Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Advertorial

Lindungi UMKM Konvensional dan Pedagang Konvensional, Jerry Sambuaga Revisi Permendag 50 Tahun 2020

Jerry Sambuaga mengatakan revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 bukan tanpa alasan. Aturan tersebut memisahkan media sosial dengan tempat jualan.

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Isvara Savitri
Tribunmanado.co.id/Istimewa
Wakil Menteri Perdagangan RI, Jerry Sambuaga, melihat kain khas produksi UMKM Sulawesi Utara dalam pameran Discover North Sulawesi di Hotel Borobudur Jakarta, belum lama ini. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Wakil Menteri Perdagangan RI, Jerry Sambuaga, mengatakan untuk kesekian kalinya bahwa pihaknya akan merevisi aturan perdagangan daring.

Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik tersebut, bukan tanpa alasan.

Revisi itu ditempatkan dalam konteks perlindungan dan memberi rasa adil terhadap Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) serta jutaan pedagang konvensional di tanah air.

Kemendag berusaha untuk mencegah predatory pricing atau jual rugi dilakukan untuk memberikan keadilan bagi semua pengusaha, baik yang berjualan secara konvensional maupun di platform daring, serta konsumen.

“Demi memberi rasa adil bagi pelaku UMKM dan pedagang konvensional, harus ada penyesuaian dan peraturan yang melindungi semua,” kata Ketua Umum DPP AMPI ini, Rabu (27/9/2023). 

Bacaleg DPR RI Nomor Urut 2 Partai Golkar dari Dapil Sulut itu menuturkan, revisi Permendag juga bentuk keberpihakan terhadap penjualan UMKM dan konvensional.

Tercatat ada 10 juta UMKM di Indonesia dan jutaan pedagang konvensional yang menyebar di ribuan pasar tradisional. 

"Karena itu harus dipisahkan secara jelas antara social media, e-commerce, dan social commerce," ujar Anggota Dewan Pakar Dewan Pimpinan Pusat Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) ini.

Menurut dia, media sosial dan e-commerce tidak dapat menjalankan fungsinya secara bersamaan karena bertentangan dengan peraturan Kemendag. 

“Jadi social media itu fungsinya hanya sebagai media sosial (sarana komunikasi), tidak bisa berjualan,” ucap mantan Ketua Ikatan Pemuda dan Mahasiswa Minahassa di Jakarta ((IPMMJ) ini.

Baca juga: Antisipasi Kelangkaan, Pemprov Sulawesi Utara Siapkan Cadangan Pangan

Baca juga: Rating 11 Drakor Terbaru September 2023, Drama Korea Twinkling Watermelon Melejit di Episode Kedua

Melalui revisi ini, Kementerian Perdagangan juga berusaha agar tidak ada produk impor yang masuk tanpa mengikuti prosedur yang berlaku.

“Ini yang ingin kita atur, jangan sampai ada barang masuk secara ilegal,” kata Jerry Sambuaga.

Wakil Ketua MPO Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Sulut ini melanjutkan jika revisi Permendag No 50 Tahun 2020 tersebut bukanlah upaya untuk melarang penjualan daring, namun untuk mengatur aktivitas ekonomi tersebut.

“Tugas pemerintah adalah mengatur, jadi kita atur platformnya. Sehingga, ketika ada platform mengklaim sebagai sebuah social media dan ada peraturannya bahwa tidak boleh dicampur (antara media sosial dan e-commerce), maka tidak boleh dicampur,” ujar Wakil Ketua Dewan Pakar Dewan Pimpinan Pusat Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP) ini.

Sehingga, menurut Jerry Sambuaga, TikTok yang merupakan media sosial, namun memiliki fitur TikTok Shop, akan dikategorikan sebagai social commerce. 

Ilustrasi TikTok
Ilustrasi TikTok ((Istock/tiktokv.com))
Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved