Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Likuifaksi di Mitra

Daftar Lokasi di Sulawesi Utara yang Berpotensi Alami Likuifaksi: Ada Manado hingga Minahasa Selatan

Diberitakan sebelumnya, sejumlah wilayah di Sulawesi Utara berpotensi likuifaksi seperti yang terjadi di Palu Sulawesi Tengah 2018 lalu.

Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
Istimewa
Pesisir Teluk Amurang, bahkan sepanjang pantai utara Sulawesi rentan likuifaksi. 

TRIBUNMANADO.CO.ID -  Salah satu desa di Minahasa Tenggara ( Mitra ) mengalami likuifaksi.

Ya Desa Basaan Dua, Kecapatan Ratatotok, Minahasa Tenggara ( Mitra ), Sulawesi Utara ( Sulut ) mengalami likuifaksi kemarin.

Fenomena likuifaksi ini terjadi hari ini Selasa 25 Juni 2024.

Meski belum didapat data apakah ada korban jiwa, namun karena bencana likuifaksi ini, belasan rumah rusak.

Fasilitas umum hingga jalan juga mengalami kerusakan.

Warga juga kini telah mengungsi ke tempat yang dianggap tidak rawan likuifaksi.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah wilayah di Sulawesi Utara berpotensi likuifaksi seperti yang terjadi di Palu Sulawesi Tengah 2018 lalu.

Pesisir Teluk Amurang, bahkan sepanjang pantai utara Sulawesi rentan likuifaksi.
Pesisir Teluk Amurang, bahkan sepanjang pantai utara Sulawesi rentan likuifaksi. (Istimewa)

Tempat-tempat tersebut yakni Manado hingga Minahasa Selatan.

Hal ini disampaikan oleh Akademisi dan Pakar Geospasial Drs Agus Budiharso, B.Sc., M.Sc. dalam diskusiUtara u publik yang digelar di JG Center Jl Ir Sukarno Kabupaten Minahasa Utara, Sulut Senin 3 Juni 2024 pukul 14.00 Wita.

"Di Sulawesi Utara ini ada peta yang saya ambil dari BNPB tentang zona likuifaksi yang dulu pernah terjadi di Palu dan ternyata di tempat kita juga mempunyai potensi likuifaksi," kata Agus saat memaparkan materinya tentang deforestrasi di Sulawesi Utara.

Daerah yang pertama kali yang disebut Pakar Geospasial adalah Kota Manado Sulut.

diskusi publik yang digelar di JG Center Jl Ir Sukarno Kabupaten Minahasa Utara Senin 3 Juni 2024
diskusi publik yang digelar di JG Center Jl Ir Sukarno Kabupaten Minahasa Utara, Sulut Senin 3 Juni 2024 pukul 14.00 Wita kemarin.

"Di Manado di daerah pantai adalah zona likuifaksi yang sangat mengkhawatirkan, lalu Minahasa Selatan di Amurang di pantai-pantai ini" kata Agus.

Kata Agus lagi, rata-rata di zona yang merah-merah itu adalah pantai-pantai yang termaksud zona penekanan yang dapat mengalami likuifaksi secara merata dan struktur tanah menjadi rusak, parah hingga hancur," jelas Agus.

Kalau sudah begini kata Agus, bangunan-bangunan yang ada di pinggir pantai, tanahnya bisa hancur seperti yang ada di Palu.

"Jadi perlu waspada. Ini tidak menakut-nakuti ini sebagai kewaspadaan kita, bahwa kita itu memang hidup di daerah rawan bencana," kata Agus.

Lebih jelas Agus menerangkan kalau likuifaksi ini dipicu karena kita termasuk di daerah cincin pasifik.

Agus menjelaskan jadi ring of firenya pasifik ini adalah daerah yang punya lempeng tektonik yang aktif selalu bergerak sehingga di dalam cincing pasifik itu terjadi besar-besaran.

"Baru-baru ini gempa yang ada di utara ada di Jepang menimbulkan tsunami dan lain-lain. Dan di Indonesia, ada jalur itu semua, baru-baru di gunung ruang itu juga masuk dalam jalur itu," jelas Agus dalam diskusi yang mengusung tema “Menjaga Hutan Sulut dari Dampak Deforestasi” yang digelar bersamaan dengan nonton bareng sekaligus diseminasi dan diskusi publik.

Selain mendengarkan pemaparan dari Pakar Geospasial Drs Agus Budiharso, B.Sc., M.Sc kegiatan yang menghadirkan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jemmy Ringkuangan, Kepala BPBD Minahasa Utara Theodore V. Lumingkewas, Koordinator Edukasi Program Selamatkan Yaki Purnama Nainggolan dan Jurnalis Kolaborator Themmy Doaly (ekuatorial.com) ini juga digelar bersamaan dengan nonton bareng film dokumenter berjudul “Penjagal Hutan Kalimantan”, yang merupakan hasil liputan investigasi kolaborasi enam media melalui The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) bersama Depati Project di Hutan Borneo, Kalimantan.

Kondisi jalur Trans Sulawesi di jalur Donggala Palu saat terjadi fenomena likuifaksi Palu 2018
Kondisi jalur Trans Sulawesi di jalur Donggala Palu saat terjadi fenomena likuifaksi Palu 2018

Apa itu likuifaksi?

Dilansir dari Institut Teknologi Bandung (ITB), ahli geologi dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Dr. Eng. Imam Achmad Sadisun, mengatakan bahwa likuifaksi adalah perubahan material yang padat (solid), dalam hal ini berupa endapan sedimen atau tanah sedimen, menjadi seperi cairan (liquid).

Dr. Imam menjelaskan, fenomena likuifaksi sebenarnya hanya bisa terjadi pada tanah yang jenuh air (saturated).

Air tersebut terdapat di antara pori-pori tanah dan membentuk yang disebut sebagai tekanan air porii.

Dalam hal ini, tanah yang berpotensi mengalami likuifaksi umumnya tersusun dari material yang didominasi oleh ukuran pasir.

Ketika ada gempa bumi yang menghasilkan gaya guncangan yang sangat kuat dan tiba-tiba, tekanan air pori naik seeketika hingga terkadang melebihi kekuatan gesek tanah terseebut.

Proses inilah yang menyebabkan terjadinya likuifaksi dan material pasir penyusun tanah menjadi seakan melayang di antara air.

Menurut Dr. Imam, jika posisi tanah berada di suatu kemiringan, tanah dapat ‘bergerak’ ke bagian bawah lereng sehingga benda-benda di atasnya, seperti rumah, tiang listrik, pohon, dan lain-lain ikut terbawa.

Potensi terjadinya likuifaksi

Dr. Imam mengatakan, potensi likuifaksi pada suatu wilayah bisa diidentifikasi, bahkan dihitung.

Identifikasi ini bisa dilihat dari jenis tanahnya yang umumnya berupa pasir hingga pendekatan analitik kuantitatif, dengan menghitung indeks potensi lukuifaksi.

Secara umum, fenomena likuifksi terjadi pada wilayah yang rawan terjadi gempa bumi, muka air tanah dangkal, dan tanahnya kurang terkonsilidasi dengan baik.

Menurut Dr. Imam, likuifaksi biasanya terjadi pada gempa bumi di atas 5 SR dengan kedalaman sumber gempanya termasuk kategori dangkal.

Material yang terlikuifaksi ini berada pada kedalaman sekitar 20 meter, meski terkadang lebih dari 20 meter, bergantung penyebaran tanahnya.

Fenomena likuifaksi pun hanya terjadi di bawah muka air tanah dan tidak terjadi di atas muka air tanah.

Mitigasi bencana likuifaksi

Dilansir dari Teknik Geologi, Universitas Syiah Kuala, terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai upaya mitigasi bencana likuifaksi, yakni:

1. Evaluasi kondisi geologi

Evaluasi kondisi geologi berguna untuk mengenali sifat fisik dari material pembentuk lapisan tanah dan umurnya.

2. Evaluasi kondisi kegempaan

Likuifaksi hanya terjadi jika ada eenergi dan durasi gempa bumi yang cukup untuk memicunya.

Besarnya energi dan durasi ini menjadi batas ambang dengan kemampuan lapisan tanah untuk meredamnya.

3. Evaluasi kondisi muka air tanah

Kondisi lapisan tanah yang jenuh air ketika terinduksi gelombang gempa bumi akan menunjukkan kerentanan yang sangat tinggi untuk terlikuifaksi.

Upaya konkret dalam bentuk koordinasi dan sinkronisasi data antar lembaga harus diinisiasi untuk memperoleh gambaran yang akurat akan ketiga kondisi tersebut.

(Tribunmanado.co.id/ Indri Panigoro/Kompas.com)

Baca Berita Lainnya di: Google News

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya

 

 

 

 

 

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved