Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Penerimaan Siswa Baru di Manado

Kabar Terkini 2 Anak di Manado Viral Tak Diterima di Sekolah Manapun, Kini Diundang ke Kantor DPRD

Muhamad Rahmad Jul Fikar (Ikra) dan Raisa Putri Matoha diundang dan bertemu dengan anggota Komisi IV DPRD Manado, Selasa 15 Juli 2025. 

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Handhika Dawangi
Kolase/Tribun Manado/Arthur Rompis
PERTEMUAN - Dua anak yang viral di Manado diundang DPRD Manado. Ada info, hasil pertemuan tersebut dua anak itu akan masuk salah satu SMP.  

MANADO, TRIBUN - Dua anak tersebut bernama Muhamad Rahmad Jul Fikar (Ikra) dan Raisa Putri Matoha. 

Mereka adalah anak atau calon siswa yang bingung akan masuk sekolah di mana di saat anak lain mulai menjalani hari pertama sekolah pada Senin 14 Juli 2025. 

Kabar terkini, mereka diundang ke Kantor DPRD Manado, Selasa (15/7/2025). Wakil rakyat ingin mendengar apa keluhan mereka. 

Hasil pertemuan tersebut Ikra dan Raisa katanya akan diterima dan bersekolah di SMP Negeri 16. 

Tak berlama-lama di Kantor DPRD Manado yang terletak di Jalan Ringroad GPI, Kelurahan Buha, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara. 

Usai rapat,  Ikra dan Raisa ditemani orangtua cepat-cepat menuju ke parkiran kantor DPRD dan naik sepeda motor. Katanya mau ke SMP 16. 

Anggota DPRD Telepon Kepala Sekolah

Pertemuan anggota Komisi IV DPRD Manado dengan dua anak bersama orangtua mereka berlangsung di Ruang Komisi, Lantai Dua Kantor DPRD Manado

Ketua Komisi IV Jimmy Gosal memimpin pertemuan tersebut. 

Anggota Komisi IV DPRD Manado mendapati bahwa dua anak tersebut tidak memenuhi syarat secara domisili untuk masuk ke SMP N 1 Manado

Namun, seorang anggota DPRD lantas menelepon Kepsek SMP 16. Pucuk dicinta ulam tiba. 

Ternyata ada kuota di SMP 16. Jimmy menuturkan, masalah tersebut akibat kekurangtahuan orang tua terhadap sistem SPMB.

"Sistemnya memang sangat ketat, beda dengan tahun tahun sebelumnya," katanya.

Ia meminta agar Dinas Pendidikan Manado lebih gencar memberi sosialisasi ke warga 
untuk menghindari kesalahpahaman. 

Mengenai kedua anak tersebut, kata dia, akan bersekolah di SMP 16.

"Disana kebetulan masih ada kuota, kalau sudah tak ada kita juga tak bisa berbuat apa apa," katanya.

Sebelumnya juga Anggota DPRD Manado telah memanggil Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Manado Steven Tumiwa untuk dimintai keterangan. 

Tetap Ditolak

Meski sudah mendapat informasi dan bantuan dari DPRD Manado, Raisa dan Ikra belum bisa bersekolah di sekolah yang dimaksud yakni di SMP N 16 Manado.

Dari Kantor DPRD Manado, Raisa dan Ikra bersama orangtua mereka langsung pergi ke SMP N 16 Manado

Namun saat mereka tiba di SMP N 16 Manado yang berada di Kecamatan Singkil, mereka tetap ditolak. 

"Ini tidak bisa di SMP 16, katanya nanti nama anak-anak tidak bisa terdaftar di Data Pokok Pendidikan," kata Rusni, mama Raisa.

Cerita Ikra dan Raisa

Saat banyak anak mulai menjalani hari pertama sekolah, Senin (14/7/2025), Muhamad Rahmad Jul Fikar (Ikra) dan Raisa Putri Matoha bingung akan bersekolah di mana. 

Padahal, mereka telah mendaftar di SMP Negeri 1 Manado

Senin pagi, Ikra dan Raisa telah mengenakan seragam baru mereka. Tas sudah digendong. Sepatu sudah dipakai. 

Tapi mereka tak tahu akan melangkah ke sekolah mana.

Ikra sebelumnya sudah mendaftar di SMPN 1 Manado, sekolah favorit yang menjadi harapan banyak anak di Manado. Namun namanya ditolak oleh sistem.

Ibunya berusaha mencarikan alternatif sekolah lain, namun semuanya juga menutup pintu. 

Alasannya, nama Ikra masih terdaftar di sekolah lain, yakni sekolah yang justru tak meloloskannya. 

Alasan sekolah lain itu menolak Ikra, kuota sudah penuh. "Mama, kong Ikra mo sekolah di mana dang?" tanya Ikra lirih. 

Matanya berkaca-kaca melihat teman-temannya berangkat dengan riang ke sekolah masing-masing.

Raisa pun menghadapi ketidakjelasan. Ia mendaftar di SMPN 1 Manado lewat jalur afirmasi, jalur khusus untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu seperti dirinya.

Orangtuanya penerima dana Progam Keluarga Harapan (PKH), sementara Raisa penerima dana Program Indonesia Pintar (PIP). Namun hingga hari pertama sekolah, status pendaftarannya masih "mengusul".

Padahal, sesuai aturan, dari 480 kuota siswa baru SMPN 1 Manado, 20 persen atau 96 kursi disediakan untuk anak-anak afirmasi. 

Tapi yang diterima jalur afirmasi hanya satu orang. Nama Raisa dan Ikra tidak ada di sistem padahal keduanya  adalah orang seharusnya mendapat kuota di jalur afirmasi.

Informasi yang diperoleh Tribun Manado, sejumlah orangtua mengaku dimintai uang oleh calo agar anak-anak mereka diterima. Ada yang diminta Rp200 ribu, ada yang sampai Rp2 juta. 
Mereka menyebut nama calo itu, Julkifli. 

Perannya sebagai penghubung dengan oknum di sekolah. Calo itu kerap ‘memasukkan’ 50-an siswa tiap tahun ke sekolah unggulan tersebut.

“Kata Pak Kifli, anak-anak pasti bisa masuk asal mau bayar. Dia bilang sudah biasa bantu masukin puluhan anak ke SMP 1 tiap tahun,” ujar salah satu orangtua yang enggan menyebutkan nama.

Penelusuran selanjutnya mengarah kepada seorang guru bernama Wage yang disebut sebagai penerima dana itu. 

Saat dikonfirmasi, Wage yang juga ketua panitia penerimaan siswa baru, mengatakan bahwa kuota afirmasi telah dialihkan ke jalur prestasi karena pendaftar dari jalur afirmasi dianggap sedikit.

“Yang daftar jalur afirmasi sedikit, jadi kuotanya diisi oleh anak-anak dari jalur prestasi,” ujar Wage kepada Tribun Manado.

Plt Kepala SMPN 1 Manado Riva Rori, menyatakan bahwa sekolah hanya mengikuti aturan dari Dinas Pendidikan. Kuota penuh, 480 siswa, tak bisa ditambah. 

Terkait isu pungli dan calo, ia mengakui sudah mendengar desas-desus dan menyebut hal itu sebagai candaan yang disalahartikan.

“Tidak ada permintaan uang dari sekolah. Prosedur kami menolak gratifikasi, pungli, dan percaloan,” tegasnya.

Persoalan di SMPN 1 Manado sampai ke Kadis Pendidikan Manado Steven Tumiwa. Dari penelusurannya, ia menyebut tidak ada penelantaran hingga menyebabkan Fikri dan Raisa tak bisa bersekolah di situ. 

"Sistemnya memang sudah seperti ini, kita tak bisa memaksakan karena nama mereka bisa tak terdaftar di Dapodik," kata dia..

Menurut dia, semenjak kasus itu viral, ia langsung melakukan pengecekan. Ia menjelaskan, 
satu calon siswa memiliki Kartu Keluarga (KK) di Banjer. Dia mendaftar ke SMPN 1 lewat jalur afirmasi. 

"Namun kuota sudah tidak ada hingga keduanya diarahkan mendaftar ke SMPN 2 atau SMPN 6," kata dia. Persoalannya, kata dia, siswa yang bersangkutan enggan.

Kemudian calon siswa lainnya memiliki KK di Tuminting, hendak masuk SMPN 1 via jalur 
domisili, tapi tak bisa. "Ia diarahkan ke SMPN 11," katanya.

Tumiwa menyatakan para siswa ini masih bisa mendaftar di sekolah terdekat seperti SMPN 2, SMPN 6 dan SMPN 11.

Sekolah Harus Terbuka

Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Manado Dr Meike Imbar mengatakan, sekolah harus terbuka dalam pengumuman calon peserta didik yang diterima dari jalur afirmasi. 

Keterbukaan manajemen sekolah akan membuat kepercayaan publik terhadap sekolah meningkat.

"Pengumuman penerimaan peserta didik jalur afirmasi harus dilakukan sesuai jadwal penerimaan peserta didik baru," jelas Meike.

Menurutnya, perlu ada kejelasan kapan dan darimana orang tua mengetahui nama anak-anaknya ditolak oleh sistem. Mengapa nama sudah ditolak oleh sistem, tetapi di sekolah lain ditolak karena dianggap masih tercatat di sekolah pertama.

"Ini sesuatu yang aneh dengan sistem digital. Perlu ditelusuri oleh pihak berwewenang mengapa demikian, sehingga menyulitkan orangtua untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah yang lain," ungkapnya.

Ia menjelaskan, hari pertama sekolah sudah dimulai namun portal penerimaan peserta didik masih status " mengusul " ini tidak benar. 

"Semestinya di hari pertama sekolah semua urusan penerimaan peserta didik baru sudah selesai. Sekolah sudah memperoleh data fix jumlah peserta didik yang diterima dan bersedia bersekolah di situ," tuturnya.

Kata Meike mengenai isu adanya calo dan uang suap, perlu diperhatikan dan ditelaah serta diteliti kebenarannya oleh Dinas Pendidikan kota Manado dan pihak berwajib. 

Caranya mudah, dengan membandingkan kondisi kehidupan oknum-oknum tersebut dengan gaji dan tunjangan serta dana usaha lain yang diterima. Istilahnya pembuktian terbalik.

Kepala Sekolah diharapkan tidak hanya beretorika dalam menanggapi isu negatif tersebut, tetapi juga berani memberikan untuk diperiksa.

"Dinas Pendidikan berkewajiban untuk mencarikan sekolah lain bagi kedua peserta didik tersebut. Intinya hal ini merupakan tanggung jawab Dinas Pendidikan karena sistem penerimaan peserta didik dirancang oleh Dinas Pendidikan bersama sekolah. 

Kedepan sistem penerimaan peserta didik baru perlu dievaluasi dan harus terbuka ke publik. Minimal ada jeda waktu untuk mereka yang tidak diterima di sekolah tertentu untuk mendaftar ulang ke sekolah lain," pungkasnya. (ind/art/edi/max)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved