Rumah Produksi Film Dewasa
Rincian Bayaran Pegawai Hingga Pemain di Rumah Produksi Film Dewasa, Ada yang di Bawah UMR
Pegawai rumah produksi film dewasa di Jakarta Selatan (Jaksel) ternyata digaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) selama bekerja.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Rumah produksi film dewasa di Jakarta Selatan (Jaksel) kini ramai menjadi pembicaraan.
Itu setelah polisi melakukan penggerebekan pada 17 Juli 2023.
Semua yang bekerja di rumah produksi tersebut diangkut.
Baca juga: Terungkap Nama-nama Pemeran Film Dewasa Rumah Produksi di Jakarta Selatan, Ada Artis dan Selebgram
Ada sebelas pemeran wanita yang ditangkap.
Juga lima pemeran pria. Tak hanya itu saja, para pekerja pun ikut diangkut.
Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.
Pendapatan mereka memang banyak, namun sayang para pegawai digaji sangat rendah.
Baca juga: Gideon Tengker Ayah Nagita Slavina Gugat Rieta Amalia soal Harta, 10 Aset Termasuk Rumah Produksi
Pegawai rumah produksi film dewasa di Jakarta Selatan (Jaksel) ternyata digaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) selama bekerja.
Mereka adalah editor dan kameramen, yakni JAAS dan AIS yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Kuasa Hukum mereka, Hika T A Purba mengatakan bahwa JAAS dan AIS tidak dibayar perjudul film, tetapi digaji bulanan layaknya pegawai.
Namun, meskipun sudah menghasilkan sebanyak 120 judul film, JAAS dan AIS mengaku tidak digaji dengan layak karena digaji di bawah UMR.
Baca juga: Link Gratis Live Streaming Wolves vs Liverpool Malam Ini, Nonton Liga Inggris Disini
"Karena posisi dari klien kami terutama AIS dan J itu mereka hanya sebatas karyawan di situ. Jadi dibayar bukan berdasarkan per judul film, bukan juga berdasarkan per member, tapi mereka dibayar per bulan dan itupun di bawah UMR," kata dia, dikutip dari Wartakotalive.com.
JAAS dan AIS juga mengaku tidak mengetahui akan bekerja menggarap film dewasa, karena di awal memproduksi fim-film komedi.
Namun, seiring berjalannya waktu, produksi film berubah menjadi pornografi.
"Artinya apa? Mereka di situ bekerja awalnya bukan untuk film yang seperti ini, mereka bekerja untuk film biasa yang tidak melanggar asusila dan norma hukum apapun," lanjut Hika.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.