsur: tokoh adat, pemerintah desa, serta kelompok pegiat budaya.
Terkait hal ini, Tribun Manado berbincang dengan Refly Inaray, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sekaligus pemerhati budaya Wanua Tumaluntung.
Berikut petikan wawancaranya:
Apa saja yang dilakukan dalam prosesi pemindahan waruga ini, dan siapa saja yang terlibat?
Dari beberapa hari sebelumnya, kami sebagai pemerhati budaya telah mempersiapkan prosesi ini berdasarkan tradisi leluhur.
Kami mengadakan upacara adat untuk “meminta izin” kepada leluhur agar waruga dapat dipindahkan dengan layak dan tanpa gangguan.
Prosesi ini melibatkan lembaga adat setempat, pemuda, dan masyarakat desa.
Berapa jumlah waruga yang dipindahkan, dan dari mana ke mana lokasinya?
Total waruga di Desa Tumaluntung ada sekitar 268 buah, namun dalam kegiatan kali ini hanya 5 waruga yang dipindahkan.
Waruga-waruga ini sebelumnya berada di pekarangan warga karena kondisi darurat.
Sekarang, semuanya dipusatkan ke Kompleks Waruga Dotu Rotty.
Jarak pemindahannya hanya sekitar 10 meter.
Apa makna waruga bagi masyarakat Minahasa, khususnya subetnis Tonsea?
Waruga adalah bagian dari identitas orang Minahasa.
Bagi kami, ini bukan sekadar batu kubur, tapi cagar budaya dan jejak leluhur.
Tradisi menjaga waruga berarti menjaga nilai-nilai, sejarah, serta spiritualitas masyarakat.
Kami merasa memiliki tanggung jawab moral untuk melindunginya dari kerusakan atau pencurian.
Bagaimana bentuk pelestarian budaya yang Anda dan komunitas lakukan?
Sejak 2011, kami membentuk komunitas Generasi Muda Pemerhati Budaya.
Saat itu, lokasi waruga ini masih semak belukar dan tidak terurus.
Kami bersama anak-anak muda membersihkan dan merawatnya.
Kami juga melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan budaya agar tumbuh rasa memiliki terhadap peninggalan ini.
Apakah ada ritual khusus saat memindahkan waruga?
Ada. Kami menggunakan bahasa Tonsea dalam doa, yaitu memohon izin dan kelancaran kepada Opo Empung.
Kami tidak memakai alat berat untuk mengangkat, hanya bambu dan tali sesuai tradisi. Ini untuk menghindari kerusakan dan menghormati nilai spiritual waruga.
Apakah posisi waruga harus sama dengan posisi semula setelah dipindahkan?
Iya. Kami berupaya menjaga orientasi atau posisi waruga tetap sama seperti sebelumnya.
Ini mengikuti petuah leluhur bahwa apa yang sudah diletakkan jangan sembarangan diubah.
Jadi harus tetap simetris dan mengarah sebagaimana waruga itu pertama kali diletakkan.
Apakah benar dalam waruga ditemukan benda-benda peninggalan?
Betul. Saat membuka beberapa waruga, kami menemukan pecahan guci, teko, dan mangkuk.
Menurut cerita orang tua, barang-barang itu adalah milik almarhum yang turut dikuburkan bersama mereka.
Apakah Anda bisa menafsirkan makna simbol atau ukiran di waruga?
Kami bukan peneliti arkeologi, tapi dari cerita-cerita orang tua, ukiran pada waruga bisa menunjukkan identitas.
Misalnya ada figur pria dan wanita—itu menandakan pasangan suami istri.
Untuk Dotu Rotty sendiri, ada figur beliau dan istrinya.
Beberapa waruga juga memiliki ukiran binatang, mungkin peliharaan atau simbol status sosial.
Apa pesan Anda untuk generasi muda agar peduli pada budaya lokal?
Generasi muda harus disentuh sejak dini. Kalau dari kecil sudah dikenalkan budaya, mereka tidak akan asing.
Tidak cukup hanya literasi digital; harus ada literasi budaya juga.
Karena dari situlah kita tahu siapa kita sebenarnya.
Desa Tumaluntung kini berstatus sebagai Desa Wisata. Apa kaitannya dengan waruga?
Betul. Desa ini ditetapkan sebagai Desa Wisata saat pemerintahan Kumtua Richard Kamaggi.
Saya diminta menjadi Ketua Pokdarwis.
Kita mengikuti ajang Anugerah Desa Wisata dan masuk 100 besar tingkat nasional.
Budaya adalah daya tarik utama, karena kami tidak punya pantai atau objek alam besar lainnya.
Waruga menjadi pusat wisata budaya kami.
Apa rencana ke depan setelah pemindahan waruga?
Setelah ini kami akan membuat pagar pelindung, menanam rumput taman, dan menata kompleks waruga agar menjadi tempat wisata budaya.
Kami berharap perantau atau pengunjung dari luar bisa datang dan mengikuti event budaya di sini. Ini bisa menjadi titik pusat kebudayaan Tonsea.
Terakhir, pesan Anda untuk masyarakat luas tentang pelestarian waruga?
Mari kita, generasi muda, menjaga warisan leluhur.
Jangan lupa salah satu identitas kita adalah dari budaya kita sendiri.
Baca juga: Pasca Kebakaran, Lokasi Pasar Lolak Bolmong Sulut Dipasangi Garis Polisi
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado, Trheads Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Tribun Podcast Bersama Ketum IPPL Sulut Standius Bara Prima, Ulas Program dan Gerakan Literasi |
![]() |
---|
Tribun Podcast Bersama Dirut BSG Revino Pepah, Ulas CSR ke Pemda dan Tudingan Opini Miring di Medsos |
![]() |
---|
Tribun Podcast Bersama Dirut BSG Revino Pepah: Strategi Hadapi Tantangan Digitalisasi |
![]() |
---|
Joune Ganda Ungkap Strategi Bangun Minahasa Utara Lewat Digitalisasi, SDM, dan Infrastruktur |
![]() |
---|
Kesaksian Mamay Korban KM Barcelona VA, Cerita Detik-detik Kapal Terbakar hingga Tolong Anak Kecil |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.