Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

HUT ke 78 RI

Kisah Pahlawan Nasional Asal Sulut John Lie, Disuruh Berdoa di Hadapan Perdana Menteri Komunis

John Lie merupakan salah satu pahlawan asal Manado. Ia dikenal sebagai Hantu Selat Malaka oleh para penjajah.

|
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Isvara Savitri
Kolase Tribun Manado
Lorong Tempat Kelahiran John Lie, Pahlawan Nasional Indonesia yang dijuluki Hantu Selat Malaka oleh Belanda. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - "Untuk Tuhan, negaraku, dan kebaikan kemanusiaan".

Itu jawaban John Lie yang membuat wartawan Majalah Life, Roy Rowan, heran bercampur kagum.

Dirangkum dari berbagai sumber, Roy Rowan, seorang wartawan muda, kerap mendengar nama aksi kapal Out Law yang dikomandani John Lie.

Kapal itu menyelundupkan senjata dari luar negeri ke Indonesia untuk membantu para pejuang Indonesia yang tengah mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Out Law kerap kali lolos dari hadangan armada dan angkatan udara Belanda.

Ini membuat Roy Rowan penasaran.

Ia berhasrat menggali sosok John Lie, tokoh yang sangat fenomenal di balik legenda kapal Out Law.

Kesempatan untuk mewawancarai John Lie pun tiba.

Wawancara terjadi di atas Out Law yang kala itu lagi sandar di Pelabuhan Phuket Thailand.

Reportase itu ditulis Roy Rowan pada artikel dalam Majalah Life edisi 26 September 1949.

Judulnya Guns-Bibles-are Smugled to Indonesia.

Banyak hal terungkap dalam tulisan itu.

Salah satunya adalah dua harta terbesar John Lie yang disimpan dalam kapal, yakni Alkitab berbahasa Belanda dan Mandarin.

John Lie menganggap aksinya itu sah dari sudut pandang iman Kristen. 

John Lie menyebut lolosnya ia berkali-kali dari sergapan Belanda adalah karena mukjizat Tuhan.

"Roh Kudus membungkus kami," katanya.

John Lie memang seorang Kristen taat.

Kisah hidupnya penuh kesaksian tentang penyertaan Tuhan.

Suatu kali, John Lie menjadi komandan Kapal Perang KRI Rajawali.

Penumpangnya adalah Bung Karno dan Perdana Menteri Cina, Chou En Lai, tangan kanan Mao Ze Dong yang legendaris itu.

Saat makan siang, John Lie minta izin pada Bung Karno untuk membawakan doa dalam Kristen.

Bung Karno mengiyakan.

Kata Bung Karno, "kau seorang Nasrani taat, silahkan jalankan apa yang sudah jadi kebiasaanmu,"

Jadilah John Lie memimpin doa makan dengan Bung Karno dan Chou En Lai di meja makan.

Entah apa yang dipikirkan Chou En Lai, seorang komunis garis keras.

Di usia tuanya, John Lie tetap mengamalkan ajaran Kristen dengan cara yang berbeda.

Ia membantu orang miskin.

Tak heran, saat meninggal dunia karena stroke, rumah John Lie dipenuhi para pengemis, orang miskin, dan anak terlantar yang pernah ia tolong.

Laksamana John Lie atau Jahja Daniel Dharma adalah pahlawan nasional dari Manado, Sulawesi Utara. 

John Lie berdarah Tionghoa, namun sangat cinta pada Indonesia.

Jasanya besar bagi Indonesia di masa perang mempertahankan kemerdekaan.

Baca juga: Daftar Harga HP Oppo Lini A Series Terbaru di Agustus 2023: Oppo A57, Oppo A17 Mulai Rp1 Jutaan

Baca juga: Spesifikasi dan Harga HP iPhone 14 Pro Max Edisi Agustus 2023, Rilis 2022, Turun hingga Rp 700an

John Lie dengan kapalnya yang legendaris Out Law menembus blokade belanda untuk menyelundupkan senjata. 

Beberapa kali ia kepergok, nyaris tertangkap dan hampir mati namun selalu lolos seolah-olah John Lie dipayungi sebuah kekuatan.

Oleh penjajah, ia pun mendapat julukan Hantu Selat Malaka.

John Lie memang seorang Kristen taat.

Ia selalu memegang Alkitab.

Media barat menjuluki John Lie Great Smuggler with the Bible.

Hendri Gunawan, peneliti Tionghoa, kepada Tribunmanado.co.id membeberkan rumah kelahiran John lie di Kanaka, Manado, berhasil dilacak.

Letaknya di belakang Gelael Supermarket di Jalan Sudirman.

"Itu rumah orang tua John Lie, namun sudah pindah tangan karena dijual," katanya kepada Tribunmanado.co.id beberapa waktu lalu.

John Lie dilahirkan di Manado, 9 Maret 1911 dari pasangan Lie Kae Tae dengan Maryam Oei Tseng Nie.

Sebut dia, John Lie bersekolah di Hollands Chinese School (HCS).

Maklum keluarganya cukup berada.

John Lie kecil ternyata anak yang badung. 

Suatu ketika, ia menulis di papan tulis kelasnya.

“Mevrouw panta bobou, meneer panta ta smeer."

Laksamana John Lie
Laksamana John Lie (Dokumentasi Tribun Manado)

Artinya kurang lebih, "pantat ibu guru bau, pantat bapak guru belepotan," katanya.

Di sinilah nasionalisme John Lie mulai nampak.

Itu hinaannya kepada orang-orang yang hanya bisa bahasa Belanda.

"Gurunya marah dan John Lie dikeluarkan dari sana," katanya.

Sejak kecil, John Lie sudah menunjukkan minat bahari.

Ia sering naik perahu dan berenang di Sungai Tondano dan Teluk Manado.

"Di belakang rumah orang tuanya ada tempat pembuatan kapal kayu. Diturunkannya kapal itu ke laut adalah waktu yang dinantinya," beber dia.

John Lie juga gemar main sepak bola.

Bola yang ia mainkan terbuat dari kulit jeruk.

John Lie kecil gemar bergaul.

Lokasi favoritnya bergaul adalah di Kampung Kodo yang mayoritas penduduknya Muslim.

"John Lie bergaul akrab dengan mereka," ujarnya.

Suatu waktu, sebuah Kapal Eskader, Angkatan Laut Belanda merapat di Manado.

John Lie sangat ingin naik ke kapal itu dengan biaya 10 sen. 

Namun orang tuanya tidak memberikan uang.

Baca juga: Kunci Gitar Hari Merdeka - Husein Mutahar, Chord C

Baca juga: Hotel Aston Manado dan BKSDA Sulut Merilis 78 Bayi Penyu Laut di Acara Pelestarian Lingkungan

Dengan nekat, John Lie berenang menuju kapal itu.

"Suatu waktu saya ingin jadi kapten kapal sebesar ini. Itu katanya ketika tiba di kapal," katanya.(*)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved