Habib Rizieq Shihab
Habib Rizieq Shihab Belum Bisa Umroh karena Tak Dapat Surat Izin dari Bapas
Habib Rizieq Shihab belum bisa Umroh karena Surat Izin tak dikeluarkan Bapas Jakarta Pusat.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Habib Rizieq Shihab tak mendapatkan surat izin melalukan umroh dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Jakarta Pusat.
Setelah tak mendapat perizinan dari Bapas, mantan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) itu langsung melakukan upaya hukum dengan menggugat Kepala Bapas agar tetap bisa berangkat ke tanah suci.
Rizieq Shihab melalui kuasa hukumnya, melayangkan gugatan yang didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Aziz Yanuar sebagai Kuasa hukum Habib Rizieq mengatakan bahwa kliennya berhak untuk melakukan ibadah umroh.
Gugatanpihak Habib Rizieq itu telah didaftarkan ke PTUN pada 28 Juli lalu.
Melansir Kompas.com dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan itu didaftarkan dengan nomor perkara 339/G/2023/PTUN.JKT.
Akan tetapi dalam SIPP belum tertera isi dari gugatan tersebut.
Aziz Yanuar, mengatakan bahwa gugatan itu dilayangkan karena Bapas Kelas I Jakarta Pusat tidak mengeluarkan izin kepada kliennya untuk berangkat ibadah umrah.
"Gugatan yang kami ajukan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terhadap surat (tidak mengizinkan umrah) yang dikeluarkan oleh Balai Pemasyarakatan Jakarta Pusat terkait izin ibadah klien kami, Habib Rizieq Shihab,” kata Aziz melalui keterangan resmi, Rabu (2/8/2023).
Baca juga: Rizieq Shihab Kecam Keras Israel Ikut Piala Dunia U20 di Indonesia, Sebut Tak Sesuai Institusi
Bapas Jakarta Pusat menyebut tidak menerbitkan izin karena Rizieq tidak mendapatkan rekomendasi dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat.
Aziz menjelaskan, Kejari Jakarta Pusat sendiri tidak menerbitkan rekomendasi karena tidak bisa mengawasi aktivitas Rizieq di Arab Saudi.
Ia menganggap alasan Kejari Jakarta Pusat tidak masuk akal.
Sebab, Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia memiliki perwakilan di Arab Saudi yang bisa mengawasi Rizieq.
Oleh sebab itu, kuasa hukum juga meminta permohonan perlindungan hukum kepada sejumlah instansi pemerintah, yakni Menkopolhukam, Menkumham, Komisi III DPR RI, Kejagung, Komisi Kejaksaan RI, dan Komnas HAM RI.
“Alasan yang dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat adalah kesulitan pengawasan.
Hal ini sangat menggelikan dan membuat kami terbahak-bahak tentu saja,” kata Aziz.
“Termasuk pihak Kejaksaan memiliki perwakilan yang tentu bisa melaksanakan tugas pengawasan yang dimaksud,” lanjut dia.
Jika Rizieq tak juga diizinkan berangkat umrah karena masalah pengawasan, tim kuasa hukum menyebut siap membantu membiayai keberangkatan pihak yang akan mengawasi Rizieq saat menjalankan ibadah umrah.
“Apa guna negara bayar mahal itu pihak Kejaksaan di Riyadh jika nganggur saja?” celetuk Aziz.
Kalau tetap tak diizinkan, Aziz mengatakan akan terus mengajukan permintaan ibadah umrah itu.
“Kami akan ajukan lagi. Ajukan terus sembari kami laporkan yang menghambat. Karena ini hak asasi manusia. Orang mau ibadah,” kata Aziz.
Adapun Rizieq harus mendapat izin dari Bapas Jakarta Pusat karena saat ini masih dalam masa bebas bersyarat,
setelah menjalani hukuman atas kasus pelanggaran kekarantinaan kesehatan di Petamburan, Jakarta Pusat.
Kompas.com telah menghubungi Kepala Balai Pemasyarakatan (Kabapas) Kelas I Jakarta Pusat Bambang Maryanto untuk meminta tanggapan.
Bambang berujar, Bapas sudah mencoba memfasilitasi Rizieq berangkat umrah, tetapi tidak melanjutkan prosesnya karena tak ada rekomendasi dari Kejari.
Secara terpisah Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Rika Aprianti, menjelaskan soal perizinan Habib Rizieq untuk melaksanakan umrah. Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
Syarat tersebut termasuk surat keterangan dari Direktur Jenderal Imigrasi yang menyatakan tidak termasuk dalam daftar pencegahan dan penangkalan; dan surat rekomendasi izin ke luar negeri dari Kejaksaan Negeri setempat.
"Menurut info dari Kabapas [Kepala Balai Pemasyarakatan] Jakpus, ada persyaratan yang belum, tidak terpenuhi," kata Rika saat dikonfirmasi, Selasa (1/8/2023).
Sementara itu Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menanggapi terkait tidak diizinkannya Habib Rizieq umrah oleh pemerintah Indonesia.
"Dulu, pasca napi keluar dari lapas, otoritas penegakan hukum menganggap napi tersebut tidak perlu diawasi. Kalau sudah bebas, ya lepas saja.
Namun belakangan ini muncul tren baru di sejumlah negara. Bahwa, mantan napi terus dipantau keberadaannya," kata Reza kepada Wartakotalive.com, Selasa (1/8/2023) malam.
Baca juga: Rizieq Shihab Disebut Bisa Menangkan Paslon Pilpres 2024, King Maker yang Tak Mungkin Berdiam Diri
Pada sisi itu, kata Reza, sepintas lalu, pelarangan bagi HRS untuk berumrah seolah ada pembenarannya.
"Alasan Kumham, tidak ada instrumen untuk mengawasi HRS. Tapi kalau ditelisik lebih jauh, sikap Kumham itu justru memantik rentetan pertanyaan," kata Reza.
Pertama, menurut Reza, Kemenkumham tidak menyebutkan aspek apa pada diri HRS yang perlu diawasi sedemikian ketat sampai-sampai ia tidak diizinkan menjalankan ibadah ke Tanah Suci.
"Jika pengawasan itu dimaksudkan untuk memonitor kemungkinan HRS mengulangi perbuatan pidananya, negara semestinya bisa menunjukkan data spesifik tentang seberapa tinggi risiko residivisme HRS," ujar Reza.
Data tentang hal itu, menurut Reza hanya bisa didapat dari risk assessment.
"Nah, apa iya Kumham pernah melakukan risk assessment terhadap HRS?," tanya Reza.
Menurut Reza, bahwa Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman pidana HRS, itu pertanda MA tidak risau mempercepat masa reintegrasi HRS ke tengah-tengah masyarakat.
"Kalau HRS dianggap berbahaya bagi masyarakat, tak mungkin MA mengorting masa pidana HRS," katanya.
Kedua, ujar Reza, jika HRS dikhawatirkan melakukan tindak pidana kembali, lembaga-lembaga dalam sistem peradilan pidana seharusnya bisa memperlihatkan angka residivisme pada berbagai tindak pidana.
"Kalau data itu lengkap tersedia, negara perlu menjelaskan secara terukur apakah tindak pidana HRS punya tingkat residivisme lebih tinggi dibandingkan tindak-tindak pidana lain," papar Reza.
"Sekiranya ada tindak-tindak pidana lain yang tingkat residivismenya lebih tinggi, maka pertanyaan susulannya adalah apakah negara juga melakukan pengawasan terhadap para eks napi yang memiliki riwayat pidana tersebut?," ungkap Reza.
Reza memandang tindak pidana yang mengantarkan HRS masuk bui tidak memiliki kebahayaan sama sekali pada masa kini.
"Bahkan tidak pula beralasan untuk dikhawatirkan. Pasalnya, kasus Petamburan dan kasus Megamendung berlangsung terkait situasi pandemi," katanya.
Sementara sekarang, kata Reza, pemerintah bahkan dunia sudah menyetop status pandemi.
"Sehingga, tidak ada lagi alasan untuk waswas bahwa seandainya HRS kembali mengadakan keramaian, keramaian itu akan menyebarluaskan COVID 19," katanya.
Begitu pula, kata Reza, jika dikaitkan dengan kasus keonaran di media sosial.
Menurutnya sangat gampang bagi negara memantau media sosial setiap warganegara.
"Di mana pun HRS berada, termasuk di Tanah Suci sekali pun, alat-alat negara punya teknologi agar selalu bisa memonitor (dari jauh namun melekat) kekacauan apa yang terjadi di media sosial akibat perbuatan HRS.
Seandainya ada keonaran di media sosial, dan itu akibat kelakuan HRS, ya ringkus saja," ujar Reza.
"Terakhir, Penelitian menyimpulkan faktor-faktor utama yang menjauhkan seseorang dari perbuatan pidana berulang.
Yaitu, ikatan keluarga yang erat, aktivitas yang mengaktualisasi diri si mantan napi, pengakuan dari publik,
adanya harapan dan perasaan mampu menunjukkan kiprah produktif, serta perasaan memiliki makna dan tujuan dalam hidup.
Itu semua diistilahkan sebagai faktor pelindung atau protective factors," paparnya.
Baca juga: Pantas Habib Rizieq Shihab Bisa Bebas Padahal Masa Tahanan Usai 2024, Ternyata Wanita Ini Jaminannya
Dari situ, Reza mengaku bertanya lagi ke Kemenkumham.
"Apakah pernah mengecek ada tidaknya lima faktor protektif tersebut pada diri HRS.
Kalau ternyata tidak pernah dicek, maka alih-alih waswas terhadap HRS, saya justru menilai negaralah yang khawatir secara sangat berlebihan,
untuk tidak mengatakan paranoid, terhadap HRS," ujar Reza.
"Negaralah yang membuat risau karena tidak adil dalam menilai mantan napi," tutup Reza.
Baca juga: Anies Baswedan Umumkan Cawapres Sepulang Umrah, Tim 8 KPP Telah Serahkan Nama Kandidat Terpilih
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com
Rizieq Shihab Disebut Bisa Menangkan Paslon Pilpres 2024, King Maker yang Tak Mungkin Berdiam Diri |
![]() |
---|
Menkumham Soroti Kebebasan Habib Rizieq Shihab: ''Itu Hak Dia'' |
![]() |
---|
Habib Rizieq Shihab: Saya Bebas Bukan Karena Partai Politik, tapi Jaminan . . |
![]() |
---|
Kata-kata Habib Rizieq Shihab kepada Istrinya Syarifah Fadhlun Yahya, Jadi Penjamin Kebebasan |
![]() |
---|
Pria Berseragam Putih Larang Siapapun Ambil Foto Rizieq Shihab di Petamburan, HRS Bebas dari Penjara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.